Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Duel Gajah Mada Vs Tujuh Pejabat Dharmaputra

Pada masa Raden Wjaya memerintah, diangkat sebanyak tujuh orang pejabat yang disebut Dharmaputra, Jabatan ini adalah Jabatan khusus bagi putra-putra terbaik negara yang dianggap telah mendarmakan hidupnya untuk Raja[1]. Ketujuh orang Dharmaputra ini adalah Ra Kuti, Ra Semi, Ra Pangsa, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Tanca. 

Dari ke tujuh Dharmaputra tersebut yang sangat terkenal adalah Rakuti dan Ra Tanca. Rakuti terkenal karena berhasil menduduki Istana Kerajan dan memproklamirkan diri secara sepihak menjadi Raja Majapahit, sementara Ra Tanca terkenal karena mampu membunuh Jaya Negara, Raja Majapahit kedua. 

Baik Ra Kuti Maupun Ra Tanca keduanya mati megenaskan, sebabnya karena kalah duel dengan Gajah Mada, pada waktu itu Gajah Mada hanya seorang Prajurit kelas teri (Bekel Bhayangkara), yaitu Prajurit yang kerjaanya berdiri mematung di depan Istana dalam rangka menjaga keamanan Rajanya.

Latar Belakang Duel Gajah Mada VS Tujuh Dharmaputra

Pada masa Raden Wijaya memerintah Majapahit, Dharmaputra merupakan pejabat kesayangan sang Raja. Dari ketujuh Dharmaputra yang diangkat, semuanya mempunyai jasa dan keahlian masing-masing, seperti Ra Tanca diangkat menjadi Dharmaputra karena dia berhasil menyembuhkan penyakit mematikan yang diderita Raja. Ra Kutih diangkat menjadi Dharmaputra karena cakap dalam kemeliteran dan membanggakan Negara. Begitupun dengan yang lainnya, mempunyai keahlian dan jasanya masing-masing. 

Selepas kematian Raden Wijaya, yang menjadi Raja selanjutnya adalah Jaya Negara, anak laki-laki satu-satunya Raden Wijaya dari seorag wanita Melayu. Raja ini diceritakan sebagai Raja muda yang otaknya banyak dipengaruhi oleh Dyah Halayuda, seorang Patih licik yang menghalalkan segala cara.

Kebijakan-kebijakan Raja banyak dipengaruhi oleh hastuan Dyah Halayuda, sehingga para Pejabat Majapahit banyak yang disengsarakan dalam jaman ini, Pejabat-pejabat yang bersebrangan dengan Dyah Halayuda satu persatu dibunuh atas nama Kerajaan, tuduhunnya macam-macam, ada yang dianggap tidak becus bertugas sampai pada dituduh memberontak.

Gesekan Dharmaputra dengan pemerintah Majapahit dimulai dari peristiwa pembunuhan Patih Nambi. Pada 1316 ayah Patih Nambi yang bernama Pranaraja meninggal dunia di Lumajang. Salah satu anggota Dharmaputra yaitu  Ra Semi ikut dalam rombongan pelayat dari Majapahit. Kemudian terjadi peristiwa tragis di mana Nambi difitnah melakukan pemberontakan oleh Dyah Halayuda. 

Karena percaya dengan Dyah Halayuda Raja Jaya Negara kemudian menghukum Nambi. Saat pasukan Majapahit datang menyerang, Ra Semi masih berada di Lamajang bersama anggota rombongan lainnya. Mau tidak mau ia pun bergabung membela Nambi. Akhirnya, Nambi dikisahkan terbunuh beserta seluruh pendukungnya, termasuk Ra Semi. Kisah tersebut dituturkan dalam naskah kidung Sorandaka[2]

Setelah peristiwa terbunuhnya Ra Semi, keenam anggota Dharmaputra yang masih hidup menyimpan dendam terhadap Jaya Negara dan Dyah Halayuda, amat dimaklumi sebab diantara ke tujuh anggota Dharmaputra tersebut terdapat ikatan batin satu sama lainnya. Terlebih-lebih pada waktu itu Roda Pemerintahan Majapahit dijalankan tidak becus semenjak Jaya Negara memerintah. 

