Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Naskah Hikayat Raja-Raja Pasai

Naskah hikayat raja-raja Pasai adalah naskah kuno berbahasa Melayu yang mengisahkan tentang perjalanan Kesultanan Pasai, Kesultanan ini merupakan salah satu Kesultanan tertua di Indonesia bahkan di asia tenggara, menurut Dr. Russel Jones, naskah ini ditulis pada abab 14, sebab cakupan kisah didalamnya mengisahkan tentang masa berdirinya Kesultanan Samudera Pasai sampai penaklukan oleh kerajaan Majapahit.

Sekarang naskah "Hikayat Raja-Raja Pasai" terdapat di Royal Asiatic Society, London, koleksi Sir Thomas Stamford Raffles, No. 67 bertanggal 1 Muharam 1235 H atau 9 November 1819. Naskah ini sudah empat kali diterbitkan, yaitu pertama oleh Ed Dalourier (1849), kedua oleh J.P. Mead (1914), ketiga oleh Hill (1960), dan keempat oleh Jomes (1987). Ringkasan isi cerita naskah Raffles sudah disusun oleh Roolvink (1954). Ringkasan isi naskah hikayat tersebut juga sudah disusun oleh Liaw Yock Fang (1993:91 - 93) berdasarkan suntingan naskah Hill (1960).
Gambar Ilustasi

Ringkasan Isi Naskah hikayat raja-raja Pasai

Pasai adalah negeri yang pertama masuk agama Islam. Dalam negeri itu ada dua orang bersaudara yang menjadi raja. Raja Ahmad dan Raja Muhammad. Mereka membuat negeri dan pada waktu itu ditemukan oleh Raja Muhammad seorang anak perempun yang ke luar dari pohon bambu sehingga anak itu diberi nama Puteri Betong.

Kemudian, Raja Ahmad juga menemukan anak laki-laki, Merah Gajah namanya, karena anak itu sedang naik gajah. Kedua anak itu dinikahkan. Beberapa lama kemudian lahirlah anak mereka, Merah Silu dan Merah Hasum. Karena suatu peristiwa, bercerailah Merah Gajah dan Puteri Betong. Hal itu menimbulkan kemarahan Raja Muhammad terhadap Merah Gajah sehingga dibunuhnya.

Semuanya itu diberitahukan kepada Raja Ahmad, yang melakukan serangan terhadap Raja Muhammad, dan dalam peperangan itu matilah keduanya. Merah Silu dan adiknya kemudian pergi ke arah barat, sampai di negeri Berawan (= Bireuen) dan berdiam di sebelah menyebelah sungai.

Merah Silu membuat jala, dan mencari gelang, yang dimasaknya. Gelang itu menjadi emas, buihya menjadi perak, sehingga Merah Silu menjadi kaya raya. Oleh karena itu, juga karena peristiwa Iain-lain, timbulah perselisihan antara kakak dan adik.

Merah Silu mencari tempat baru, hingga sampai ke hulu Sungai Pasangan (= Keusangan), kemudian ke Simpang di Hulu Karang, lalu ke Hulu Semenda.

Akhirnya, dia sampai ke Negeri Buloh Telang, tempat dia bertemu dengan Megat Sekandar. Dia sangat disukai orang di sana sehingga dirajakan oleh mereka. Hal itu menimbulkan peperangan dengan Sultan Malikul-Nasir, adik Megat Sekandar. Sultan Malikul-Nasir berturut-turut dapat dikalahkan oleh Merah Silu hingga dia melarikan diri ke dalam Rimba Pertama Terjun, kemudian ke sebelah Gunung Telawas.

Di sana dia dikepung oleh Merah Silu di tempat yang kemudian diberi nama Kubu, lalu menyingkir ke Pekersang, dan dari sana terus ke Kumat, hingga ke Barus.

Di Mekah pernah diramalkan oleh Nabi Muhammad bahwa di kemudian hari akan ada Negeri Samudera, negeri di bawah angin, dan dia telah memberi perintah kepada penganut-penganutnya untuk memperlengkapkan kapal, kalau mendengar kabar negeri itu dan berlayar ke Samudera untuk menyiarkan agama Islam di situ.

