Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Asal-Usul Sikap Rasisme Orang Aceh Pada Jawa

Sehingga hari ini, sering kita jumpai di media sosial, akun-akun Facebook yang berlatar belakang berasal dari Aceh bersikap rasis terhadap Suku Jawa. Kebencian akun-akun Facebook yang kebanyakan akun palsu itu tanpak meledak-ledak. Bagi mereka suku Jawa adalah penjajah orang-orang Aceh. Dengan kata lain Indonesia = Jawa dan Jawa adalah Indonesia, bagi mereka tidak ada suku lain di Indonesia kecuali Jawa.

Selain tampak rasisinya, akun-akun yang dimaksud juga tampak sebagai pendukung GAM (Gerakan Aceh Merdeka) suatu gerakan yang ditahun 20005 meletakan senjata selepas Propinsi yang katanya serambi Mekah itu diterjang bencana Sunami.

Darimanakah ajaran Rasis para pendukung Gerakan Aceh Merdeka itu..? hal inilah yang perlu ditelusuri, karena sikap rasis yang demikian itu tentunya tidak mungkin datang tiba-tiba tanpa dilatar belakangi oleh sesuatu hal.

Jika dicermati secara seksama dalam sejarah pendirian GAM, dapatlah dimengerti bahwa Ajaran Rasisme anti Jawa tersebut rupanya buah dari dogma ajaran Hasan Tiro (Pendiri GAM) yang dituangkan dalam sebuah tulisan yang berjudul “ Declaration  Of Independence Aceh-Sumatra”,  dalam bahasa Indonesia kalimat tersebut diartikan “ Deklarasi Kemerdekaan Aceh-Sumatra” atau dikenal juga dengan istilah “Deklarasi Berdirinya GAM”.

Secara keseluruhan, deklarasi GAM memuat 8 Paragraf tentang urian penjajahan di Aceh diawali dan diakhiri dengan sikap rasisme terhadap suku Jawa karena dianggap biang dari keterpurukan dan jatuhnya orang Aceh dalam lubang penjajahan.

Agar supaya pembaca merasakan aroma ajaran Rasis dalam deklarasi tersebut, kami suguhkan 8 paragraf teks deklarasi GAM yang dimaksud disertai bantahan dalam sudut kesejarahan. Berikut uriannya:
Deklarasi Kemerdekaan Aceh-Sumatra
Aceh, Sumatra, 4 Desember 1976
Kepada Rakyat Dunia

Kami, rakyat Aceh Sumatra menghikmatkan hak kebulatan hati kami dan menjaga daerah kekuasaan kami yang ulung kepada tanah air kami, dengan ini menyatakan kebebasan diri kami dan kemerdekaan dari semua kendali politik dari rezim asing di Jakarta dan rakyat asing di pulau Jawa. Tanah air kami Aceh, Sumarta selalu menjadi sebuah Negara berkuasa dan bebas merdeka semenjak dunia ini dimulai. Belanda adalah kekuatan asing pertama berusaha untuk menjajah kami ketika mereka memutuskan berperang melawan Negara kekuasaan Aceh, pada tanggal 26 maret 1873.

Dan pada hari yang sama menginvasi wilayah kami di Bantu oleh prajuritprajurit Jawa. Akibat dari invasi ini sebagaimana tercatat pada halaman terdepan  surat kabar saat itu di sebuah dunia, sebuah surat kabar London Times, pada tanggal 22 April 1873 menuliskan sebuah peristiwa luar biasa pada sejarah penjajahan modern di laporkan dari kepulauan Hindia sebelah timur setelah serangan yang dahsyat dari Eropa telah di kalahkan dan di kendalikan oleh tentara pribumi Negara Aceh. Masyarakat Aceh telah memperoleh kemenangan yang meyakinkan musuh mereka bukan hanya saja di kalahkan, tetapi memaksa musuh untuk menarik kembali pasukannya. Surat kabar New York Time pada tanggal 6 Mei 1873 menuliskan “sebuah peperangan yang penuh harapan terjadi di Aceh, sebuah kerajaan pribumi yang menempati sebelah utara pulau Sumatra. Pemerintah Belanda mengirimkan seorang Jenderal penyerangan dan sekarang kita mempunyai perincian dari hasilnya. Serangan itu terpukul mundur dengan pembantaian hebat. Jendral Belanda terbunuh dan pasukannnya melarikan diri secara mengenaskan. Hal itu sungguh-sungguh memperlihatkan kejadian tersebut
menghabiskan sebagian besar tentara Belanda tersebut. “Kejadian itu telah menarik seluruh perhatian dunia. Presiden USA, Ulyysess. S Grant mengeluarkan proklamasi yang sangat terkenal akan ketidakberpihakan yang bersifat netral antara Belanda dan Aceh.

