Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cirebon Zaman Belanda

Cirebon zaman Belanda dibagi menjadi dua periode yang pertama zaman kompeni dari tahun 1681 hingga berakhir 1799. Kemudian dilanjutkan periode kedua yakni zaman Hindia Belanda dari tahun 1808 dan berakhir tahun 1942.

Pengaruh Belanda di Cirebon awalnya hanya sebatas perdagangan antara VOC dengan pelabuhan Cirebon, atau saling membantu antara kerajaan Cirebon dan Kompeni. Pengaruh kekuasaan Belanda mulai terasa ketika ikut campurnya Belanda dalam masalah internal yang dihadapi kesultanan Cirebon yang pada saat itu sedang beradu pendapat tentang batas wilayah kekuasaan masing-masing. Kompeni makin mantap menancapkan kekuasannya ketika Sultan Sepuh I meminta perlindungan kepada Kompeni dan sultan Anom I meminta perlindungan kepada Banten. 

Datangnya Kompeni memberikan peran atau sentuhan sebagai pengadem suasana kisruh dan pelindung kesultanan Cirebon dengan cara menjadi penengah antara 3 putra panembahan ratu II tersebut, dengan cara membuat perjanjian yang bertujuan membagi batas wilayah kekuasaan dan tentu saja kompeni menaruh beberapa keuntungan dalam perjanjian tersebut. 

Permintaan perlindungan Kesultanan Cirebon terhadap kompeni juga didasari rasa ingin balas dendam kepada Mataram yang sudah menahan panembahan ratu II dan pangeran. Akhirnya dilaksanakan sebuah perjanjian pada tanggal 7 januari 1681 yang dihadiri oleh 3 putra dan enam pejabat tinggi kesultanan Cirebon (raksanegara, Anggaderaksa, Purbanegara, Anggadeprana, Anggaraksa, Nayapati) dan juga wakil komisrais VOC yakni Jochem Michielse dan Jacob Van Dyck. 

Jika dilihat isi perjanjian lebih banyak menguntungkan kompeni daripada kesultanan Cirebon dan juga perjanjian ini tidak dapat menyelesaikan masalah yang tadinya ingin diselesaikan karena isi perjanjian tersebut lebih mengarah kepada keuntungan Kompeni. Isi perjanjian itu antara lain : Cirebon adalah daerah protektorat kompeni, Sultan Cirebon tidak boleh memperkuat pertahanan didaerah perbatasan dan sepanjang pantai tanpa izin kompeni, kompeni berhak membangun benteng (loji) di Cirebon. 
Keikut campuran kompeni didalam kesultanan menjadikan Cirebon tidak berdaya karena semuanya diatur oleh Kompeni. Kompeni semakin berkuasa di Cirebon dengan dibangunya sebuah benteng atas usulan Francois Tack kepada Gubernur jenderal kompeni yakni J.Camphujis pada tahun 1686. 

Benteng tersebut digunakan sebagai tempat tinggal para kompeni dan kantor residen. Benteng tersebut bernama De Fortrese de Bescherming (benteng perlindungan) dengan menggunakan bahan bangunan dari runtuhan pagar tembok keliling kota yang dibangun panembahan senopati. 

Disisi lain didalam pemerintahan kesultanan masih terjadi kegaduhan soal wilayah kekuasaan, akhirnya perjanjian tersebut di refisi oleh kompeni pada tanggal 8 September 1688. Perjanjian tersebut berisi hal-hal yang harus dipatuhi oleh pihak Cirebon dan menyangkut kedudukanya, wewenang dan peranan sultan sepuh, sultan Anom dan panembahan Cirebon. 

Pada tahun 1697, sultan sepuh I mangkat dan meninggalkan dua putra yang bernama pangeran dipati Anom dan Aria Diwijaya. Kegaduhan kembali terjadi ketika kedua putra tersebut memperbutkan tahta satu sama lain. 

Akhirnya kompeni kembali hadir sebagai penengah dengan dipecahnya kesultanan kesepuhan menjadi kesepuhan dan kacirebonan dengan dibuatnya perjanjian yang dibuat di Batavia. Pangeran dipati Anom bergelar Sultan Raja Tajularifin dengan sebutan sultan sepuh II (1697-1724) dan Pangeran Aria Adiwijaya dengan gelar pangeran Aria Cirebon (1697-1723). 

Keikut campuran kompeni terus berlangsung hingga sultan Anom IV, masa ini Kompeni sangat licik. Kompeni sesuka hati memilih siapa yang dia izinkan menjadi penerus dan putra mahkota belum tentu menjadi sultan.  

Kerancuan pemerintahan tersebut membuat rakyat geram dan memberontak, selain itu kompeni juga membuat rakyat Cirebon kelaparan, terserang wabah penyakit, dan pada emigrasi, dan juga tanah-tanah milik pribumi disewakan ke Cina membuat rakyat Cirebon marah hingga akhirnya memberontak, namun VOC sudah kehilangan kekuatan dan hancur pada 31 Desmber 1799. 

Pada masa kehancuran VOC di Cirebon bergolak pemberontakan demi pemberontakan yang digagas oleh beberapa tokoh dari kalangan pangeran maupun ulama, meskipun begitu pada tahun 1806 terjadi perdamaian antara kompeni dan pribumi dengan berhenti mengeksploitasi ekonomi dan tidak ikut campur kepada kesultanan Cirebon.

Selanjutnya pada tahun 1808 hingga 1942 VOC diambil alih oleh pemerintah Belanda maka mulai saat itu sama halnya dengan kerajaan lain Cirebon menjadi bagian pemerintah Kolonial Belanda. 

Penulis: Anisa Anggraeni Saldin

Daftar Pustaka
Hardjasaputra, A Sobana. Cirebon dalam lima zaman. Jawa Barat: Dinas Pariwisata dan kebudayaan Prov Jabar, 2011.

Posting Komentar untuk "Cirebon Zaman Belanda"