Di Negeri Mangiri akan ada seorang fakir yang harus mereka bawa serta ke Samudera. Sekali perisriwa Merah Silu pergi berburu membawa anjingnya si Pasai, dan sampai pada suatu tempat tinggi.

Di situ mereka menemui semut yang sangatbesar, sebesar kucing. Semut itu dimakan oleh Merah Silu sehingga tempat itu diberi nama Samudera karena semut yang sebesar itu. Merah Silu kemudian mengambil keputusan unluk tetap tinggal di situ.

Kabar tentang Samudera terdengar sampai ke Mekah dan Syarif Mekah mengutus kapal sesuai dengan perintah Nabi Muhammad di bawah pimpman Nakhoda Syekh Ismail. Kapal itu singgah di Mangiri menjemput Raja Muhammad bersama dengan anaknya yang bungsu turut menumpang dalam kapal itu dengan berpakaian fakir.

Pada malam hari bermimpilah Merah Silu bahwa dia disuruh mengucapkan syahadat, tetapi tidak bisa. Kemudian mulutnya diludahi oleh seseorang yang berhadapan dengannya dalam mimpinya.

Orang tersebut juga memberi tahu bahwa Merah Silu akan diangkat menjadi sultan dengan nama Malikul-Salih, dan dia sekarang telah menjadi muslim, dia telah pandai mengucapkan syahadat dan telah diberi pengajaran mengenai beberapa seal fikih dan kepadanya diberi tahu pula bahwa dalam empat puluh hari akan tiba sebuah kapal. Perintah anak buah kapal itu harus diturutinya.

Akhirnya, orang yang berhadapan dengannya dalam mimpinya menyebut namanya juga, "Akulah Nabi Muhammad, Rasulullah sallallahu 'alaihi wa sallama, yang di Mekkah itu". Merah Silu bangun dari tidurnya, terus mengaji ketiga puluh juz Quran. Hal itu menimbulkan keheranan sangat yang sangat pada orang yang mendengarnya karena dia dapat mengucapkan kata-kata yang tidak mereka kctahui artinya.

Kapal itu tiba di Telok Terali, fakir lurun ke darat bertemu dengan seorang yang sedang menjala. Dia bertanya kepada orang itu tentang nama negeri dan rajanya dan kepadanya diberi jawaban bahwa nama raja dalam negeri itu Merah Silu yang bergelar Sultan Malikul-Salili.

Karena Maiikiil-Salili telah pandai mengucapkan syahadat dan mengaji Quran, oleh Syekh Ismail diajarkan kedua hal ilu kepada penduduk Samudera. Semua penduduk di situ memeluk agama Islam.

Negeri Samudera itu kemudian diberi nama Darusalam, karena semua penduduknya telah masuk agama bam dengan tiada dipaksa. Merah Silu ditabalkan (dinobatkan), alat kerajaan diturunkan dari kapal ke darat, dan nama serta gelar beberapa orang besar disebut, di antaranya Tun Seri Kaua, yang diberi gelar Said' Ali Giatuddin dan Tun Baba Kaya yang diberi gelar Semayamudin.

Kemudian, Syekh Ismail kembali ke negerinya dengan membawa hadiah untuk Syarif, yaitu ambar, kapur barus, gaharu, cendana, kemenyan, celembak, dan cengkeh. Fakir Muhammad menetap di Samudera untuk memberi pengajaran mengenai agama Islam. Ada suatu golongan yang menolak masuk agama Islam. Mereka mengungsi ke Sungai Pasangan sehingga daerah itu diberi nama Gayo.

Untuk Sultan dipinangkan seorang anak perompuan Raja Perlak. Raja Perlak mempunyai tiga anak perempuan, vang .seorang adalah anaknya dengan gundik. Akan tetapi, atas anjuran ahli nujum anak gundik itulah yang dipilih untuk menjadi istri Raja Samudera.

