Sejarah Cirebon Pra Islam
Cirebon dikenal sebagai wilayah di Jawa Barat yang didalamnya berdiri Kesultanan Islam pertama, dari Cirebon Islam kemudian disebarkan secara terstruktur ke wilayah-wilayah Jawa Barat lainnya sehingga dikemudian hari penduduk Jawa barat beralih memeluk agama Islam.
Sejarah Cirebon Pra Islam atau sebelum Islam dapat ditarik dari abad ke 3-4 Masehi, Cirebon menurut Naskah Negara Kertabumi pada masa ini merupakan bagian kekuasaan Kerajaan Tarumanegara, kala itu di Cirebon telah berdiri Kerajaan Indraprashta di wilayah Sumber, kerajaan tertua di Cirebon ini didirikan oleh Resi Sentanu, seorang Resi Hindu pelarian India.
Pada tahap selanjutnya, selepas runtuhnya Kerajaan Indraprasta karena serangan Kerajaan Medang (Mataram Kuno) di wilayah Cirebon telah berdiri beberapa kerajaan, diantaranya Kerajaan Singapura (Mertasinga-Gunung Jati), Kerajaan Surantaka (Kapetakan), Kerajaan Japura (Astana Japura), ketiganya merupakan Kerajaan bawahan Galuh dan pajajaran.
Sebelum berdirinya kekuasaan politik Islam dibawah kepemimpinan Sunan Gunung Jati, wilayah Cirebon dapat dikelompokkan atas dua daerah yaitu daerah pesisir disebut dengan nama Cirebon Larang dan daerah pedalaman yang disebut Cirebon Girang.
Cirebon Larang adalah sebuah daerah bernama Dukuh Pesambangan dan Cirebon Girang adalah Lemah Wungkuk. Dari Cirebon Larang/Dukuh Pesambangan inilah perdagangan melalui jalur laut berlangsung dan menjadi jalur masuknya Islam di Cirebon.
Cirebon Larang mempunyai pelabuhan yang sudah ramai dan mempunyai mercusuar untuk memberi petunjuk tanda berlabuh kepada perahu-perahu layar yang singgah dipelabuhan yang disebut Muara Jati (sekarang disebut Alas Konda). Kebanyakan pedagang ini adalah pedagang Islam yang singgah dan menetap di Cirebon. Pedagang-pedagang yang menetap membangun daerah komunitas Islam di sekitar pelabuhan Muara Jati.
Pada tahun 1302 AJ (Anno Jawa)/1389 M, dipantai Pulau Jawa yang sekarang disebut Cirebon, ada tiga daerah otonom bawahan kerajaan Pajajaran yang diketuai oleh Mangkubumi yaitu Singapura, Pesambangan, dan Japura.
Setiap daerah memiliki pemimpin sendiri, Singapura/Mertasinga dikepalai oleh Mangkubumi Singapura, Pesambangan (Suranatka) dikepalai Ki Ageng Jumajan Jati, dan Japura dikepalai Ki Ageng Japura. Dari ketiga daerah otonom ini, salah satunya adalah Dukuh Pesambangan yang dalam perkembangannya berubah menjadi Cirebon.
Cirebon pra Islam pada awalnya adalah sebuah daerah yang bernama Tegal Alang-Alang yang kemudian disebut Lemah Wungkuk dan setelah dibangun oleh Pangeran Walangsungsang diubah namanya menjadi Caruban.
Nama Caruban sendiri terbentuk karena diwilayah Cirebon dihuni oleh beragam masyarakat. Sebutan lain Cirebon adalah Caruban Larang. Pada perkembangannya Caruban berubah menjadi Cirebon karena kebiasaan masyarakatnya sebagai nelayan yang membuat terasi udang dan petis, masakan berbahan dasar air rebusan udang (cai rebon).
Menurut Kitab Purwaka Caruban Nagari, Cirebon dulunya bernama Dukuh Caruban. Dukuh Caruban adalah dukuh yang dibangun oleh putra mahkota Pajajaran, Pangeran Cakrabuana/Raden Walangsungsang yang dibantu oleh adiknya Nyai Lara Santang dan istrinya Nyai Indang Geulis. Pangeran Cakrabuana membuka pedukuhan atas perintah gurunya, Syekh Nurul Jati/Syekh Datuk Kahfi.