Puncaknya pada 1319 Ra Kuti bersama anggota Dharmaputra lainnya berhasil mempengaruhi pejabat-pejabat tinggi Majapahit untuk memberontak, dalam pemberontakan ini Ra Kuti berhasil merebut istana dan membunuh Dyah Halayuda. Sementara Jaya Negara sendiri berhasil diselamatkan oleh Gajah Mada ke suatu tempat yang jauh dari Istana. 
Ilustrasi Iring-Iringan Pengamanan
Dalam pemberontakan itu satu-satunya anggota Dharmaputra yang tidak ikut-ikut adalah Ra Tanca. Amat dimaklumi karena Ra Tanca merupakan seorang Tabib yang tak minat dengan urusan politik, lagipula ia seorang lembut yang tak pandai silat. 

Setelah keberhasilan Ra Kuti merebut Istana Raja, kemudian Ra Kuti dengan gegabah mengangkat diri sebagai Raja Majapahit. Terang saja hal ini membuat pecah kaum pemberontak yang dipimpinnya, sebab mereka memberontak bukan untuk melawan Negara tapi bertujuan untuk menggulingkan Jaya Negara untuk kemudian pemerintahan selanjutnya diserahkan kepada keturunan pendiri Majapahit lainnya. Bukan malah merajakan Ra Kuti yang seorang sudra. 

Duel Gajah Mada Vs Rakuti

Dalam tempat persembunyiannya, Gajah Mada menjaga betul Rajanya dari ancaman pembunuhan pasukan Ra Kuti, selain itu ia juga kadang memasuki Ibu Kota Kerajaan guna memata-matai perkembangan kekinian dalam Ibu Kota. Mendapati sebagaian besar Pejabat Kerajaan tidak setuju dengan di Rajakannya Ra Kuti. 

Gajah Mada memanfaatkan suasana. Ia mempengaruhi pejabat-pejabat tinggi tersebut guna menggulingkan Ra Kuti dari tahta, sambil menjanjikan bahwa nantinya Jaya Negara akan berubah dalam memerintah selepas disingkirkannya Ra Kuti dari Shinggasana. Mereka pun kemudian setuju dengan usulan Gajah Mada.

Setelah rencana penyusunan Penggulingan Ra Kuti di rencanakan dengan matang, pasukan Gajah Mada kemudian menggempur Istana dibantu oleh orang dalam Istana yang tidak setuju dengan Ra Kuti, dalam peristiwa ini terjadi duel antara Gajah Mada dengan Ra Kuti yang dibantu Ra Pangsa, Ra Wedeng, Ra Yuyu, dan Ra Banyak. Kelimanya kemudian dapat dibunuh Gajah Mada. 

Selepas kejadian itu, kemudian Gajah Mada membersihkan Istana dari pendukung Ra Kuti, baru kemudian setelah itu Raja Jaya Negara kembali dipulangkan ke Istana. Dan mulai setelah itu Majapahit kembali aman terkendali. 

Gajah Mada untuk selanjutnya, tidak lagi tinggal di Majapahit, ia ditarik ke Daha dan dianugerahi Jabatan sebagai Patih di Kerajaan Daha, Negara bawahan Majapahit, yang menjadi penguasa  Daha pada waktu itu adalah Dyah Wiyat[3]. Meskipun Gajah Mada kini telah menjadi Patih Daha akan tetapi dikabarkan ia masih sering dipanggil ke Istana Majapahit oleh Jaya Negara. 

Setelah berlalunya waktu, Rupanya Jaya Negara kembali kumat, ia kembali memerintah dengan semena-mena. Adik-adik perempuan tirinya termasuk Dyah Wiyat yang waktu itu Menjadi penguasa di Daha dilarang menikah, bahkan ia berencana menikahi adik-adiknya. Tujuanya agar ia tetap menguasai seluruh Negara tanpa harus terbagi-bagi. 