Kemudian, diceriterakan bahwa kapal dari negeri Keling singgah di pelabuhan Samudera. Salah seorang dari awak kapal itu mengetahui bahwa di daerah Samudera ada tujuh tempat asap emas keluar, tetapi tiada diketahui oleh orang dalam negeri itu.

Sultan memberi perintah kepadanya untuk mengadakan penyelidikan, dan memperoleh hasil besar. Istri Sultan melahirkan seorang anak lakilaki, dan diberi nama Sultan Malikul-Zahir. Di kemudiari hari dia akan menggantikan ayahnya menjadi Sultan.

Sultan Malikul-Salili pergi berburu dengan membawa anjingnya, si Pasai. Anjing itu menyalaki pelanduk di tempat yang tinggi. Tetapi pelanduk itu tidak mau undur, malahan mengusir anjing itu. Oleh karena itu, tempat tersebut dipandang sebagai tempat baik oleh Sultan untuk membuat negeri bagi anaknya. Anjingnya mati dan dikuburkan di situ.

Oleh karena itu, tempat tersebut diberi nama Pasai. Malikul-Zakir akhirnya dinobatkan di Pasai. Dia mempunyai dua orang anak, Sultan Malikul-Mahmud dan Sultan Malikul-Mansur, Dia meninggal pada waktu kedua anaknya masih kecil sehingga neneknya.

Sultan Malikul-Salih, mengurus soal pemerintahan bagi mereka. Sultan Malikul-Mahmud diserahkannya kepada Said Giatuddin dan Malikul-Mansur kepada Said Semayamuddin. Sesudah akil balig, Malikul-Mahmud dirajakan di Pasai dan Said Giatuddin diangkat menjadi perdana menterinya. Rakyat, harta, perkakas, alat kerajaan, gajah, kuda, dan senjata dibagi dua untuk kedua kakak beradik itu. Malikul-Mansur yang belum dewasa dibawa oleh neneknya ke Samudera.

Sebelum meninggal. Sultan Malikul-Salih memberi wasiat ke pada cucunya, Malikul-Mansur, yang menggantikannya menjadi raja.

Setelah itu, dia menugasi kedua menterinya, yaitu Said Semaya muddin dan Said Giatuddin, dalam wasiat yang agak panjang, supaya memelihara kedua anak cucunya dengan baik agar tidak terjadi perselisihan di antara cucunya. Samudera dan Pasai menjadi sangat makmur, rakyatnya banyak dan kekayaannya sangat besar.

Malikul-Mahmud makin lama makin besar kekuasaarmya, kabarnya terdengar kepada Raja Siam yang mengii-im angkatan lautnya untuk menyerang dia. Akan tetapi, setelah beberapa peristiwa angkatan laut Siam itu dipukul mundur oleh orang Pasai. Setelah itu, Pasai menjadi lebih makmur lagi. Sultan Malikul-Mahmud mempunyai dua anak perempuan dan seorang anak laki-laki.

Sultan Ahmad Parumudal Perumal namanya. SekaU peristiwa Sultan Malikul-Mahmud pergi berburu hendak jerat gajah. Adiknya, Malikul-Mansur, hendak pergi bertamasya. Akan tetapi, hal itu tidak disetujui Said Semayamuddin dengan alasan akan ada nahas, tetapi Malikul-Mansur berkeras kepala, tidak mendengar nasihat.

Dia pergi juga. Waktu dia pulang, dilihatnya seorang perempuan keluar dari istana kakaknya, dan dilarikannya. Hal itu diberitahukan kepada Malikul-Mahmud.

Dia marah kepada adil Beberapa lama kemudian Sultan Malikul-Mahmud monyesali perbuatannya. Dia memanggil adiknya pulang dari Tamiang. Sesampainya di Padang Maja, turunlah Sultan Malikul-Mansur ke darat untuk mengunjungi kuburan perdana menterinya.

