Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Naskah Mertasinga, Maksud Dan Kandunganya

Naskah Mertasinga adalah salah satu dari sekian ribu naskah-naskah yang berasal dari Kota Cirebon. Naskah tersebut dinamai Mertasinga oleh penemunya dikarenakan Naskah tersebut pada mulanya di temukan di Desa Mertasinga Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon.

Naskah Mertasinga, pada mulanya adalah pusaka keluarga M.Argawinata yang merupakan pensiunan asisten wedana Mertasinga dengan istrinya R.Warsini yang mempunyai garis keturunan dengan Kasultanan Kesepuhan Cirebon.

Ketika naskah ini sampai pada cucu M.Argawinata yaitu Aman N. Wahyu, kemudian naskah tersebut disebarluaskan beliau dengan cara di alih aksarakan dan diterjamahkan  dari bahasa Cirebon  ke Indonesia. Kemudian naskah tersebut dijadikan sebuah buku yang diberi judul “Sejarah Wali. Syekh Syarif Hidayatulah. Sunan Gunung Jati (Naskah Mertasinga)”.
Terjamah Naskah Mertasinga
Naskah Mertasinga terdiri dari 268 halaman, dimana dari halaman 1 sampai dengan 260 berisi tentang kisah masah lampau (sejarah) sedangkan dari mulai 261-268 berisi materi tentang ilmu Thoriqot, namun demikian beberapa halaman dibelakangya sudah hilang tak terbaca. Naskah ini memang unik didalamnya memuat tentang Sejarah Cirebon semenjak Jaman sunan Gungjati Hingga Abad ke 19.

Berikut Ini adalah beberapa kandungan kisah yang terdapat dalam Naskah Mertasinga, yang telah diberi judul oleh penulis buku Sejarah Wali:

Syarif Hidayatullah Kembali Ke Banisrail
Syarif Hidayatullah menobatkan adiknya di Banisrail
Berjumpa dengan raja Jamhur
Syekh Maulana mengunjungi negara Cina
Patih Sampo Talang menetap di Palembang
Putri Anyon Tin meninggalkan Cina

Syarif Hidayatullah Kembali Ke Gunung Jati
Syekh Maulana kembali ke Gunung Jati
Kunjungan Pangeran Makdum dan Sunan Kalijaga ke Gunung Jati
Syekh Maulana tiba kembali di Gunung Jati             
Kedatangan rombongan putri Cina
Memperoleh dua putra dari Rara Jati
Pangeran Karang Kendal

Pajajaran Sepeninggal Prabu Siliwangi
Syekh Maulana memeriksa sisa-sisa kraton Pajajaran
Pertemuan dengan nenek Nyi Sumbang Karancang
Pucuk Umun masuk agama Islam
Raja Lahut diangkat menjadi Pangeran Jaketra
Kisah pembalasan dendam Dewi Mandapa
Syekh Maulana mengunjungi neneknya di Banten, diberi nama Syekh Maulana Akbar 
Syekh Maulana menikah dengan Putri Kawunganten
Arya Lumajang menjadi raja Pakuan dengan gelar Suhunan Ranggapaku
Syekh Maulana Kabir kembali ke Gunung Jati
Kisah Ki Gedeng Junjang

Syarif Hidayatullah Menjemput Ibundanya
Syekh Maulana menjemput ibundanya di Banisrail
Kunjungan Pangeran Panjunan ke Gunung Jati

Kisah Raden Patah
Raden Patah dan Raden Husen belajar di Ampel Denta
Sunan Ampel melarang Raden Patah menyerang Majapahit
Raden Patah mendirikan pesantren di Bintara

Syarif Hidayatullah Dinobatkan Menjadi Sinuhun Gunung Jati
Syekh Maulana membawa ibundanya kembali ke Gunung Jati
Persinggahan di Cempa
Syekh Mustakim mengenai silsilah Wali-wali di Jawa
Syekh Maulana tiba kembali di Gunung Sembung
Pertemuan Pangeran Panjunan dengan Syekh Maulana
Pangeran Panjunan mengasingkan diri ke Wringin Pitu
Syekh Maulana memperistri Nyi Rara Tepasan
Penobatan Syekh Maulana menjadi Kanjeng Sinuhun Jati
Sinuhun Jati membangun Mesjid Agung Pakungwati
Dst...

Naskah Mertasinga ditulis dengan penulisan sastra (tembang), naskah ini didalamnya terdiri dari 87 Pupuh dengan 1918 bait dan 14.478 baris yang terdiri dari:
Kasmaran/Asmarandana 16 Pupuh
Sinom 20 Pupuh
Dangdanggula 10 Pupuh
Kinanti 13 Pupuh
Durma 9 Pupuh
Pangkur 15 Pupuh
Magatru 1 Pupuh
Pacung 3 Pupuh

Tidak ditemukan nama pengarang dalam Naskah Mertasinga, dan tahun pembuatannya, akan tetapi Naskah tersebut juga menginformasikan bahwa naskah Mertasinga selesai ditulis oleh penulisnya pada Tahun 1359 Hijriah atau 1889.

Diduga naskah Mertasinga sebagian isinya merupakan salainan Naskah dari naskah yang lebih tua.Naskah tersebut juga ditulis dengan menggunakan bahasa Cirebon (Jawa Cirebon) dengan menggunakan Huruf Arab Pegon.