Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kardinah, Adik RA Kartini Korban Revolusi Sosial Tiga Daerah

Pada 1946 Revolusi Sosial meletus di Sumatra timur, dalam revolusi sosial ini  para Sultan dari beberapa Kesultanan Melayu di Sumatra Timur dibunuh, bukan itu saja, para perempuan keluarga Raja ikut menjadi korban penganiyayaan bahkan pemerkosaan. Revolusi Sosial di Sumatra ini sebenarnya bukan Revolusi Sosial pertama di Indonesia, sebab pada bulan Oktober sampai Desember 1945 Revolusi Sosial meletus di Jawa, yaitu di tiga daerah/kota dalam kerisedanan Pekalongan (Pemalang-Brebes-Tegal).

Dalam Revolusi ini ribuan masa yang umumnya merupakan buruh yang bersekutu dengan komunisme secara sistematis menyerbu Pendopo Lurah, Camat, Bupati di tiga kota tersebut, mereka menangkapi para birokrat/priyayai dan keluarganya yang menurut mereka sebagai feodal . Salah satu yang menjadi korban dalam peristiwa itu adalah Raden Ayu  Kardinah, Istri Bupati Tegal yang juga merupakan adik RA Kartini.
Bupati R.M.A.A. Sosroningrat bersama R.A. Kardinah, R.A. Roekmini, R.A. Kartini, R.A. Soemantri 
Peristiwa Revolusi tiga daerah yang memakan para keluarga Kepala Desa, Camat, Bupati di Pemalang-Brebes-Tegal tersebut dikisahkan secara rinci oleh Anton E Lucas, dalam bukunya yang berjudul “Peristiwa Tiga Daerah Revolusi dalam Revolusi”. Peristiwa Revolusi sosial di tiga daerah tersebut meletus tidak lama setelah kekalahan Jepang oleh sektu dan proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno.

Setelah kemerdekaan di proklamirkan disambut dengan sangat antusias oleh rakyat. Namun tidak demikian halnya dengan kalangan elit birokratis. Berita ini bagi mereka pada umumnya disambut dengan sikap ragu-ragu.

Sikap ini diiringi dengan kekhawatiran akan reaksi Jepang terhadap perjuangan rakyat. Bahkan di antara elit birokratis ini ada yang melarang untuk menaikkan bendera merah putih, karena menganggap bahwa meskipun Jepang sudah kalah, maka penguasa lama (Belanda) akan segera datang kembali.

Sikap yang ditunjukkan oleh elit birokratis ini telah melebarkan jurang antara mereka dengan rakyat pejuang. Kenyataan inilah yang telah memancing munculnya gejolak sosial di tiga daerah. Dimulai dengan aksi protes yang dilakukan oleh rakyat terhadap seorang Lurah [Kepala Desa] di wilayah Tegal selatan, kemudian meluas ke daerah-daerah lainnya seperti desa Pekalongan, rakyat menuntut penggantian penguasa.

Aksi-aksi serupa berlangsung mendobrak sistem birokrasi serta aksi kekerasan, penganiayaan, bahkan pembunuhan para pejabat desa dan pihak-pihak elit ekonomi lainnya yang dianggap menyengsarakan rakyat. Aksi ini tidak saja meluas akan tetapi juga lebih buas dan liar seperti yang terjadi di Pemalang dan Tegal. Lebih dari itu, peristiwa-peristiwa ini makin meluas menjadi makar politik, ditandai dengan berdirinya Front Rakyat (November 1945) yang berideologi komunis.

Berkenaan denga RA Kardinah, beliau menjadi korban keganasan masa yang beringas terjadi pada 13 Oktober 1945, pada waktu itu beliau berada di pendopo tegal bersama anak dan menantunya. Waktu itu RA Kardina sudah tidak lagi menjadi Istri Bupati mengingat suaminya pensiun pada tahun 1930, hanya saja putrinya menikah dengan Raden Sunarjo, yang di tahun 1944-1945 menjabat sebagai Bupati Tegal.

Masa buruh yang menamakan diri Front Rakyat yang berideologi komunis itu mengincar Raden Sunarjo, mereka menyerbu Pendopo Bupati Tegal. RA Kardinah, yang kala itu sudah berusia 64 tahun terjebak dalam pendopo kadipeten. Pendopo dikepung masa yang bringas, mereka masuk ke pendopo mencari Bupati. Pakaian kebesaran bupati, yang bagi mereka simbol feodalisme, mereka robek-robek.

Sunarjo, Bupati Tegal yang mereka incar tidak ditemukan karena memang sedang tidak berada di pendopo, meskipun demikian Istri Bupati beserta ibunya, R.A. Kardinah dan cucu perempuannya beserta pembantu mereka diberi pakaian goni dan diarak keliling Kota sambil dianiyaya sepanjang jalan, gerombolan masa itu kemudian berhenti di depan rumah sakit Tegal.
Mereka berhenti di depan rumah sakit karena RA Kardinah pura-pura sakit sehingga dia pun digotong ke rumah sakit dan akhirnya diselamatkan. Adapun bagi keluarga Bupati Tegal yang lainnya, yaitu Istri, anak dan pembantunya kemudian tidak jadi dibunuh masa, karena  pemerintahan pusat turun tangan, sehingga gerakan ini dapat dipadamkan.

Selepas peristiwa itu, RA Kardinah dikisahkan troma berat, beliaupun kemudian menyingkir dari Tegal, ia tinggal di Salatiga  menjalani masa tuanya sampai meninggal dunia pada 5 Juli 1971 di usia 90 tahun.

Daftar Pustaka
 Anton E Lucas. 1989. Peristiwa Tiga Daerah Revolusi dalam Revolusi. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti

Posting Komentar untuk "Kardinah, Adik RA Kartini Korban Revolusi Sosial Tiga Daerah"