Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Siti Nurbaya, Istri Pejuang Yang Lari Bersama Penghianat

Siti Nurbaya dikisahkan sebagai wanita yang dijodohkan dengan seorang Pejuang Minang bernama Datuk Maringgih. Sang Datuk digambarkan sebagai pendobrak kesewenang-wenagan Belanda di tanah Minang pada abad ke 20. 

Tapi meskipun berjodoh dengan pejuang, Siti Nurbaya lebih memilih Samsul Bahri, seorang Minang yang tercatat sebagai Kapten Tentara Belanda. Samsul Bahri sejatinya penghianat, sebab ditanganya entah berapa ratus atau bahkan ribuan pejuang Minang yang nyawanya melayang karenanya. 

Sebelum Datuk Mariggih menjadi Pejuang, ia dikisahkan sebagai tua bangka yang tamak. Sementara Samsul Bahri digambarkan sebagai seorang terpelajar berbudi baik. Tapi takdir memang terbalik-balik. 

Dahulu Datuk Maringgih seorang tamak kemudian berubah mejadi pejuang, sementara Samsul Bahri yang dahulu seorang yang baik budinya justru menjadi peghianat. Perubahan kedua tokoh itu dikarenakan sosok wanita rupawan bernama Siti Nurbaya. 

Pada mulanya, sebelum Samsul Bahri berangkat ke Batavia (Jakarta) untuk menuntut ilmu, ia rupanya menyatakan cintanya kepada Siti Nurbaya. Siti Nurbaya hanya diam tak membalas. Kemudian bersamaan dengan itu, tepatnya selepas kepergian Samsul Bahri ke Batavia, Siti Nurbaya Menikah dengan Datuk Maringgih. Alasannya adalah karena ingin membebaskan orag tuanya dari lilitan hutang. 

Orang tua Siti Nurbaya dikisahkan tak mampu membayar hutang pada Datuk Maringgih, sehingga dengan terjadinya pernikahan antara pemberi hutang dan anak gadis yang diberi hutang hilanglah kemudian hutang-piutang diantara keduanya.

Tapi rupanya problem kemudian datang, selepas kematian orang tuanya, Siti Nurbaya, melarikan diri ke Batavia, ia mencari Samsul Bahri yag pada waktu itu sedang menuntut ilmu disana. Keduanya kemudian bercinta dalam perantauan. 

Mendapati Istrinya melarikan diri, Datuk Maringgih marah dan kecewa, ia pun kemudian melaporkan ke Polisi Belanda atas tindakan Istriya yang melarikan diri itu dengan tudahah membawa lari harta bendanya ke Batavia, dan hidup bersama Samsul Bahri disana. 

Siti Nurbaya kemudian berhasil di tangkap, dia dibawa kembali ke Minang, tapi karena terlanjur marah, dan kecewa, Datuk Maringgih kemudian membunuh Siti Nurbaya dengan cara meracuninya. Setelah kematian Siti Nurbaya, Samsul Bahri kemudian seperti menjadi seorang yang  tidak waras, ia mencoba bunuh diri tapi gagal.

Ia kemudian melampiaskan amarahnya dengan cara masuk pada satuan tentara Belanda, ia ikut dalam tiap-tiap pertempuran yang digelar Belanda dengan para Pejuang. Misinya cuma satu, mati dalam medan pertempuran. 

Samsul Bahri kini berubah menjadi tentara yang tidak takut mati, bahkan menjelma menjadi seorang tentara yang kejam, sebab selepas kematian Siti Nurbaya, baginya hidup tak berharga. Tapi bukanya kematian yang didapat olehnya tapi malah ia diangkat menjadi Kapten karena jasa-jasanya yang selalu berhasil menumpas pejuang. 

Sementara di lain pihak, atas tindakan kesewenang-wenangan Belanda dalam menerapkan Pajak, Datuk Maringgih kemudian terjun ke medan pertempuran. Ia menjadi Panglima perang para Pejuang. Selanjutnya dalam suatu pertempuran bertemulah Datuk Maringgih dan Samsul Bahri. 

Keduanya saling tembak, saling tusuk, hingga kedua-duanya mati dalam pertempuran. Begitulah kisah Siti Nurbaya, yang setelah kematiannya melahirkan Pejuang dan Penghianat. 

Kisah di atas merupakan kisah Fiksi, diambil dari Novel Karya Marrah Rusli yang terbit pada tahun 1922 Masehi. Novel tersebut berjudul "Sitti Nurbaya: Kasih Tak Sampai"