Pada hari Natal 1873, Belanda menguasai Aceh untuk kedua kalinya. Dan kemudian dimulailah apa yang di sebut oleh majalah Harpers sebagai perang seratus tahun pada hari ini, salah satu dari kejadian berdarah, dan merupakan perang penjajahan paling lama di dalam sejarah manusia. Pada waktu dimana satu setengah rakyat kami mengorbankan hidupnya untuk mempertahankan bangsa
kekuasaan kami, ini yang menjadi pertarungan yang menuju mulainya perang dunia kedua. Delapan nenek moyang yang menandatangani deklarasi itu telah mati pada pertempuran yang panjang itu. Mempertahankan bangsa kekuasaan kami, semuanya sebagai raja atau penguasa berturut-turut dan panglima tertinggi pada kekuatan atas kekuasaan dan kemerdekaan Negara Aceh Sumatra.

Bagaimanapun, ketika perang dunia kedua, Hindia Belanda telah memperkirakan Aceh menjadi musnah. Sebuah kerajaan tidaklah musnah jika keutuhan wilayahnya masih terjaga, tanah air kami, Aceh Sumatra tidak di kembalikan kapada kami, malah sebaliknya tanah air kami di kembalikan kepada orang Jawa bekas pasukan mereka, dengan cara yang sama sekali tergesa-gesa oleh bentukan kekuasaan kolonial. Masyarakat Jawa adalah orang asing dan masyarakat asing bagi kami, masyarakat Aceh Sumatra. Kami tidak mempunyai sejarah politik, ekonomi, budaya, geografi yang berhubungan dengan mereka, ketika hasil dari penaklukan Belanda terpelihara, utuh dan kemudian terwarisi seperti kepada masyarakat Jawa, hasilnya adalah tidak dapat di hindari lagi bahwa
sebuah kerajaan kolonial Jawa akan berdiri di atas tanah air kami, Aceh Sumatra. Tetapi, kolonialisme entah dari kulit putih Eropa atau kulit coklat Jawa, Asia, tidak dapat diterima oleh rakyat Aceh Sumatra.

Penyerah terimaan yang ilegal (tidak sah) pada kekuasaan di atas tanah air kami, oleh yang tua, Belanda, si kolonialis, kepada yang baru si kolonialis Jawa telah dilakukan dalam penipuan politik yang sangat menjijikan. Di abad ini kolonial Belanda mengira telah mengembalikan kekuasaan tanah air kami kepada sebuah bangsa yang baru yang di sebut Indonesia, tetapi Indonesia adalah sebuah
penipuan, sebuah selubung yang menutupi kolonialisme Jawa. Semenjak dunia dimulai, tidak pernah ada masyarakat apalagi sebuah bangsa yang termasuk bagian kita di dunia dengan nama tersebut. Tidak ada orang yang hidup di kepulauan Malay yang secara definisi dari ilmu etnologi, filologi, anthropology, sosiologi, atau ilmu pengetahuan lain yang menemukannya. Indonesia adalah nama baru Belanda, pada seluruh tata nama asing yang tidak melakukan apapun kepada sejarah, bahasa, budaya, atau kepentingan lainnya yang kami miliki. Itu adalah nama baru yang di pertimbangkan dan di gunakan oleh Belanda untuk mengganti nama lama Hindia Belanda Timur. Didalam sebuah usaha untuk menyatukan pemerintahan haramnya. Koloni yang buas sekali, dan neokolonialis Jawa di ketahui ini sangat berguna untuk mendapatkan pengakuan secara curang dari dunia yang tak diduga. Tidak mengetahui sejarah dari kepulauan Malay jika kolonialisme Belanda salah, kemudian kolonialisme Jawa yang mana secara jujur berdasarkan kolonialis Belanda tidaklah bisa menjadi benar. Azas pokok internasional menyatakan : Ex injura just non oritur, yakni kebenaran tidak dapat
di mulai dari kesalahan.