Sekonyong-konyong terdengar suara dari kuburan itu meminta supaya dia tetap tinggal di situ. Pada waktu itu juga Sultan Malikul-Mansur meninggal di situ, mayatnya diantar ke Pasai atas perintah MalikulMahmud dan dikuburkan di sana. Lalu Malikul-Mahmud merajakan anaknya.

Sultan Ahmad, kemudian dia jatuh sakit dan meninggal. Sekali peiristiwa singgah di pelabuhan Pasai sebuah kapal Keling, yang membawa seorang yogi, tetapi orang itu tak dapat memperlihatkan kepandaiannya karena keramat Sultan'Ahmad. Yogi itu kemudian memeluk agama Islam.

Sultan Ahmad mempunyai tiga puluh anak, lima di antaranya seibu sebapa, yaitu Tun Beraim Bapa, Tun Abdul Jalil, Tun Abdul Fadlil, dan dua anak perempuan. Tun Madam Peria danTunTakiah Dara.

Tun Beraim Bapa memiliki sifat istimewa, namanya masyhur sampai ke Negeri Keling. Sama halnya dengan Tun Abdul Jalil, namanya masyhur sampai kedengaran kepada Puteri Gemerenlang, anak Sang Nata Majapahit. Tun Abdul Fadlil adalah seorang ahli ilmu pengetahuan, namanya termasyhur ke benua Samarkandi; kedua anak perempuan itu tak ada taranya pada masa itu.

Sultan Ahmad jatuh ciiita kepada anaknya yang perempuan. Dia meminta nasihat kepada menterinya, "Jika seseorang bertanamtanaman, siapa yang harus dahulu makan hasilnya?"

Perdana menterinya, Tun Perpatih Tulus Agung Tokong Sukara, mengetahui maksud batin tuannya dan berkata, "Orang lain harus makan dahulu." Menterinya yang lain menjawab bahwa yang bertanam berhak penuh.

Tun Perpatih Tulus Agung Tokong Sukara membuka rahasia itu kepada kedua puteri, yang terus minta pertolongan kepada kakaknya. Tun Beraim Bapa, yang mengantar mereka ke Tukas. Oleh karena itu, timbul kemarahan Sultan terhadap Tun Beraim Bapa.

Kemudian, datanglah kapal dari negeri Keling dengan empat orang pendekar yang dahsyat. Mereka itu membuat gaduh di Pasai. Sultan minta tolong kepada Tun Beraim Bapa dan berjanji akan datang. Dia mengerahkan sejumlah pendekar dan memalu genderang perang sehingga sultan terkejut. Sultan rupanya khawatir bahwa Tun Beraim Bapa hendak mendurhaka kepadanya sehingga ia mengambil keputusan untuk membunuhnya.

Tun Beraim Bapa mengadakan bermacam-macam persiapan supaya tahan kebal, pakaiarmya disifatkan, juga sikapnya dan keberaniannya. Kemudian, dia pergi ke Pasai. Sultan melihat dia dengan sangat takutnya sehingga tidak mau bertemu muka dengan Tun Beraim Bapa.

Dengan perantaraan Dara Zulaiha Tingkap dia telah meminta kuda sembrani, anak kuda Perasi, kepada ayahnya. Dia sangat pandai naik kuda, dengan sebentar saja dia hilang dari pandangan mata sehingga sultan girang hati karena disangkanya Tun Beraim Bapa telah hilang untuk selama-lamanya, tak akan kembali lagi. Ternyata Sultan keliru, Tun Beraiin Bapa kembali. Dalam bermain pedang dia tak ada lawannya sehingga orang Keling ilai menjadi gelisah dan pulang ke negerinya.

Sekali peristiwa Tun Beraim Bapa bermain mata dengan gxindik ayahnya. Hal itu menimbulkan kemarahan sangat pada Sultan sehingga dia mengambil putusan hendak membunuh Tun Beraim Bapa. Untuk merencana maksud itu. Raja Ahmad pergi bermainmain (pergi tamasya). Tun Beraim Bapa disuruhnya turut serta. Abdul Jalil ditinggalkan di kota untuk mengurus soal pemerintahan.

