Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Madrais Nabi Dari Cirebon, Pendiri Agama Djawa Soenda (ADS)

Madrais Nabi Dari Cirebon, Pendiri Agama Djawa Soenda
Madrais adalah keturunan bangsawan dari Keraton Gebang Cirebon, nama aslinya Sadewa Alibasa Koesoema Widajayaningrat. Ditinjau dari silisilahnya jelas bahwa Madrais merupakan keturunan Sunan Gunung Jati, sebab sebagaimana diketahui bahwa pendiri Kepangeranan Gebang adalah cucu Sunan Gunung Jati.

Meskipun demikian jika dahulu buyutnya terkenal sebagai Wali penyebar agama Islam yang taat, maka Madrais ini lain daripada keturuan Sunan Gunung Jati yang lain, beliau dianugerahi hal lain, yaitu menjadi Pendiri/Nabi Agama baru yang disebut Agama Djawa Soenda. Agama baru itu resmi lahir pada 06 Oktober 1926.

Madrais atau Sadewa, menurut komunisas ADS (Agama Djawa Soenda) adalah anak dari Alibasa Koesoema Widajayaningrat, bapaknya merupakan generasi ke 11 dari Keturunan Sunan Gunung Jati, adapun silisalahnya adalah sebagai berikut:
  1. Sunan Gunung Jati, berputra
  2. Pangeran Pasarean, berputra
  3. Pangeran Wirasuta, berputra
  4. Pangeran Wira Sutajaya [Sutajaya Wira Upas], berputra
  5. Pangeran Seda Ing Demung, berputra
  6. Pangeran Nata Manggala, berputra
  7. Pangeran Seda Ing Tambak , berputra
  8. Pangeran Dalem Kebon , berputra
  9. Pangeran Sutajaya Upas I, berputra
  10. Pangeran Sutajaya Upas II, berputra
  11. Pangeran Alibasa Koesoema Widajayaningrat, berputra
  12. Pangeran Sadewa Alibasa Koesoema Widajayaningrat [Madrais]
Madrais hidup antara tahun 1870-1935 Masehi, meskipun beliau terlahir dari keluarga Kepangeranan Gebang, akan tetapi hidupnya rupanya tidak begitu baik, sebab ayahnya wafat sebelum ia dilahirkan, begituah pengakuan dari komunitas ADS mengenai asal-usul atau silsialah Madrais.

Pengakuan tersebut belakangan banyak menuai bantahan dari berbagai kalnagn, baik bantahan yang dilayangkan ketika Madaris maish hidup maupun setelah meninggal.

Baca Juga: Kantrovesi Asal-Usul Madrais, Nabi Pendiri Agama Djawa Soenda

Madrais selama hidupnya ikut dengan Ibunya di Cigugur Kuningan, pada kira-kira umur 10 Tahun Madrais kemudian diasuh oleh Kakeknya, sementara pada waktu itu Ibunya tinggal bersama suami barunnya yaitu Ki Sastrawardana yang pada waktu itu menjabat sebagai Ki Kuwu Cigugur.
Pada masa ikut bersama kakenyaSadewa diganti namanya menjadi Muhamad Rais, akan tetapi karena nama itu dianggap terlalu panjang, maka tetangga dan kawan-kawannya hanya memanggilnya dengan sebuatan “Madrais”. nama ini kelak menjadi nama yang bisa digunakan orang untuk memanggilnya.

Ketika menginjak masa Remaja, Madrais dikisahkan dimasukan oleh kakeknya ke Pesantren, lembaga pendidikan itu rupanya membuat ia kecanduan ilmu-ilmu Islam, ia pun kemudian belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya.

Manakala Madrais menginjak usia menuju remaja, kegemarannya pada ilmu Agama memudar, Madrais dipesantren lebih senang belajar kanuragan, ilmu kebatinan, yang berbau mistik . Inilah titik awal dimana kemudian Madrais mencampakan pelajaran-pelajaran di pesantren yang ia dapat.

Bralihnya Madrais dari yang sumala cinta Islam ke hal-hal mistis lainnya dikarenakan pada suatu ketika Madrais merasa diberi wahyu atau ilham ketika ia melekukan perenungan dalam kesendirian.