Jawa, meskipun begitu, berusaha mengabadikan kolonialisme yang mana semua kekuatan kolonial Barat telah di tinggalkan dan seluruh dunia mengutuknya. 30 tahun terakhir, masyarakat Aceh Sumatra menjadi sakit bagaimana tanah air kami di eksploitasi dan di kendalikan menuju kondisi hancur binasa yang di lakukan oleh kolonialis Jawa. Mereka telah mencuri milik-milik kami. Mereka sudah merampok kami dari pencaharian kami. Mereka telah memperlakukan kasar terhadap pendidikan anak-anak kami mereka sudah menghasilkan para pemimpin kami. Mereka sudah menaruh masyarakat kami pada rantai tirani, kemiskinan, dan di sia-siakan. Harapan hidup masyarakat kami adalah tiga puluh empat tahun dan terus menurun. Bandingkan hal ini dengan standar dunia yaitu tujuh puluh tahun dan terus meningkat. Di saat Aceh, Sumatra, telah menghasilkan penghasilan di atas 15 milyar dolar US setiap tahun untuk neokolonialis Jawa dan masyarakatnya.

Kami masyarakat Aceh, Sumatra tidak akan berselisih dengan orang Jawa jika mereka tinggal di daerah mereka, dan mereka tidak mencoba untuk berbuat seolah-olah mereka berkuasa atas kami. Dari keadaan di atas, kami memutuskan untuk menjadi tuan rumah kami sendiri. Satu-satunya jalan hidup yang paling berharga, membuat hukum kami sendiri. Saatnya jalan hidup yang paling berharga, membuat hukum kami sendiri. Sebagai keputusan kami untuk menjadi penjamin atas kebebasan dan kemerdekaan diri kami. Sebagaimana kami sanggup untuk menjadi setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia sebagai mana nenek moyang kami selalu lakukan. Dan waktu dekat, untuk menjadi penguasa di atas tanah air kami.

Semua ini di karenakan tanah kami adalah berkah dari yang maha kuasa yang berlimpah dan dirahmati. Kami tidak menginginkan wilayah kekuasaan asing, kami bertujuan menjadi kontributor yang berharga untuk kesejahteran manusia di dunia. Kami menawarkan persahabatan kepada semua masyarakat dan kepada semua pemerintahan dari semua penjuru dunia.

Atas nama kekuasaan orang Aceh-Sumatra

Teuku Hasan M Tiro

Tulisan Hasan Tiro di ata jelas penuh sikap Rasisme dan Kedustaan, dia menuduh orang Jawa sebagai pewaris Kolonial Belanda yang menjajah Aceh, padahal Belanda sendiri diusir oleh orang-orang Jawa dibantu suku-suku lainnya dalam perang Kemerdekaan pada 1945-1949, selain itu Hasan Tiro juga mencoba menutupi fakta bahwa masuknya Aceh kedalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah juga karena perjuangan orang Aceh, tidak ada sama sekali paksaan di didalamnya. 

Hasan Tiro juga menggunakan fakta sejarah banyaknya tentara Belanda dari Jawa yang dahulu bergabung dengan Belanda untuk menaklukan Aceh sebagai alasan bahwa orang Jawa secara keseluruhan jahat dan pewaris Belanda, padahal selain dari Jawa pasukan KNIL atau Marsose sekalipun juga dihuni oleh suku-suku lain, termasuk para penghianat dari Aceh sendiri.

Kebencian Hasan Tiro pada orang Jawa ini jelas mengada-ngada dan penuh dusta, namun nasi sudah menjadi bubur, ajaran dusta tersebut sekarang agaknya meracuni sebagian orang-orang Aceh, terutamanya orang-orang yang menghendaki keluar dari NKRI.

Posting Komentar untuk "Asal-Usul Sikap Rasisme Orang Aceh Pada Jawa"