Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Turki Saljuk: Asal-Usul, Kejayaan dan Kehancuran

Peradaban Turki mempunyai peran yang tidak kalah pentingnya dengan peradaban kebudayaan lainnya, terutama kaum Turki Saljuk yang mengantarkannya pada sebuah era baru dan penting dalam sejarah Islam.

Turki Saljuk adalah bagian dari Turki Oghuz, sebuah dinasti yang menguasai bagian Asia Tengah dan Timur Tengah pada abad ke-11 sampai abad 14. Saljuk berpindah dari Iran utara di Asia Tengah ke Iran daratan yang sebelumnya dikenal sebagai Persia.

Asal-Usul Turki Saljuk

Nama Turki Saljuk diambil dari nama pendirinya, yaitu Saljuk. Turki Saljuk merupakan salah satu suku dari bangsa Turki yang muncul pada abad ke-11 yang berada pada zaman Sultan Mahmud Sabaktakin,' bermula dari kedatangan seorang kepala suku yang bernama Saljuk sekitar 956 M sebagai pemimpin klan Ghuzz Turki (atau Oghuz), kaum pengembara yang berasal dari padang rumput di Turkistan, kemudian bermukim di kawasan Bukhara.

Kejayaan Turki Saljuk

Kekuasaan Turki Saljuk mencapai puncaknya pada pemerintahan Alp Arselan (1063-1072) dan Malik Syah (1072-1092) bersama Wazir Nizam Al-Mulk. Turki Saljuk dianggap sebagai nenek moyang bangsa Turki Barat (penduduk Turki sekarang), Azerbaijan, dan Turkmenistan.

Turki Saljuk memainkan peran utama dalam sejarah abad pertengahan dengan menciptakan penghalang ke Eropa melawan penjajah Mongol dari timur, membela dunia Islam melawan Tentara Salib dari Barat, dan menaklukkan sebagian besar dari Kekaisaran Bizantium.

Perkembangan  Pemerintahan Turki Saljuk

Masa Saljuk (955 M -1009 M)

Saljuk mempunyai ayah yang bernama Taklak, yang berasal dari Turkistan pada masa pemerintahan Raja Turki yang bernama Bigu. Taklak adalah seorang kepala suku yang sekaligus dijadikan tempat untuk meminta keputusan dalam masalah yang sulit bagi anak dan cucunya.

Saljuk merupakan anak Taklak yang sangat dipercayai oleh Raja Turki, sehingga mendapatkan kepercayaan menjadi kepala perang.  Saljuk tidak membuang kesempatan yang ada. Bersungguh-sungguh menjadi kepala perang yang baik sehingga dipercaya oleh raja dan disegani oleh pengikutnya.

Semakin lama, pengikutnya semakin bertambah sehingga menimbulkan reaksi kepada permaisuri Raja Turki Bigu yang memberikan masukan kepada suaminya untuk membunuh Saljuk, karena pengaruh Saljuk semakin lama terus meniadi besar dan ditakutkan akan menjadi pesaing bagi raja.

Maksud Raja Bigu untuk membunuhnya terdengar oleh Saljuk Oleh karena itu, semua pengikut dan sukunya berpindah ke tempat lain yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sabaktakin Kedatangan mereka disambut baik oleh Sultan Mahmud, kemudian mereka diberi tanah dan wilayah.

Saljuk diberi kepercayaan untuk mengikuti perang. Semua pengikut Saljuk yang berada di bawah pimpinan Saljuk masuk agama Islam.

Wilayah yang diberikan kepada Saljuk adalah wilayah Sihun. Dari sana, mereka senantiasa melancarkan serangan ke negara-negara yang berada di bawah kekuasaan musuh lamanya yang bernama Bigu (Raja Turki).

Pada waktu itu terjadi perebutan kekuasaan untuk memperluas daerah antara Kerajaan Samaniyah dengan Harun ibn Ailah Khan. Harun adalah seorang pemuka Turki lain yang sedang meluaskan kekuasaan dan beberapa daerah di bawah kekuasaan Bani Saman telah dapat dikuasainya.

Pemimpin Kerajaan Samaniyah mendapat akal, yaitu memukul Turki dengan Turki. Mereka meminta bantuan kepada Saljuk untuk memerangi Harur. Permintaan itu dikabulkan oleh Saljuk dan peperangan tersebut dipimpin putranya, Arselan. Mereka dapat mengusir Harun dan kekuasaan pun kembali ke tangan Bani Saman.