Pada tanggal 1 Sura tahun 1358 AJ/1445 M, Pangeran Cakrabuana membuka lahan di daerah Tegal Alang-Alang. Pedukuhan yang dibuka oleh Pangeran Walangsungsang dikenal dengan nama Lemah Wungkuk.
Pedukuhan ini sebenarnya telah dihuni oleh seorang nelayan bernama Ki Gedheng AlangAlang/Ki Danusela yang kemudian menjadi Kuwu Cerbon pertama. Lama kelamaan dukuh ini berkembang dan ramai dikunjungi para pedagang dan berubah nama menjadi Caruban. Syekh Datuk Kahfi juga memberi julukan pada Pangeran Cakrabuana dengan nama Ki Somadullah. Ki Somadullah ini kemudian menggantikan Kuwu Cerbon pertama, Ki Gedeng Alang-Alang sebagai Kuwu Cerbon kedua dan membangun Keraton Pakungwati dengan gelar Sri Mangana.
Secara kronologis, sosialisasi para pedagang Islam mulai dari kontak hingga terjadi Islamisasi adalah melalui tiga tahapan sebagai berikut :
Perkembangan Cirebon sebenarnya melalui tahap yang panjang hingga memasuki era Islam. Sejak awal masehi, mulai berkembang perdagangan internasional. Perdagangan internasional yang terjadi diberbagai belahan dunia berdampak pula bagi daratan Nusantara. Pengaruh Hindu-Budha lebih dahulu masuk dan memengaruhi masyarakat Nusantara.
Termasuk di Cirebon, di bawah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara (Abad 4-5) dilanjutkan Kerajaan Galuh pengaruh Hindu sangat melekat pada kehidupan masyarakatnya. Pada tahun 1475-1482 M, kedudukan wilayah Cirebon berada di bawah kekuasaan Prabu Anggalarang (Tohaan) di Galuh.
Prabu Anggalarang adalah ayah dari Prabu Siliwangi yang kemudian menjadi Raja Pajajaran. Ketika Prabu Siliwangi berkuasa, daerah Cirebon mulai ramai didatangi para pedagang dari luar Nusantara. Sekitar abad ke XV M, Pelabuhan Cirebon sudah banyak didatangi pedagang muslim. Seperti yang dikatakan Tome Pires bahwa Kerajaan Sunda Pajajaran melarang pedagang muslim terlalu banyak masuk.
Pembatasan terhadap masuknya pedagang muslim ke Cirebon tidak terlalu berjalan lancar, karena pada tahun 1531 sudah banyak orang-orang muslim yang bertempat tinggal di Cirebon.
Hingga pada abad ke XV Cirebon berubah menjadi sebuah Kerajaan Islam yang berdaulat di Nusantara. Menurut sumber dari manuskrip Babad Cirebon, Purwaka Caruban Nagai, dan Negara Kertabhumi pendiri Kerajaan Cirebon adalah Sunan Gunung Jati, seorang tokoh Islam yang dikenal menjadi salah satu anggota dari Walisongo. Dalam buku Cirebon Dari Kota Tradisional ke Kota Kolonial dijelaskan adanya pembukaan lahan untuk pemukiman para pedagang muslim sebelum era Sunan Gunung Jati.
Sebelum Kerajaan Cirebon berdiri di bawah Kekuasaan Sunan Gunung Jati pada 1479 M, sudah ada pemukiman Islam di Cirebon. Kuwu Cerbon yang diberi kuasa oleh Raja Pajajaran menggambarkan bahwa tetap ada toleransi kepada para pedagang Muslim yang menetap di Cirebon hingga akhirnya membaur dengan masyarakat pribumi. Perkembangan selanjutnya adalah berdirinya Kerajaan Cirebon di bawah Sunan Gunung Jati di Cirebon yang menyatukan wilayah Pesambangan dan Lemah Wungkuk di bawah kedaulatan Kerajaan Cirebon.
Sejarah Cirebon Pra Islam atau sebelum Islam dapat ditarik dari abad ke 3-4 Masehi, Cirebon menurut Naskah Negara Kertabumi pada masa ini merupakan bagian kekuasaan Kerajaan Tarumanegara, kala itu di Cirebon telah berdiri Kerajaan Indraprashta di wilayah Sumber, kerajaan tertua di Cirebon ini didirikan oleh Resi Sentanu, seorang Resi Hindu pelarian India.