Tun Beraim Bapa meminta izin kepada orang-orang kepercayaannya, katanya tak tahu apakah dia akan kembali lagi atau tidak. Orang kepercayaannya hendak bertindak, tetapi hal itu tidak dapat diterimanya, "Jikalau si Beraim Bapa mau durhaka, jika Pasai se-Pasainya, jika Jawa se-Jawanya, jika Cina se-Cinanya, jika Siam seSiamnya, jika keling se-Kelingiiya, tiada dapat melawan Si Beraim Bapa, jika tiada aku peroleh kerajaan di dunia ini, di akhirat pun kuperoleh juga." Keberangkatannya agak terlambat. Sultan sendiri telah pergi, disuruhnya memanggil Tun Beraim Bapa sekali lagi. Akhirnya, dia berangkat dengan naik perahu, dajnmg sakti dipakainya, "maka sekali dikayunya, serantau lajunya."

Sesampainya di tempat tujuan, dia disuruh menjala di Lubuk Sanggung. Setelah Sultan Ahmad memerintah seseorang untuk membunuh dia pada waktu dia thnbul. Akan tetapi. Tun Beraim Bapa baru timbul setelah berjalan serantau di bawah permukaan air sehingga semua orang heran dan sangat takut. Sesudah itu, pihak Sultan melakukan beberapa kali percobaan untuk membunuh Tun Beraim Bapa, tetapi tidak ada yang berhasil.

Akhirnya, dihidangkan makanan yang beracun kepadaanya, sebagian diberikannya kepada anjingnya dan mati pada waktu itu juga, begitu juga halnya dengan seekbr ayam. Biarpun demikian, dia tak mau durhaka. Pada waktu dia bermaksud hendak memakannya, makanan itu dirampas dari tangannya oleh salah seorang adiknya, yang meninggal setelah makan sedikit saja.

Kemudian, adiknya yang lain memakannya, dia mati juga. Kemudian Tun Beraim Bapa memakannya, tetapi racun itu sudah tak mempan lagi, telah berkurang karena sebagiannya telah dimakan oleh adik-adiknya sehingga Tun Beraim Bapa tidak mati, tetapi seluruh tubuhnya gatal terkena racun itu.

Dia menggosokkan dirinya kepada sepohon kayu hingga jatuh kulitnya dan rontok daunnya. Pohon itu mati kena racun. Dia terus berjalan sampai ke Lubuk Turi. Dia melihat cahaya dari dalam lubuk itu yang berasal dari Ular Lemba. Ular itu ditangkapnya dan dagingnya dimakannya. Kemu dian, dia terus berjalan ke Bukit Fadlullah. Di sitn dia- menebas pohon sakti, pohon saba sani, yang bisa mendengar suara manusia, sedangkan darah manusia mengalir dari pohon itu.

Makin lama makin lemahlah Tun Beraim Bapa. Akhimya, dia meninggal di Bukit Fadlullah dan dikubur di sana. Sultan Ahmad sangat senang setelah mendengar kabarnya. Dia pulangke Pasai, dan sangat diperhatikan oleh Tun Abdul Jalil.

Puteri Gemerentang, anak Sang Nata Majapahit, hendak bersuamikan anak raja yang terbaik dan terjaya. Telah disuruhnya membuat gambar pangeran yang mungkin dapat menjadi teman sehidup semati Puteri. Sembilan puluh sembilan buah lukisan telah diselesaikan dan yang keseratus gambar dari Tun Abdul Jalin di Pasai.

Waktu melihat gambar Puteri Gemerentang, dia langsung jatuh cinta kepadanya. Dia meminta melengkapkan angkatan laut kepada ayahnya, supaya dapat ditumpanginya ke Pasai. Hal itu diberitahukan kepada Sultan Ahmad di Pasai dan dia bermaksud membunuh Tun Abdul Jalil. Demikianlah katanya ke pada Dara Zulaiha Tingkap.

