Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Supriyadi Pejuang Yang Dianggap Moksa

Kepiawaian Supriyadi sebagai Komandan Batalion PETA (Pembela Tanah Air) serta nama besarnya yang berani berjuang melakukan pemberontakan pada Jepang di Kota Blitar, membuat Soekarno mengangkatnya menjadi Mentri Keamanan Rakyat pada 2 September 1945, akan tetapi Supriyadi tidak kunjung datang untuk dilantik, Supriyadi seperti ditelan bumi, 58 hari kemudian yaitu pada 20 Oktober 1945 Soekarno terpaksa menunjuk Jendral Soedirman sebagai penggantinya, dikemudian hari salah seorang yang mengaku sebagai kawan seperjuangannya mengabarkan bahwa Supriyadi Moksa di Gunung Kelud.

Moksa sebetulnya istilah keagamaan yang digunakan dalam agama Hindu-Budha, moksa mempunyai maksud “Bebas dari ikatan keduniawiaan serta lepas dari ikatan reinkarnasi”  Dalam bahasa budaya dan sederhananya, moksa bermaksud lenyap dari kehidupan dijemput oleh para dewa untuk bersatu dengan dewa teringgi, selain itu seseorang yang telah mencapai moksa ia tidak akan reinkarnasi untuk lahir kembali ke bumi”.

Dipilihnya Supriyadi untuk menjadi Mentri Keamanan Rakyat (sekarang: Mentri Pertahanan) oleh Soekarno tentu karena menganggap Supryiadi baik-baik saja, karena memang selepas Pemberontakan PETA di Blitar dan takluknya Jepang pada Sekutu Supriyadi selamat dan masih dapat dihubungi.

Latar Belakang Kehidupan Supriyadi

Supriyadi atau dalam ejaan lama ditulis “Soepridjadi” lahir pada Tanggal 13 April 1923 di Trenggalek Jawa Tengah. Nama aslinya Priyambodo, akan tetapi menjelang Remaja Priyambodo diganti namanya oleh Kakek Tirinya (Sosrodiharjo) menjadi Supriyadi, konon penggantian nama tersebut sebagai upaya menjemput takdir, sebab dalam ramalan kakeknya Priyambodo akan menjadi orang besar. (Arifin, hlm 66).

Supriyadi adalah anak dari pasangan Darmadi dan Rahayu, sejak kecil Supriyadi menjadi piatu karena ditinggal wafat ibunya. Beberapa tahun selepas kematian Rahayu, Darmadi yang merupakan seorang Pamong Praja menikah lagi dengan Soelasih.

Sosrodiharjo ayah Soelasih menyukai sikap dan tingkah laku Supriyadi, sehingga ia akhirnya mengambil Supriyadi untuk diasuh dan didiknya, kebetulan Sosrodiharjo berprofesi sebagai seorang Mantri Guru penganut Kejawen.

Dibentuk dengan pendidikan ala kakek tirinya, Supriyadi menjadi seorang Kejawen sejati, ia begitu menggebu menjadi pahlawan sebagaimana kisah-kisah pahlawan dalam pewayangan yang diceritakan kakeknya, ia juga gemar melakukan Semedi, Puasa dan lainnya.

Berlatar belakang dari keluarga pegawai, pendiikan Supriyadi betul-betul diperhatikan oleh ayahnya, Supriyadi tercatat lulus ELS (SD), juga lulus MULO (SMP) dan juga lulus Sekolah Pamong Praja dengan nilai yang sangat baik.

Supriyadi Masuk PETA

Kedatangan Jepang ke Indonesia pada Tahun 1942 disambut gembira oleh rakyat Indonesia, karena pada mulanya Jepang membuat Propaganda bahwa mereka adalah saudara tua bangsa-bangsa asia yang terjajah. Propaganda Jepang juga dilakukan dengan menyebarkan pamflet-pamflet ramalan Sri Jayabaya (Baca dalam: Biografi Sri Jayabaya, Raja Kediri Termasyhur) tantang kedatangan orang-orang bermata sipit dan berkulit kuning yang akan membebaskan nusantara dari penjajahan. Jepang mengkaliam bahwa ramalan tersebut adalah ramalan kedatangan orang Jepang. (Bob Hering, hlm 278)

Sebagai seorang Kejawen, Supriyadi yang mendengar dan membaca Propaganda Jepang menjadi tertarik untuk mendukung Jepang, apalagi Jepang dapat membuktikannya dengan tindakan, karena mereka betul-betul mengalahkan Belanda hanya dalam tempo yang singkat. 
Supriyadi-Komandan PETA Blitar
 Ketika Jepang menghadapi sekutu, Supriyadi masuk dalam barisan ketentaraan yang disebut PETA (Pembela Tanah Air) organisasi semi militer tersebut awalnya dibentuk untuk membantu tentara Jepang dalam menghadapi sekutu, akan tetapi selanjutnya justru menjadi organisasi ketentaraan betulan, karena dilatih kemiliteran sebagaimana tentara. 

