Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ijtimak Pendeta Pada Kudeta 1478 Di Majapahit

Kudeta Majapahit 1478
Pada tahun 1478 sekumpulan Pendeta sepakat dengan Raja Bawahan Majapahit di Daha untuk sama-sama mengkudeta kekuasaan Prabu Brawijaya V, dalam memuluskan usaha Kudeta yang akan dijalankan, mereka menggunakan isu Rasisme dan Agama.

Kala itu Prabu Brawijaya V dianggap mengistimewakan orang-orang Cina, Campa dan Arab yang banyak menempati daerah-daerah otonom bebas pajak di Majapahit, orang-orang  asing yang pimpinannya digelari dengan sebutan “Sunan” itu juga dikenal penganut agama Islam.

Isu rasisme dan agama yang dimainkan Raja Daha (Girindrawardhana) yang dibantu Ijtimak Pendeta pada akhirnya berhasil menumbangkan kekuasaan Brawijaya V, sebab semangat pemberontak dalam melancarkan aksinya menjadi berlipat-lipat karena merasa sedang membela ras dan agamanya.

Kudeta yang dilancarkan Girindrawardhana pada akhirnya menyebabkan terbunuhnya Prabu Brawijaya V (Kertabumi) yang juga sebagai ayah dari Jin-Bun

Raden Patah atau Jin-Bun adalah anak Raja Brawijaya V dengan Banyowi atau Siu Ban Ci seorang wanita keturunan Cina yang dikemudian hari menjadi Sultan Demak pertama.

Peristiwa terbunuhnya Raja Kertabumi yang diakibatkan oleh kudeta itu terjadi pada tahun 1478. Kabar tersebut tersirat dalam Prasasti Petak yang menyebutkan pernah terjadi pertempuran antara keluarga Giriwardana dari Daha dan Majapahit, serta juga tersirat dalam babad dan tradisi yang menyebutkan sirna ilang kertaning bumi.

Menurut Soekmono (hlm 79) "sirna ilang kertaning bumi"adalah candrasengkala yang harus dibaca sebagai 0041 yaitu tahun 1400 Saka atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. makna  sebenarnya dari candrasengkala tersebut adalah gugurnya Kertabumi (Brawijaya V) pada tahun 1478 oleh Girindrawardhana, Raja bawahannya.

Pada saat memerintah Majapahit, Raja Kertabumi memang sosok Raja yang digambarkan terbuka dengan orang asing dan membebaskan ajaran-ajaran agama berkembang di Majapahit. Giri, Ampel dan Demak adalah contoh dari beberapa wilayah otonom Majapahit yang dikuasai oleh orang Asing (Turunan Campuran Jawa Arab-Cina-Campa) yang diberikan kebebasan untuk mengatur urusan dalam negerinya.

Perkembangan Ampel, Giri dan Demak sebagai pusat  ajaran Islam diwilayah Majapahit tidak membuat senang sebagaian orang Majapahit terhadap kebijakan Prabu Brawijaya V  mengingat banyak orang Jawa yang beralih ke agama Islam meninggalkan agama masa lalunya. Ditambah-tambah lagi mereka merasa iri hati dengan anugrah raja kepada para Sunan baik di Giri, Ampel maupun Demak.

Ketidak senangan sebagaian rakyat Majapahit itulah yang pada akhirnya dimanfaatkan Giriwardana untuk melakukan kudeta pada 1478. 

Keberhasilan kudeta yang dilancarkan Giriwardana dikemudian hari menimbulkan konflik baru, sebab Giri, Ampel dan Demak memberontak. Kelak pemberontakan orang-orang Islam dari bekas daerah otonom Majapahit itulah yang mengakhiri riwayat Majapahit untuk selama-lamanya.

Bahasan mendalam dalam bentuk vidio dapat anda simak pada vidio berikut ini;

Penulis: Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon

Posting Komentar untuk "Ijtimak Pendeta Pada Kudeta 1478 Di Majapahit"