Kelakuakan Raja Jaya Negara ini kemudian memacing emosi Ra Tanca anggota Dharmaputra yang satu-satunya masih hidup, ia muak dengan kelakukan Rajanya. Ia pun kemudian meberikan masukan kepada Gajah Mada agar ia mau mencegah kelakuan buruk Rajanya. Tapi Gajah Mada sepertinya tak mau tahu dan tak mau menggubris.

Duel Gajah Mada Vs Ra Tanca

Pada suatu ketika, Jaya Negara terkena sakit bisul Kronis. Bisulnya dikabarkan membengkak sehingga ia tak sanggup lagi untuk berjalan, Gajah Mada dipanggilnya ke Istana. Dan untuk mengobati sang Raja dipanggilah Ra Tanca ke Istana. Dalam kamar operasi, yang pada waktu itu didalamnya hanya ada Ra Tanca, Raja Jaya Negara dan Gajah Mada kejadian yang tak terduga-duga terjadi.

Ra Tanca Menusuk Raja Jaya Negara dengan sebilah kerisnya, terang saja Jaya Negara meronta-ronta menerima ajalnya. Mendapati keadaan tersebut, Gajah Mada kemudian membanting Ra Tanca hingga berkalang tanah, duel antara keduanya kemudian tak terelakan. Namun, karena Ra Tanca bukan seorang pesilat ia kemudian dapat di bunuh oleh Gajah Mada dengan mudah. 

Setelah peristiwa itu, kemudian karir Gajah Mada semakin cemerlang, jika dahulu ia hanya seorang prajurit kelas teri, maka setelah peristiwa kemenangannya dalam duel dengan anggota Dharmaputra ia kemudian seketika memperoleh jabatan yang tinggi, pada awalnya selepas ia mengalahkan Ra Kuti ia diangkat menjadi Patih di Daha, selanjutnya ia menjabat sebagai Mahapatih (Menteri Besar) dan Amangkubhumi (Perdana Mentri) selepas berhasil membunuh Ra Tanca.

Maka tanpa adanya peristiwa pemberontakan yang dilakukan oleh anggota Dharmaputra sebagaimana yang telah dipaparkan di atas maka tidak akan ditemui dalam sejarah coretan mengenai Mahapatih Amangkubhumi Gajah Mada. Maha Patih dan Amangkubhumi tersbesar dalam sejarah Majapahit. 

Catatan Kaki
[1] Jabatan yang berlaku di kerajaan Majapahit yang hanya disebutkan dalan Naskah Pararton
[2] Kidung Sorandaka adalah Naskah Jawa  Ditulis pada 1676 Saka atau 1754
[3] Dyah Wiyah Dalam Pararaton Adalah Adik Jaya Negara yang menjadi Penguasa Daha, nama aslinya Rajadewi Maha Rajasa

6 komentar untuk "Duel Gajah Mada Vs Tujuh Pejabat Dharmaputra"

  1. Ratanca dan gajahmada
    Ada yg janggal
    Raja dibunuh gajahmada lalu ra tanca jadi saksi hidup kemudian dibunuhnya
    Karena
    .gajahmada merasa sakit hati ratu tribuana tungga dewi pernah dilecehkan sang prabu sehingga gajahmada membunuh nya
    Supaya tidak ada prnyelidikan lebih lanjut gajahmada membunuh ratanca

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada juga memang yang berasumsi kaya gitu, tapi itu masih dugan-dugaan.

      Hapus
  2. Cerita sejarah majapahit sangat bagus utk di ikuti dan di pelajari sebagai renungan dan pegangan hidup.

    BalasHapus
  3. Gajah Mada pengecut terhina yg pernah saya dengar

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emangnya kamu tau apa soal sejarah jk BKN krn kegigihan Gajah Mada dlm melksnkan sumpahnya menyatukan Nusantara plng Indonesia cm ada di Jawa sj..dsr anak singkong

      Hapus
  4. Perang bubat yg membuat reputasi gajah mada hancur.

    BalasHapus

Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.