Kecerdasan yang dimiliki serta latar belakang pendidikan yang baik membuat Supriyadi dijadikan sebagai Komandan PETA Peleton I Kompi III yang berkedudukan di Kota Belitar. Pada masa ini Supriyadi menjelma menjadi seseorang yang cakap dalam dunia kemiliteran dizamannya. 

Supriyadi Memberontak

Setelah 2 tahun bergabung dalam PETA dibawah pelatihan orang-orang Jepang, Supriyadi mulai muak dengan sikap orang-orang Jepang yang kejam terhadap rakyat. Kala itu Jepang memaksa penduduk agar menyerahkan bahan pangan untuk kepentingan tentara Jepang, Jepang juga banyak mengambil gadis-gadis desa untuk dijadikan pemuas nafsu tentara Jepang, bagi yang melawan akan dihukum berat. 

Pada Tanggal 14 Februari 1945, Supriyadi memimpin anak buahnya di PETA melakukan pemberontakan pada Jepang. Perang antara PETA pimpinan Supriyadi dan tentara Jepang-pun meletus, terjadi berkali-kali di sekitaran Kota Belitar, meskipun begitu pemberontakan tersebut dapat mudah dipadamkan Jepang, beberapa anak buah Supriyadi ditangkap sementara Supriyadi sendiri selamat. 

Pemberontakan PETA di Blitar kabarnya terdengar dibeberapa daerah, sehingga menyebabkan pasukan PETA didaerah lain melancarkan pemberontakan sehingga membuat Jepang kerepotan. 

Pembeontakan pasukan Pembela Tanah Air tersebut terus terjadi dimana-mana hingga kekalahan Jepang oleh sekutu. Orang-orang dari PETA jugalah yang dikemudian hari merampas senjata milik Jepang dan membunuhi tentaranya. 

Pemberontakan Supriyadi di Blitar yang menjadi inspirasi pemberontakan serupa dikota lain membuat nama Supriyadi bersinar, ia dianggap sebagai panutan dalam berjuang, maka tidaklah mengherankan jika dikemudian hari, yaitu pada 2 September 1945 Soekarno mengangkatnya sebagai Mentri Keamanan Rakyat atau Mentri Pertahanan. 

Supriyadi Moksa

Selepas mendengarkan berbagai masukan dari orang-orang yang kompeten dalam pemerintahan, akhirnya secara resmi Soekarno memasukan Supriyadi dalam kabinet petama pemerintahan Republik Indonesia. Rencananya mentri-mentri lain termasuk didalamnya Supriyadi dilantik pada 2 September 1945. Akan tetapi pada acara pelantikan Supriyadi rupanya tidak hadir. Pelantikan Supriyadipun ditunda. 

Semenjak 2 Spetember 1945 Supriyadi sulit dihubungi, keberadaannya tidak jelas, bahkan keluarganya sendiri tidak mengetahui keberadannya, meskipun begitu Soekarno tetap menunggu kehadirian Supriyadi untuk dilantik menjadi Mentri Kemanan Rakyat, akan tetapi selepas 58 hari penantian, Soekarno memutuskan menunjuk Jendral Soedirman untuk menggantikan kedudukan Supriyadi (Ensklopedia Nasional Indonesia, Jilid 15, hlm 419-420)
Supriyadi
Hingga kini nasib Supriyadi masih misterius, ada yang menduga Supriyadi diculik Jepang dan mayatnya disembunyikan, meskipun begitu dugaan tersebut dibantah Jepang. Pendapat lain menyatakan bahwa menjelang pengangkatan Supriyadi menjadi Mentri, ia menuju Gunung Kelud, selepas itu tidak ada kabar lagi mengenainya, salah satu orang yang mengaku sebagai teman seperjuangannya mengabarkan bahwa Supriyadi moksa di Gunung Kelud. 

Menghilangnya Supriyadi menjadi misteri sendiri bagi negara, hingga kini tercatat ada beberapa orang yang mengaku sebagai Supriyadi, akan tetapi semuanya diragukan dan belum dapat dipastikan kebenarannya. Meskipun begitu Negara dalam hal ini telah mengangkat Supriyadi sebagai Pahlawan Nasional Indonesia, gelar Pahlawan bagi Supriyadi diterbitkan pada Tahun 1975.

Penulis: Bung Fei

Posting Komentar untuk "Supriyadi Pejuang Yang Dianggap Moksa"