Perbuatan yang sadis itu dilakukan juga, mayat anaknya disuruh buang ke laut. Mayat itu hanyut ke Jambu Air (Telok Pasai). Pada tempat itu berlabuhlah angkatan Majapahit dan pada waktu mereka menanyakan keadaan di Pasai, seseorang menjawab, "Badak makan anaknya." Kemudian dijelaskannya tragedi yang baru terjadi di Pasai dan bahwa Sultan sendiri hendak beristrikan puteri Jawa. Puteri Gemerentang menjadi gelisah mendengar kabar itu.

Dia memberi perintah kepada awak kapalnya supaya pulang ke Jawa. Dia sendiri mengucapkan doa secara Islam, kemudian tenggelam ke dasar laut beserta dengan kapalnya. Dia berharap dapat bertemu dengan kekasihnya.

Sultan Ahmad sangat menyesali akan perbuatamiya. Anak buahnya hendaknya mencegah dia berbuat demikian. Akan tetapi, mereka tidak bertanggung jawab.
Lada siapa dibangsaiku, Rana sejana di kerati.Pada siapa disesalkan, Tuan juga empunya pekerti.
Sang Nata Majapahit sangat murka. Dia menglrimkan angkatan lautnya untuk menyerang Pasai. Sultan Ahmad setelah waktu mendengar kabar itu. Sesudah tiga bulan berperang dengan hebat, terpaksa Sultan Alimad mengundurkan diri. Dia teringat akan anaknya. Tun Beraim Bapa. Seandainya dia masihhidup, pasti dapat mengalahkan tentara Jawa itu. Pasai diduduki dan dirampas. Kemudian, orang Majapahit itu pulang ke negerinya melalui Palembang dan Jambi.

Banyak tawanan orang Pasai menetap di Jawa. Sang Nata Majapahit memberi perintah, antara lain kepada Gajah Mada, untuk menaklukkan beberapa negeri, yang kemudian direbut basil tanahnya. Sesudah berhasil mengalahkan semua negeri itu, mereka pulang ke Majapahit.

Pulau Perca belum di bawah perintah Majapahit, tetapi Maja pahit berencana akan menaklukkannya dengan mengadu kerbau. Beberapa kapal disiapkan membawa kerbau pilihan ke Pulau Perca, melalui Jambi terus ke Periangan. Patih Siwatang mengerahkan rakyatnya, tetapi orang Jawa tidak mau berperang.

Mereka mengajaknya mengadu kerbau, yang tidak diberi makan selama tujuh hari. Pada hari yang telah ditetapkan kerbau mereka dapat dikalahkan kerbau Jawa. Kemudian, orang Jawa itu diundang untuk makan bersama-sama dengan orang Minangkabau, tetapi tiba-tiba kebanyakan di antara mereka dibunuh.

Hikayat ini berakhir dengan satu daftar nama negeri yang takluk kepada Majapahit pada waktu Raja Ahmad dari Pasai dikalahkan. Semuanya ada tiga puluh lima. Negeri-negeri itu adalah:

(1) Tambolan (2) Siantan (3) Jemaja (4) Bunguran (5) Serasan (6) Sabi (7) Pulau Laut (8) Tiuman (9) Pulau Tinggi (10) Pemanggilan, Karlimata (11) Belitung (12) Bangka (13) Lingga (14) Riau (15) Bintan (16) Balang (17) Sambas (18) Mempawah (19) Sukodana (20) Kota Waringin (21) Banjarmasin (22) Pasir (23) Kutai (24) Beron (25) Jambi (26) Palembang (27) Hujung Tanah (28) Bandan (29) Bima (30) Sumbawa (31) Selaparang (32) Siam (33) Larantoka (34) Bali (35) Blambangan.

Daftar Pustaka

Edwar Djamaris. 2007. Sastra indonesia lama berisi sejarah ringkasan isi cerita serta deskripsi latar dan tokoh. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional

Posting Komentar untuk "Naskah Hikayat Raja-Raja Pasai"