Sejak itu, hubungan antara Bani Saman dengan Bani Saljuk semakin membaik. Sampai wafatnya, Saljuk tidak pernah berpisan dengan tentaranya. Ketika wafat, Saljuk meninggalkan tiga orang putra, yaitu Arselan, Mikail, dan Musa.

Masa Mikail (1032 M- 1037 M)

Di antara ketiga putra Saljuk, Mikail terlebih dahulu menjadi kepala perang yang tewas di medan perang. Dia meninggalkan putra, yaitu Bigu, Thugril Beg, Muhammad, dan Jugri Bey Daud Keempat pemimpin ini sangat dimuliakan dan ditaati oleh kaumnya.

Akhirnya, mereka berkuasa di bagian Khurasan dan mendapat hubungan yang baik dengan pemimpin di sana, yaitu Abu Sahl Ahmad ibn Hasan Al-Hamduni. Abu Sahl menyerahkan negeri Dandankan di bawah kekuasaan mereka.

Semakin lama, kekuasaan mereka semakin meluas dan sangat menakutkan, kemudian mereka bertemu dengan pasukan Raja Mas'ud ibn Mahmud ibn Sabaktakin, yang dulunya memberikan perlindungan kepada mereka.

Mereka telah menjadi kuat sehingga Mas'ud tidak dapat bertahan dan dapat mereka kalahkan pada tahun 430 H. Kekuasaan mereka terus berkembang dan meluas, bukan di Khurasan lagi, melainkan telah mencapai Irak.

Masa Thugril Beg (1037 M - 1063 M)

Di antara keempat putra Mikail, Thugril Beg merupakan penerus Mikail yang paling berkuasa. Ia mampu menguasai negeri Raj (sekarang menjadi Kota Teheran), kemudian perkembangannya diteruskan ke negeri Kazwin dengan cara berdamai.

Setelah itu, dapat menaklukan negeri Hamdan dan akhirnya sampai ke Kota Baghdad. Pada waktu itu, Baghdad tidak seperti Baghdad pada zaman Harun Ar-Rasyid. Kedudukan khalifah tidak mempunyai kekuasaan apa-apa. Kekuasaan nenek moyangnya telah dibagi-bagi oleh raja- raja yang berdiri sendiri, sedangkan Baghdad berada di bawah kekuasaan Bani Buwaihi.

Ketika kepemimpinan dipegang oleh Thugril Beg, ia berhasil mengalahkan Mas'ud Al-Ghaznawi, penguasa Dinasti Ghaznawiyyah pada tahun 429 H/ 1036 M dan memaksanya meninggalkan daerah Khurasan.

Saat kepemimpinan Thugril Beg, Dinasti Saljuk memasuki Baghdad menggantikan Bani Buwaih. Sebelumnya, Thugril Beg berhasil merebut daerah Marwa dan Naisabur dari kekuasaan Ghaznawiyyah, Balkh, Jurjan, Tabaristan, Khawarizm, Ray, dan Isfahan.

Posisi dan kedudukan khalifah lebih baik setelah Dinasti Saljuk berkuasa. Paling tidak, kewibawaannya dalam bidang agama dikembalikan setelah beberapa lama dirampas oleh orang-orang Syi'ah.

Meskipun dapat dikuasai, Baghdad tidak dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Thugril Beg memilih Naisabur dan Ray sebagai pusat pemerintahan. Dinasti-dinasti kecil yang sebelumnya memisahkan diri, setelah ditaklukan Dinasti Saljuk, kembali mengakui kedudukan Baghdad, bahkan mereka menjaga keutuhan dan keamanan Abbasiyah untuk membendung paham Syi'ah dan mengembangkan mazhab Sunni yang dianut mereka. Setelah Thuergil  Beg meninggal, pemerintahan dilanjutkan oleh Alp Arselan.

Masa Alp Arselan (1063 M-1072 M)

Zaman pemerintahan Alp Arselan dipandang sebagai zaman yang berhasil dan sukses. Ia mempunyai pahlawan perang yang gagah, sangat menghormati ulama, dan mempunyai keinginan memajukan ilmu pengetahuan.

Banyak masjid yang ia dirikan dan banyak amal akhirat yang ia anjurkan, terutama karena ia mempunyai seorang wazir besar yang sangat bijaksana, Al-Wazir Nizam Al-Mulk.

Atas anjuran wazir inilah, berdiri Sekolah Tinggi Nizamiyah yang berpusat di Naisabur dengan cita-cita untuk membela kepercayaan kaum Sunni sebagai tandingan paham Syi'ah. Di Madrasah Nizamiyah inilah, muncul bintang-bintang Islam, seperti Imam Al-Haramain dan Imam Ghazali.