Pada tahap selanjutnya, selepas runtuhnya Kerajaan Indraprasta karena serangan Kerajaan Medang (Mataram Kuno) di wilayah Cirebon telah berdiri beberapa kerajaan, diantaranya Kerajaan Singapura (Mertasinga-Gunung Jati), Kerajaan Surantaka (Kapetakan), Kerajaan Japura (Astana Japura), ketiganya merupakan Kerajaan bawahan Galuh dan pajajaran.
Sebelum berdirinya kekuasaan politik Islam dibawah kepemimpinan Sunan Gunung Jati, wilayah Cirebon dapat dikelompokkan atas dua daerah yaitu daerah pesisir disebut dengan nama Cirebon Larang dan daerah pedalaman yang disebut Cirebon Girang.
Cirebon Larang adalah sebuah daerah bernama Dukuh Pesambangan dan Cirebon Girang adalah Lemah Wungkuk. Dari Cirebon Larang/Dukuh Pesambangan inilah perdagangan melalui jalur laut berlangsung dan menjadi jalur masuknya Islam di Cirebon.
Cirebon Larang mempunyai pelabuhan yang sudah ramai dan mempunyai mercusuar untuk memberi petunjuk tanda berlabuh kepada perahu-perahu layar yang singgah dipelabuhan yang disebut Muara Jati (sekarang disebut Alas Konda). Kebanyakan pedagang ini adalah pedagang Islam yang singgah dan menetap di Cirebon. Pedagang-pedagang yang menetap membangun daerah komunitas Islam di sekitar pelabuhan Muara Jati.
Pada tahun 1302 AJ (Anno Jawa)/1389 M, dipantai Pulau Jawa yang sekarang disebut Cirebon, ada tiga daerah otonom bawahan kerajaan Pajajaran yang diketuai oleh Mangkubumi yaitu Singapura, Pesambangan, dan Japura.
Setiap daerah memiliki pemimpin sendiri, Singapura/Mertasinga dikepalai oleh Mangkubumi Singapura, Pesambangan (Suranatka) dikepalai Ki Ageng Jumajan Jati, dan Japura dikepalai Ki Ageng Japura. Dari ketiga daerah otonom ini, salah satunya adalah Dukuh Pesambangan yang dalam perkembangannya berubah menjadi Cirebon.
Cirebon pra Islam pada awalnya adalah sebuah daerah yang bernama Tegal Alang-Alang yang kemudian disebut Lemah Wungkuk dan setelah dibangun oleh Pangeran Walangsungsang diubah namanya menjadi Caruban.
Nama Caruban sendiri terbentuk karena diwilayah Cirebon dihuni oleh beragam masyarakat. Sebutan lain Cirebon adalah Caruban Larang. Pada perkembangannya Caruban berubah menjadi Cirebon karena kebiasaan masyarakatnya sebagai nelayan yang membuat terasi udang dan petis, masakan berbahan dasar air rebusan udang (cai rebon).
Menurut Kitab Purwaka Caruban Nagari, Cirebon dulunya bernama Dukuh Caruban. Dukuh Caruban adalah dukuh yang dibangun oleh putra mahkota Pajajaran, Pangeran Cakrabuana/Raden Walangsungsang yang dibantu oleh adiknya Nyai Lara Santang dan istrinya Nyai Indang Geulis. Pangeran Cakrabuana membuka pedukuhan atas perintah gurunya, Syekh Nurul Jati/Syekh Datuk Kahfi.
Pada tanggal 1 Sura tahun 1358 AJ/1445 M, Pangeran Cakrabuana membuka lahan di daerah Tegal Alang-Alang. Pedukuhan yang dibuka oleh Pangeran Walangsungsang dikenal dengan nama Lemah Wungkuk.
Pedukuhan ini sebenarnya telah dihuni oleh seorang nelayan bernama Ki Gedheng AlangAlang/Ki Danusela yang kemudian menjadi Kuwu Cerbon pertama. Lama kelamaan dukuh ini berkembang dan ramai dikunjungi para pedagang dan berubah nama menjadi Caruban. Syekh Datuk Kahfi juga memberi julukan pada Pangeran Cakrabuana dengan nama Ki Somadullah. Ki Somadullah ini kemudian menggantikan Kuwu Cerbon pertama, Ki Gedeng Alang-Alang sebagai Kuwu Cerbon kedua dan membangun Keraton Pakungwati dengan gelar Sri Mangana.
