Cirebon Pada Masa Herman Wilam Deandles
Pada akhir abad ke 18 kekuasaan Kompeni Belanda (VOC) runtuh, sebab usaha dagang VOC bangkrut karena digrogoti korupsi. VOC bubar pada 31 Desember 1799. Setelah kebangkrutan VOC, Hindia Belanda (Indonesia) kemudian di ambil alih oleh Pemerintah Belanda.
Pada 5 Januari Tahun 1808 pemerintah Belanda mengangkat Herman Wilam Deandles sebagai gubernur Jendral di Hindia Belanda, ia merupakan Gubernur ke 36 Hindia Belanda menggantikan Albertus Wiese. Pada masa pemerintahan Deandles di Hindia Belanda khususnya Jawa mengalami perombakan sistem pemerintahan, tujuannya adalah untuk efesiensi administrasi pemerintahan.
Pada masa ini juga Belanda sedang bermusuhan dengan Inggris, sehingga untuk melindungi kepentingan Belanda termasuk Hindia Belanda, Deandles memiliterisasi pemerintahan di Jawa. Tujuannya adalah agar upaya Deandles mempertahankan Jawa dari gempuran Inggris dapat berjalan efektif, karena kepala pemerintahan di Jawa semisal Sultan atau Bupati sudah di beri pangkat kemiliteran, sehingga gerakan mereka untuk terjun membantu pemerintah Belanda dalam menghadapi Inggris dapat berjalan efesien. Aturan pemerintahan semacam itu juga berlaku di Cirebon.
Pada zaman kekuasaan Deandles 1808-1811, Cirebon merupakan kesultanan yang wilayahnya meliputi Indrmayu, Kuningan dan Gebang. Di atas Sultan dan Bupati terdapat Residen. Sultan dan Bupati memiliki kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala daerah sekaligus sebagai pemimpin tradisional.
Dalam perjalanan tugasnya, Sultan dan Bupati diwilayah Cirebon dibantu oleh beberapa pejabat Pribumi yaitu Patih dan lain-lain seperti zaman sebelumnya. Pada zaman Deandles, Bupati atau Sultan di wilayah Cirebon bukan hanya sebagai pegawai pemerintah kolonial, tetapi juga dilibatkan dalam politik militer.
Gelar Bupati dan Sultan dihubungkan dengan kepangkatan militer. Bupati/Sultan bergelar Tumenggung diberi pangkat mayor, Bupati/Sultan bergelar Arya diberi pangkat letnan, Bupati/Sultan bergelar Adipati/Pangeran diberi pangkat kolonel.
Cirebon pada 2 Februari 1809 oleh Deandles dibagi dua wilayah yaitu wilayah kesultanan yang didlamnya terdiri dari Cirebon, Indramayu, Kuningan dan Gebang. Adapun wilayah preangeerlanden didalamnya terdiri dari Galuh Sukapura dan Limbangan.
Selanjutnya pada 13 Maret 1809 Deandles memecah wilayah Kesultanan Cirebon menjadi tiga daerah yaitu:
Pada Tanggal 18 September 1811, Hindia Belanda berhasil direbut Inggris, oleh karena itu Jan Willem Janssens menyerahkan kekuasaan Hindia Belanda pada Inggris, sementara pemerintah Inggris sendiri kemudian mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai gubernur Hindia Belanda yang baru. Pada masa ini juga, pemerintahan di Cirebon rupanya masih menggunakan sistem pemerintahan yang digariskan Deandles, meskipun ada sedikit perubahan, semisal penambahan distrik, dan divisi di dalam tata kelola pemerintahan wilayah Cirebon.
Pada 5 Januari Tahun 1808 pemerintah Belanda mengangkat Herman Wilam Deandles sebagai gubernur Jendral di Hindia Belanda, ia merupakan Gubernur ke 36 Hindia Belanda menggantikan Albertus Wiese. Pada masa pemerintahan Deandles di Hindia Belanda khususnya Jawa mengalami perombakan sistem pemerintahan, tujuannya adalah untuk efesiensi administrasi pemerintahan.
Pada masa ini juga Belanda sedang bermusuhan dengan Inggris, sehingga untuk melindungi kepentingan Belanda termasuk Hindia Belanda, Deandles memiliterisasi pemerintahan di Jawa. Tujuannya adalah agar upaya Deandles mempertahankan Jawa dari gempuran Inggris dapat berjalan efektif, karena kepala pemerintahan di Jawa semisal Sultan atau Bupati sudah di beri pangkat kemiliteran, sehingga gerakan mereka untuk terjun membantu pemerintah Belanda dalam menghadapi Inggris dapat berjalan efesien. Aturan pemerintahan semacam itu juga berlaku di Cirebon.
Pada zaman kekuasaan Deandles 1808-1811, Cirebon merupakan kesultanan yang wilayahnya meliputi Indrmayu, Kuningan dan Gebang. Di atas Sultan dan Bupati terdapat Residen. Sultan dan Bupati memiliki kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala daerah sekaligus sebagai pemimpin tradisional.
Dalam perjalanan tugasnya, Sultan dan Bupati diwilayah Cirebon dibantu oleh beberapa pejabat Pribumi yaitu Patih dan lain-lain seperti zaman sebelumnya. Pada zaman Deandles, Bupati atau Sultan di wilayah Cirebon bukan hanya sebagai pegawai pemerintah kolonial, tetapi juga dilibatkan dalam politik militer.
Gelar Bupati dan Sultan dihubungkan dengan kepangkatan militer. Bupati/Sultan bergelar Tumenggung diberi pangkat mayor, Bupati/Sultan bergelar Arya diberi pangkat letnan, Bupati/Sultan bergelar Adipati/Pangeran diberi pangkat kolonel.
Cirebon pada 2 Februari 1809 oleh Deandles dibagi dua wilayah yaitu wilayah kesultanan yang didlamnya terdiri dari Cirebon, Indramayu, Kuningan dan Gebang. Adapun wilayah preangeerlanden didalamnya terdiri dari Galuh Sukapura dan Limbangan.
Selanjutnya pada 13 Maret 1809 Deandles memecah wilayah Kesultanan Cirebon menjadi tiga daerah yaitu:
- Cirebon-Kuningan dikepalai oleh Sultan Sepuh (Kesultanan Kasepuhan) Pangeran Tajul Arifin Joharudin, kondisi ini bertahan dari mulai tahun 1809 sampai dengan 1834.
- Majalengka dikepalai Sultan Anom (Kesultanan Kanoman) Pangeran Raja Mohamad Komarudin kondisi ini bertahan dari mulai tahun 1809 sampai dengan 1836.
- Indramayu dikepalai oleh Sultan/Panembahan Kacirebonan (Kesultanan Kacirebonan) kondisi ini bertahan dari mulai tahun 1809 sampai dengan 1815.
Pada Tanggal 18 September 1811, Hindia Belanda berhasil direbut Inggris, oleh karena itu Jan Willem Janssens menyerahkan kekuasaan Hindia Belanda pada Inggris, sementara pemerintah Inggris sendiri kemudian mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai gubernur Hindia Belanda yang baru. Pada masa ini juga, pemerintahan di Cirebon rupanya masih menggunakan sistem pemerintahan yang digariskan Deandles, meskipun ada sedikit perubahan, semisal penambahan distrik, dan divisi di dalam tata kelola pemerintahan wilayah Cirebon.
Posting Komentar untuk "Cirebon Pada Masa Herman Wilam Deandles"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.