Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Madakaripura, Kantor Kerja Baru Gajah Mada Selepas Tragedi Bubat

Tahun 1357 Majapahit dihujani protes dari Negara Sahabat, karena mereka merasa iba atas kejadian yang menimpa kerajaan Sunda dalam tragedi Bubat. Majapahit kemudian cuci tangan dan membuat darama pengusiran sekaligus  pemecatan Gajah Mada sebagai Mahapatih. Drama ini kelak dicatat mentah-mentah oleh penulis Pararaton dan Kidung Sundayana. Tapi darama ini terbongkar seiring munculnya Naskah Negara Kertagama, sebab dalam naskah ini dikisahkan bahwa pada 1358-1359 atau 2 tahun selepas perang Bubat, diberitakan ada pesanggrahan khusus yang difungsikan sebagai kantor kerja baru Gajah Mada, di tempat inilah Gajah Mada meneruskan jabatanya sebagai Mahapatih, suatu tempat terpencil di pedalaman Jawa Timur dengan penjagaan super ketat yang bernama Madakaripura[1].

Baca Juga : Asal-Usul Prajurit Sunda Yang Gugur Dalam Pembantian Bubat
Ilustrasi
Pada 1359, Negara Kertagama mencatat bahwa Hayam Wuruk mengunjungi Gajah Mada di Madakaripura dalam perjalananya menuju Lumajang. Dalam kunjunganya ini rupanya Gajah Mada dalam kondisi sakit-sakitan meskipun demikian Gajah Mada tidak menampakan sakitnya di depan rajanya. Namun selepas meninggalkan Madakaripura dan menuju Lumajang ditengah perjalanan Raja mendapatkan kabar bahwa Gajah Mada wafat.
Meskipun tinggal jauh dari Ibukota Kerajaan, Gajah Mada kala itu masih menjabat sebagai Mahapatih buktinya adalah petikan naskah Negara Kertagama yang menyatakan “Raja Hayamwuruk kebingungan dalam mencari pengganti Gajah Mada selepas kewafatannya”. Bahkan dalam upaya mencari pengganti Mahapatih baru ini, Raja memanggil Pahom Narendra, yaitu dewan pertimbangan agung kerajaan yang beranggotakan[2]:

  1. Sri Kertawarddhana, ayahanda raja
  2. Tribhuwanatunggadewi, ibunda raja
  3. Rajadewi Maharajasa (bibi raja) 
  4. Wijayarajasa (suami Rajadewi Maharajasa) 
  5. Rajasaduhiteswari (adik pertama raja) 
  6. Singhawarddhana (suami Rajasaduhiteswari) 
  7. Rajasaduhitendudewi (adik ke-2 raja)
  8. Raden Lanang/Bhre Matahun (suami Rajasaduhitendudewi)

Mereka berembuk untuk mencari siapa yang pantas menggantikan kedudukan Gajah Mada sebagai Mahapatih Majapahit dengan tugas-tugas beratnya. Berdasarkan pertimbangan Pahom Narendra disimpulkan bahwa tidak ada seorang tokoh pun yang dapat menggantikan kedudukan Gajah Mada. Oleh karena itu, diangkatlah tiga tokoh yang melaksanakan tugas-tugas Gajah Mada, yaitu:

  1. Aryyatmaja Pu Tanding sebagai wirddhamantri (menteri urusan dalam kerajaan) 
  2. Sang Arya Wira Mandalika pu Nala menjadi menteri mancanagara 
  3. Patih Dami diangkat menjadi yuwamantri

Adanya kisah di atas, tentu mengindikasikan bahwa pergantian Jabatan Mahapatih dari Gajah Mada ke Mahapatih yang lainnya dilakukan dengan tiba-tiba dan rapat mendadak yang dilakukan Raja bersama anggota Pahom Narendra.

Oleh karena itu, peristiwa yang mesti digaris bawahi adalah “Gajah Mada pada tahun 1357-1359 masih menjabat sebagai Mahapatih, meskipun ia tingal jauh dari Istana”. Ini artinya bahwa selepas peristiwa bubat (1357) Gajah Mada rupanya benar menyingkir dari Ibukota Kerajaan, namun menyingkirnya itu tidak sebagaimana yang dikabarkan Kidung Sundayana karena menghilang/ melarikan diri (dipecat), juga membantah pararaton yang menyatakan "...samangka sira gajah mada mukti palapa... ". Atau karena mengundurkan diri dari Jabatanya dan memilih menjadi biksu untuk menikmati hidup akhir[3].

Kuat dugaan Gajah Mada sengaja diasingkan oleh Kerajaan sebagai upaya cuci tangan Majapahit  dalam peristiwa bubat dan dalam kasus ini Kerajaan mengorbankan Gajah Mada sebagai kambing hitamnya,  sebab terbukti dalam pengasingan di tempat terpencilnya itu Gajah Mada dibuatkan kantor baru yang dinamai Madakaripura dan ditempat yang jauh dari pusat kerajaan itulah ia menjalankan Negara dengan sembunyi-sembunyi sampai pada kewafatanya yang mendadak.

Catatan Kaki
[1] Asumsi Penulis
[2] Munandar. 2008. Ibukota Majapahit Masa Jaya dan Pencapaian. Depok: Komunitas Bambu. Hlm 4
[3] Menurut  Munandar (2008: 4), kata mukti palapa dalam petikan "...samangka sira gajah mada mukti palapa... "  bukanlah sumpah Amukti Palapa yang terkenal itu karena sumpah itu sudah lama diucapkan dalam zaman pemerintahan ibunda Hayam Wuruk, Ratu Tribhuwana tunggadewi  Jayawisnuwarddhani. Adapun mukti palapa dalam hal ini dapat diartikan sebagai "menikmati masa istirahat '. [Gajahmada mengundurkan diri dari Jabatan Mahapatih]

Posting Komentar untuk "Madakaripura, Kantor Kerja Baru Gajah Mada Selepas Tragedi Bubat"