Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sebab Musabab Dihukum Matinya Syekh Siti Jenar (Naskah Mertasinga Pupuh 31.17-32.05)

Dalam Naskah Mertasinga Pupuh 31.17-32.05 diceritakan bahwa para Wali di tanah Jawa biasa melaksanakan pertemuan antar para Wali membahas masalah-masalah umat dan agama.

Pelaksanaan pertemuan ini diadakan setiap hari jumat, pelaksanaanya dilaksanakan di tiap-tiap tempat yang berbeda. Demak, Giri Gajah, Gunung Cermai dan Masjid Pakung Wati adalah tempat-tempat pertemuan para Wali yang disebutkan  dalam naskah ini. 


Dalam pertemuan di Masjid Pakungwati (Nama lain Masjid Sang Cipta Rasa) rupanya disepakati menganai tema pertemuan yaitu agar semua Wali memaparkan Aqidahnya masing-masing dengan tanpa ditutup-tutupi dan harus jujur. 

Yang mengungkapkan pertama-tama mengenai Aqidah keislaman adalah Sunan Bonang. 

Sunan Bonang berkata:“Allah adalah dzat yang patut disembah, dan tidak ada lagi dzat yang layak disembah selain-Nya

Sunan Gung Jati berkata:“Yang dimaksud Allah itu adalah dzat yang maha agung, mempunyai sifat Wajib, Muhal dan Zaiz

Sunan Kalijaga berkata:“Yang dimaksud Allah itu adalah dzat yang awal dan yang akhir tidak ada yang semisal dengan-Nya”.

Sunan Benthong berkata:“Yang dimaksud Allah itu, bukan ini bukan itu, sebab tidak ada yang menyamai-Nya

Pangeran Kejaksan berkata:“Yang dimaksud Allah itu bukan ini, bukan itu sebagaimana mahluk, dan jikalau mahluk maka dipastikan bukan Allah”.

Panegeran Majagung berkata:“Yang dimaksud Allah itu adalah dzat yang maha esa, bukan dua, tiga sebab dua dan tiga itu bukan maha esa

Sunan Giri berkata: “Yang dimaksud Allah itu adalah dzat yang tida yang tahu gamabaran-Nya”.

Pangeran Makdum berkata: “Allah itu tida mengenal arah dan tempat, akan tetapi sudah pasti ada-Nya”.

Sunan Kudus berkata: “Allah itu tiada dzat yang tiada bandingnya, tidak akan terdidur baik siang maupun malam”.

Maulana Magribi berkata:“Yang dimaksud Allah itu adalah dzat yang tidak berjasad, maka setiap yang berjasad itu pastinya bukan Allah”.

Kemudian Syekh Lemah Abang berkata dengan angkuhnya: “ Akulah Allah, tidak ada Allah lain selain aku”. 

Mendengar perkataan Syekh Siti Jenar itu, Pangeran kejaksan menyahut: “Bukankah tuan berjasad, maka mustahil tuan Allah..!!!”.

Syekh Siti Jenar menjawab dengan sengit: “Tidak, aku adalah Allah, dan kamu tidak membawa-Nya dan lagipula dimana lagi ada-Nya, sebab tidak adalagi selain aku”. 

Pangeran Kejaksan kemudian mengingatkan: “Paduka Tuan, jangan berkata demikian nanti Tuan akan memperoleh hukuman”. 

Syekh Siti Jenar menjawab lagi “Aku tidak takut dihukum, aku berani kapan saja dijatuhi hukman, karena aku sesungguhnya Allah”.

Sunan Kudus kemudian menyahut “Hukuman pasti akan dijatuhkan”.

Kemudian di jawab oleh Syekh Siti Jenar “Jangan banyak bicara, kapan saja boleh dilasanakan” ucapan tersebut diucapkan sambil meninggalkan tempat pertemuan dan kemudian Syekh Siti Jenar menambahkan “ besok berani sekarang berani, dan sudah sepatutnya aku mempetahankan aqidahku” . 

Demikianlah kisah latar belakang dijatuhi hukuaman matinya Syekh Siti Jenar menurut naskah Mertasinga.

Setelah peristiwa itu, kemudian untuk selanjutnya Syekh Siti Jenar di hukum mati di Cirebon

Dan kemudian pada nantinya ada juga murid Sykeh Siti Jenar yang menuntut balas atas dihukum matinya gurunya itu, beliau bernama Datuk Pardun.