Secara kronologis, sosialisasi para pedagang Islam mulai dari kontak hingga terjadi Islamisasi adalah melalui tiga tahapan sebagai berikut :
- Awal abad Masehi s/d abad IX M. Fase awal-awal kontak komunitaskomunitas Nusantara dengan para pedagang dan musafir dari Arab, Persia, Turki, Syiria, India, Pegu, Cina, dan lain-lain.
- Antara abad IX-XI M, adanya kontak dari para pedagang Islam dengan pribumi Nusantara. Selanjutnya sekitar abad XI-XII M berdiri kantongkantong pemukiman Islam di Nusantara baik di pesisir maupun dipedalaman dengan bukti yang tersebar di Nusantara, antara lain di Pesisir Sumatra, Jawa Timur, Ternate, dan Tidore.
- Abad XIII-XVI M mulai berkembang kekuatan politik dan kerajaankerajaan Islam di Nusantara. Kerajaan yang berkembang di Nuantara mulai mengadakan hubungan dengan Eropa dalam bidang perdagangan terutama rempah-rempah.
Perkembangan Cirebon sebenarnya melalui tahap yang panjang hingga memasuki era Islam. Sejak awal masehi, mulai berkembang perdagangan internasional. Perdagangan internasional yang terjadi diberbagai belahan dunia berdampak pula bagi daratan Nusantara. Pengaruh Hindu-Budha lebih dahulu masuk dan memengaruhi masyarakat Nusantara.
Termasuk di Cirebon, di bawah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara (Abad 4-5) dilanjutkan Kerajaan Galuh pengaruh Hindu sangat melekat pada kehidupan masyarakatnya. Pada tahun 1475-1482 M, kedudukan wilayah Cirebon berada di bawah kekuasaan Prabu Anggalarang (Tohaan) di Galuh.
Prabu Anggalarang adalah ayah dari Prabu Siliwangi yang kemudian menjadi Raja Pajajaran. Ketika Prabu Siliwangi berkuasa, daerah Cirebon mulai ramai didatangi para pedagang dari luar Nusantara. Sekitar abad ke XV M, Pelabuhan Cirebon sudah banyak didatangi pedagang muslim. Seperti yang dikatakan Tome Pires bahwa Kerajaan Sunda Pajajaran melarang pedagang muslim terlalu banyak masuk.
Pembatasan terhadap masuknya pedagang muslim ke Cirebon tidak terlalu berjalan lancar, karena pada tahun 1531 sudah banyak orang-orang muslim yang bertempat tinggal di Cirebon.
Hingga pada abad ke XV Cirebon berubah menjadi sebuah Kerajaan Islam yang berdaulat di Nusantara. Menurut sumber dari manuskrip Babad Cirebon, Purwaka Caruban Nagai, dan Negara Kertabhumi pendiri Kerajaan Cirebon adalah Sunan Gunung Jati, seorang tokoh Islam yang dikenal menjadi salah satu anggota dari Walisongo. Dalam buku Cirebon Dari Kota Tradisional ke Kota Kolonial dijelaskan adanya pembukaan lahan untuk pemukiman para pedagang muslim sebelum era Sunan Gunung Jati.
Sebelum Kerajaan Cirebon berdiri di bawah Kekuasaan Sunan Gunung Jati pada 1479 M, sudah ada pemukiman Islam di Cirebon. Kuwu Cerbon yang diberi kuasa oleh Raja Pajajaran menggambarkan bahwa tetap ada toleransi kepada para pedagang Muslim yang menetap di Cirebon hingga akhirnya membaur dengan masyarakat pribumi. Perkembangan selanjutnya adalah berdirinya Kerajaan Cirebon di bawah Sunan Gunung Jati di Cirebon yang menyatukan wilayah Pesambangan dan Lemah Wungkuk di bawah kedaulatan Kerajaan Cirebon.
Posting Komentar untuk "Sejarah Cirebon Pra Islam"
Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.