Masa Malik Syah (1072 M- 1092 M)

Setelah Alp Arselan meninggal, putranya Malik Syah naik takhta. Dia pun seorang dan sangat luas kerajaannya, sampai ke Kashgar (Singkiang) Tiongkok, seperti Bukhara, Samarkhan, dan Khawarizm, sehingga pada zaman itu di Asia tidak ada sultan atau raja yang melebihi kehebatannya. 

Pada masa Malik syah, wilayah kekuasaan Dinasti Saljuk ini sangat luas, yaitu membentang dari Kashgor, sebuah daerah di ujung besar seperti ayahnya, mempunyai jasa besar, daerah Turki, sampai ke Yerusalem. Wilayah yang luas itu dibagi menjadi lima bagian.

Saljuk Besar yang menguasai Khurasan, Ray, Jabal, Irak, Persia, dan Ahwaz. Saljuk Besar merupakan induk dari yang lain. Jumlah Syekh yang memerintah ada delapan orang.
Saljuk Kirman berada di bawah kekuasaan keluarga Qawurt Bek ibn Dawud ibn Mikail ibn Saljuk. Jumlah syekh yang memerintah ada dua belas orang.

Saljuk Syria, diperintah oleh keluarga Tutush ibn Alp Arselan ibn Daud ibn Mikail ibn Saljuk. Jumlah syekh yang memerintah ada lima orang.

Saljuk Irak dan Kurdistan, pemimpin pertamanya adalah Mughirs Al-Din Mahmud. Saljuk ini secara berturut-turut diperintah oleh sembilan Syekh.

Saljuk Rum, diperintah oleh keluarga Qutlumish ibn Israil ibn Saljuk dengan jumlah syekh yang memerintah tujuh belas . Ada sesuatu yang menjadi pelajaran bagi orang tentang kebaikan Malik Syah, yaitu ketika saudaranya mau memberontak dan merebut kekuasaan dari tangan Maliksyah.

Pada suatu hari, setelah mengerjakan shalat Jumat, ia berjumpa dengan wazir besar Nizam Al-Mulk, lalu bertanya, "Jika kita menghadapi perlawanan saudara kita, apa yang harus kita kerjakan?" Wazir menjawab, "Semoga baginda memperoleh kemenangan dan dapat menundukkan saudara baginda yang durhaka itu.

“ Malik Syah menjawab, "Permohonanku kepada Tuhan berbeda dengan permohonanmu! Aku mohon biarlah saudaraku diberi kemenangan jika dia lebih layak daripadaku memegang kerajaan."

Adapun seorang menginginkan kematian Malik Syah untuk mengangkat anaknya menjadi sultan. Akan tetapi, usaha tersebut tidak terlaksana karena Wazir Nizam Al-Mulk masih ada. Oleh karena itu, dibuat berbagai fitnah yang mengatakan bahwa wazir ingin berkuasa di negara dan akan membelokan kesultanan kepada keturunannya.

Malik Syah terpengaruh terhadap hasutan tersebut, sehingga wazir besar Ma' zulkan yang berjasa digantikan dengan wazir lain yang dapat dipengaruhi oleh kaum istana. Wazir tersebut, yang merasa khawatir jika wazir besar Nizam Al-Mulk akan menjatat kembali, menyuruh orang untuk membunuh wazir besar tersebut.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa pembunuhan wazir bacar itu melibatkan campur tangan kaum Isma'iliyah yang berada di bawah pimpinan Hasan Sabah.

Semakin lama Malik Syah merasa bersalah terhadap ntah perbuatannya, sehingga dia tidak mau lagi tinggal di kerajaan. Dia ingin memindahkan pusat kerajaan ke negeri Baghdad. Akan tetapi, sepuluh hari sebelum mendapat jawaban dari Khalifah Bagdad tentang kemungkinan pemindahan tersebut, Malik Syah meninggal dalam usia yang masih muda, yaitu 33 tahun.

Banyak jasa yang ia tinggalkan dan perjuangan lain yang ia lakukan bersama wazir besar ketika mereka masih berhubungan baik. Ilmu pengetahuan sangat maju pada saat itu, terutama ilmu hisab dan ilmu falak. Pada waktu itu seorang sarjana menyusun "Taqwim Islamy" sebagai dasar pembelajaran ilmu falak yang terkenal dengan nama "Taqwim Al-Jalaliyah."  Pada zaman Malik Syah, lahir pula penyair-filsuf-falaki. Omar Khayam.