Madrais selama pengembaraanya menuntut ilmu, belajar berbagai macam ilmu kebatinan di tanah Jawa, setelah dirasa cukup, ia kemudian kembali ke Cigurugur. Di Cigugur ia membangun perguruan, atau pesantren, dipasenternnya itulah kemudian Madrais mengajarkan apa yang ia dapat kepada murid-muridnya.

Pada mulanya, ia mengajarkan Islam bagi para pengikutnya, namun lama kelamaan, justru ajaran mistis, kebatinan, dan kanuragan yang mendominasi, ajaran Islam hanya semacam menjadi pemanis saja, karena sudah tercampur dengan pemikiran dan ajaran barunya.

Pengikut Madrais kala itu banyak, santrinya dari berbagai Kota di Jawa Barat, Madrais dikalangan santrinya adalah sosok bersahaja, ramah, dan yang paling utama mampu meningkatkan perekonomian penduduk sekitar pesantrennya melalui ilmu pertanian ia dapat sewaktu dalam masa pengembaraan, selain itu ia juga dikenal sakti, sebab mampu menyembuhakan berbagai penyakit mistik, bahkan dikisahkan mampu meramal.

Aktifitas Madrais dalam mengjarkan ajaran-ajaranya pada kemudiannya membuat para Ulama di Kuningan menjadi gusar, mereka memprtoes ajaran Madrais yang menggunakan embel-embel Islam, padahal menurut mereka Ajaran Madrais sudah melenceng jauh dari Islam.

Diantara Ajaran Madrais dalam hal ibadah yang berbeda dengan umat Islam adalah, apabila salah satu anggota atau siapapun yang menganut ajaran Madrais meninggal maka ia akan dimakamkan dengan tata cara mereka. Mayat dikuburkan menggunakan kain kafan hitam, pada saat mayat sedang sakaratul maut mereka diharuskan membantu kawannya dengan mengatakan "Wajoh Lawan" maksudnya "Ayo Lawan"hal itu dilakukan agar orang yang sedang sekarat itu dapat menahan ajal. Begitulah salah satu ajaran Madrais yang berbeda dengan Islam.

Baca Juga: Hukum Sunat, Pernikahan dan Kematian dalam Agama Djawa Soenda (ADS)

Pertentangan antara Madrais dan Para Ulama di Kuningan itu kemudian membuat Madrais keluar dari Islam, ia pun kemudian mematenkan ajarannya menjadi sebuah Agama baru yang kedudukannya setara dengan agama-agama lainnya.

Akhirnya pada tahun 1925 Madrais melayangkan surat permohonan kepada Raden Muhamad Ahmad yang kala itu menjabat sebagai Bupati Kuningan agar ajarannya disahkan sebagai agama baru. Permohonan Madrais itu kemudian dikordinasikan oleh Bupati kepada Residen Cirebon, RPM Van De Meer dan Gubernur Jendral Hindia Belanda, Dirk Fock untuk memutuskan permohonan yang dilayangkan Madrais.

Setelah melalui kordinasi antara pejabat yang berwenang, maka pada 6 Oktober 1926 terbitlah rekomendasi  dari pemerintah hindia Belanda yang ditujukan kepada Penasehat Urusan Bumiputra yang kala itu dijabat oleh  Raodulf Arnold Keren, yang mana isi rekomendasi itu menetapkan permohonan Madrais agar ajarannya dijadikan agama baru di terima. Agama baru itu dinamai “Igama Djawa Soenda Pasundan” belakangan agama itu kemudian hanya dikenal dengan nama Agama Djawa Soenda (ADS).

Madrais menamai agamanya dengan nama Djawa Soenda dikarenakan menurutnya ajaran-ajaran dialamnya adalah perpaduan antara ajaran Peribadatan, Kebatinan, Filosofis, dan Budaya Masayarakat Jawa dan Soenda tempo dulu. 

1 komentar untuk "Madrais Nabi Dari Cirebon, Pendiri Agama Djawa Soenda (ADS)"

  1. Setuju dengan di atas.. artinya Panembahan Wirasuta (Suta Agung Wirasuta) sang pendiri keraton Gebang adalah cicit dari Sunan Gunung Jati.

    BalasHapus

Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.