Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Dipati Cangkuang Raja Dari Garut

Pada abad ke 15 Cangkuang merupakan Kerajaan bawahan Pajajaran, wilayah kekuasaanya meliputi sebagian Garut dan Kuningan Sekarang. Pada masa Sunan Gunung Jati Cangkuang diperintah oleh Pucukumun, atau Raja yang bernama Permadi Puti, orang Cirebon menyebutnya Ratu Dipati Cangkuang. 

Bukti sejarah eksistensi Cangkuang sebagai sebuah Kerajaan adalah dengan ditemukannya candi Hindu di daerah itu, masyarakat menyebutnya dengan nama Candi Cangkuang. Sementara itu Cangkuang dalam jaman ini hanya sebuah desa yang masuk pada wilayah Kabupaten Garut Jawa Barat. 
Meskipun Dipati Cangkuang ini merupakan seorang Raja, akan tetapi rupanya beliau ini lain daripada yang lain, beliau rela meninggalkan harta dan singghasananya hanya demi mencari petunjuk hidup, sebab dalam mimpinya beliau mendapatkan wisik bahwa:

“Jika sang Raja ingin mendapat kebahagiaan hidup yang sejati maka ia harus menemukan udang jantan dan udang betina yang sejodoh” beliau pun kemudian berangkat bersama patihnya, Patih Kering namanya, untuk berkelana mencari udang sesuai petunjuk mimpinya, hingga sampailah kemudian keduanya di laut Cirebon. 

Kisah mengenai pengembaraan Raja Cangkuang untuk mencari sepasang udang jantan dan betina itu, dikisahkan dalam naskah Mertasinga pada pupuh IX.25-X.09. Adapun kisah selengkapnya adalah sebagai berikut:

Pada suatu ketika, Sunan Gunung Jati berpergian ke tepi laut. Di sana beliau melihat Dipati Cangkuang bersama patihnya berada di atas perahu terombang-ambing di atas laut. Keduanya berada di atas perahu sedang mencari apa yang dilihat sang Dipati dalam mimpinya.

Sang Dipati dalam mimpinya menerima petunjuk yang mengatakan bahwa jika dia ingin mendapat kebahagiaan hidup, dia harus mencari udang jantan dan betina yang sejodoh. Itulah mengapa sang Raja bersama patihnya terombang-ambing diatas lautan.

Sudah lama keduanya mencari, akan tetapi belum juga memperoleh apa yang dicarinya, walaupun telah membawa serta jala pukat penangkap ikan. Keduanya kemudian dipanggil oleh Sunan Gunung Jati, lalu mereka turun dari perahunya, dan keduanya pun menemui Sunan Gunung Jati kemudian menceritakan maksud mereka kepada Sunan Gunung Jati.

Kemudian Sunan Gunung Jati berkata “He Raja Cangkuang dan Ki Patih, sesungguhnya yang dimaksud udang betina itu adalah Babu Dampul[1], dan yang dimaksud udang jantan itu adalah diriku sendiri, janganlah tuan-tuan salah menafsirkan” begitu penjelasan Sunan Gunung Jati.

Mendengar penjelasan demikian, Dipati Cangkuang kemudian bersedia mengikutinya. Kemudian Sunan Gunung Jati berkata padanya: “Pada kenyataannya, tiada perbedaan antara mati dan hidup. Makan dan minum ataupun menyandang kebesaran. Dalam saban harinya kita hanya beruapaya mencari dunia, padahal yang dicari itu hanya bersifat Fana. Itulah nyatanya dunia”

Mendengar kata-kata Sunan Gunung Jati demikian, air mata Dipati Cangkuang menetes, hatinya tersentuh, ia ingin masuk Agama Islam. Sang Raja kemudian segera diajarkan kalimat sahadat. Sesudah Dipati Cangkuang menerima ajaran utama itu, Patih Kering pun kemudian ikrar masuk Agama Islam.

Setelah peristiwa itu, Dipati Cangkuang tidak lagi kembali ke Cangkuang menjadi Raja, beliau lalu diganti namanya menjadi Pangeran Carbon Girang. Dipati Cangkuang pun bersyukur, karena dengan demikian telah pulih kembali hubungan kekeluargaannya. Karena Dipati Cangkuang yang sesungguhnya bernama Permadi Puti ini, adalah Putera Prabu Siliwangi dari Pajajaran. 

Sekarang Dipati Cangkuang sudah gembira, karena disamping beliau dapat berkumpul dengan keponakannya (Sunan Gunung Jati) beliau juga kemudian dijadikan Penguasa di Cirebon Girang. Begitulah kisah mengenai Dipati Cangkuang, seorang Raja asal tanah Garut yang rela meninggalkan tahta demi masuk agama Islam. 

Catatan Kaki
[1] Dalam Naskah Mertasinga Babu Dampul disebutkan sebagai Seorang wanita Asal Mesir, Kerabat Sunan Gunung Jati dari Pihak Ayah, beliau dikisahkan sebagai Cucu Dari Raja Qhadara. Wanita ini dikisahkan sebagai wanita yang besar badanya mencapai tiga depa. Selain itu beliau juga dikisahkan mengikat sumpah dengan Sunan Gunung Jati untuk menikah di akhirat kelak.