Masa Mahmud (1092 M-1094 M)

Setelah Iman Malik Syah meninggal, cita-cita selir menaikkan putranya, Mahmud, menggantikan Malik Syah merjadi kenyataan,padahal putra selir itu paling kecil (485 H). akan tetapi tidak berlangsung lama karena direbut oleh anak tertua Malik Syah, yaitu Barkiyaruq.

Masa Barkiyarug (1094 M-1104 M)

Anak tertua Malik Syah, Barkiyaruq dapat merebut kekuasaandari Mahmud dan ibunya terbunuh. Barkiyarug naik tahta dengan  gelar Ruknuddin Abul Muzaffar Barkiyaruq

Masa Malik Syah II (1105 M)

Pada zaman Malik Syah II mulailah Perang Salib dan dia ikut dalam peperangan itu.

Masa Ghiyat Ad-Din Muhammad (1105 M-1118 M)

Putra Malik Syah II yang bergelar Ghiyat Ad-Din Muhammad naik menggantikannya. Akan tetapi, ia lemah dalam pemerintahannya, sehingga tidak dapat mencegah berbagai ancaman.

Masa Abu Haris Sanjar (1118 M-1128 M)

Selanjutnya, paman Ghiyat Ad-Din, Abu Haris Sanjar, putra Malik Syah I merebut kekuasaan dari tangan Ghiyat Ad-Din dan memulihkan kembali kebesaran Bani Saljuk. Ia pun mengangkat putra saudaranya sebagai wali di negeri yang lain.

Ia berhasil mengangkat kembali kemegahan Bani Saljuk apabila tidak terjadi peperangan dengan Kabilah Al-Qizz, satu kabilah dari bangsa Turki yang tidak mau tunduk dan tidak mau membayar jazirah. Pada peperangan tersebut, beliau tersekap dan meninggal.

Kehancuran Turki Saljuk

Setelah Abu Haris Sanjar meninggal, terjadi perpecahan di kalangan keluarga dan perebutan mahkota yang tidak henti-hentinya sampai 4 tahun lamanya, sehingga melemahkan kekuatan mereka dan memecah belahkan persatuannya.

Akhirnya, muncul kerajaan baru di negeri Khawarizm, yang didirikan olch Takasy, seorang keturunan dari wali yang dipercaya oleh daulat Saljuk di negeri Khawarizm. Akan tetapi, kekuasaan keluarga Takasy di Khawarizm tidak bertahan lama, sebab timbul bencana yang menjadi sejarah, yaitu hancurnya bangunan dan kerajaan Islam yang terkenal oleh bangsa Mongol dan Tartar yang berada di bawah pimpinan Jengis Khan, seorang Raja Mongol yang terkenal. Pada saat itu, pasukan Mongol datang dengan menunggangi kuda yang kuat dan bersenjata busur bergerak membabi buta, membuat kehancuran dan kerusakan.

Mereka menghancurkan pusat kebudayaan Islam timur sehingga hanya menyisakan gurun-gurun atau puing-puing berantakan istana kenegaraan dan perpustakaan. Semua kehancuran ditandai bekas noda berwarna merah tua.

Penduduk Harrat (Heart) yang semula berjumlah 100.000 kini tersisa 40.000 jiwa.15 Masjid Bukhara, yang terkenal sebagai pusat ibadah dan pengetahuan, dijadikan kandang kuda oleh pasukan Mongol.

Banyak penghuni Samarkand dan Balkh yang disembelih atau diseret ke tahanan. Khawarizm benar-benar hancur.

Pada saat menaklukkan Bukhara (1220), Jengis menggambarkan dirinya sebagai "bencana yang dikirim Tuhan kepada urnat manusia sebagai hukuman bagi dosa-dosa mereka.”

Ibn Al-Atsr, seorang narasumber yang menjadi saksi saat itu, merasa takut menyaksikan semua peristiwa yang terjadi pada saat itu. Bahkan, satu abad kemudian, tatkala Ibn Baththuthah'  mengunjungi Bukhara, Samarkand, Balkh, dan kota-kota lain di Transoxiana, dia melihat sebagian besar tempat tersebut masih dipenuhi puing-puing.

Kesimpulan 

Turki Saljuk merupakan suku yang berasal dari Turki pada abad ke-11, yang berada pada zaman Sultan Mahmud Sabaktakin. Turki Saljuk diambil dari nama pendirinya, yaitu Saljuk, seorang pengembara dari padang rumput Turkistan yang kemudian bermukim di kawasan Bukhara. Kemunduran Turki Saljuk diakibatkan adanya konflik intern keluarga yang memperebutkan kekuasaan selama 4 tahun.

Posting Komentar untuk "Turki Saljuk: Asal-Usul, Kejayaan dan Kehancuran"