Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keadaan Bangsa Arab Sebelum Islam

Keadaan Bangsa Arab Sebelum Datangnya Islam dalam artikel ini menyangkut mengenai tiga hal saja yaitu keadaan Sosial, Politik, dan Pendidikan Bangsa Arab adapun penjelasan rinci dari dari ketiganya adalah sebagai berikut:

Keadaan Sosial Bangsa Arab Sebelum Islam
Kondisi kehidupan Arab menjelang kelahiran Islam secara umum dikenal dengan sebutan zaman sebelum datangnya islam. Hal ini dikarenakan kondisi sosial politik dan keagamaan masyarakat Arab saat itu. Hal itu disebabkan karena dalam waktu yang lama.

Masyarakat Arab tidak memiliki nabi, kitab suci, ideologi agama dan tokoh besar yang membimbing mereka. Mereka tidak mempunyai sistem pemerintahan yang ideal dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral. Pada saat itu, tingkat keberagamaan mereka tidak berbeda jauh dengan masyarakat primitif. Dengan demikian maka hal-hal tersebut dapat membentuk kondisi soasial bangsa Arab.

Bangsa Arab memiliki karakter yang positif seperti pemberani, ketahanan fisik yang baik, daya hafal yang baik, hormat akan harga diri dan martabat, penganut kebebasan, loyal terhadap pimpinan, pola hidup sederhana ramah, ahli syair dan sebagainya. Tapi karakter baik mereka terkikis oleh kesebelum datangnya islaman mereka.

Mereka melakukan kebiasaan-kebiasaan buruk seperti minum khamr (arak) sampai mabuk berzina, berjudi, merampok, dan sebagainya. Mereka menempatkan perempuan pada kedudukan yang sangat rendah. Perempuan dipandang ibarat binatang piaraan dan tidak memiliki kehormatan dan kekuatan untuk membela diri. Laki-laki memiliki kebebasan untuk menikah dan menceraikan semaunya.

Tradisi yang terburuk di masyarakat Arab adalah mengubur anak-anak perempuan mereka secara hidup-hidup. Mereka merasa terhina dan malu memiliki anak perempuan dan marah bila istrinya melahirkan anak perempuan. Mereka menyakini bahwa anak perempuan akan membawa kemiskinan dan kesengsaraan. Selain itu, sistem perbudakan berlaku di masyarakat Arab.

Para majikan memiliki kebebasan mempelakukan budanyaknya. Mereka punya kebebasan menyiksa budaknya, bahkan memperlakukan budaknya seperti binatang dan barang dagang yang bisa dijual atau dibunuh. Posisi budak tidak memiliki kebebasan hidup yang layak dan manusiawi.

Keadaan Politik Bangsa arab Sebelum Islam
Ditinjau dari segi politik, masyarakat Arab sebelum Islam dapat dibagi menjadi dua bagian berdasarkan atas batas territorial yaitu:

Penduduk kota (alhadharah)yang tinggal di kota perniagaanzazirah Arabia seperti Makkah dan Madinah. Kota Makkah merupakan kota penghubung perniagaan Utara dan Selatan. Para pedagang dengan kabilah-kabilah yang berani membeli barang dagangan dari India dan Cina di Yaman dan menjualnya ke Syiria di Utara.
Penduduk pedalaman yang mengembara dari satu tempat ke tempat lain. Cara mereka hidup adalah nomaden, berpindah dari suatu daerah ke daerah lain, mereka tidak mempunyai perkampungan yang tetap dan mata pencaharian yang tepat bagi mereka adalah memelihara ternak, domba dan unta.

Sebelum datangnya Islam, ada tiga kekuatan politik besar yang mempengaruhi politik Arab. Yaitu kekaisaran Nasrani Bizantium, kekaisaran persia memeluk agama Zoroaster, serta Dinasti Himyar yang berkuasa di Arab bagian selatan.

Kekaisaran Bizantium yang beribukota di konstantinopel merupakan bekas Imperium Romawi masa klasik. Pada permulaan abad ke-7, wilayah imperium ini telah meliputi Asia kecil, Siria, Mesir dan sebagian daerah Italia, serta sejumlah kecil wilayah di pesisir Afrika Utara juga beradadi bawah kekuasaannya.

Sedangkan kekaisaran Persia berada di bawah kekuasaan dinasti Sasanid (Sasaniyah).Ibu kota Persia adalah al-Madana’in, terletak sekitar dua puluh mil di sebelah tenggara kota Baghdad yang sekarang. Wilayah kekuasaannya terbentang dari Irak dan Mesopotamia hingga pedalaman timur Iran serta Afganistan.

Kondisi politik zazirah arab terpengaruhi oleh dua hal pertama interaksi dunia arab dengan kekaisaran bizantium dan Kedua, persaingan antara agama Yahudi, Nasrani dan Zoroaster. Bangsa Arab terdiri beberapa suku. Mereka memiliki rasa cinta berlebihan terhadap sukunya.

Keadaan  Pendidikan Bangsa Arab Sebelum Islam 
Pada umumnya ilmu-ilmu bangsa Arab berbentuk pengetahuan bahasa, hukum bahasa, aturan-aturan syair, dan tutur bicara mereka”. Orang Arab merupakan bangsa yang menguasai berita-berita, sumber informasi perjalanan dan kunjungan ke kota-kota.

Selain itu, mereka juga menguasi pengetahuan tentang waktu terbit dan tenggelamnya bintang-bintang, dan ilmu-ilmu rasi dan perkometan, yang didasarkan kepada apa yang mereka ketahui bahwa ilmu cukup membantu dan atas dasar pengalaman mereka yang lama karena mereka sangat membutuhkan ilmu tersebut untuk mendukung penghidupan mereka, bukan atas dasar metode-metode keilmuan atau bukan karena kepentingan mereka untuk memperdalami pengetahuan tentangnya.

Sumber lainnya menyatakan bahwa bangsa Arab telah mahir dalam mengobati luka dan penyakit mata. Kondisi ini didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa secara khusus mereka melakukan penguasaan secara khusus terhadap ilmu-ilmu perdukunan, ilmu suara, ilmu ramalan, ilmu medis, ilmu sajak, ilmu mimpi, metode-metode menulis dengan tongkat di atas pasir hingga kemampuan mereka untuk menyembuhkan penyakit kuda, penguasaan mereka dalam bidang ilmu melempar senjata dan panah, ilmu tentang turunnya hujan, ilmu deskrifsi tentang hujan, ilmu tentang awan dan jenis-jeninya. 

Pengetahuan mereka tentang ilmu navigasi, dan ilmu-ilmu produksi lainnya yang bermacam-macam. Dan tidak diragukan lagi bahwa syair adalah ilmu yang paling dikuasi kebanyakan bangsa Arab.

Setelah kita memahami sejauhmana perkembangan ilmu pengetahuan bangsa Arab jaman Sebelum datangnya islam, berikut adalah beberapa kondisi objektik secara umum yang berkaitan dengan dasar-dasar pendidikan bangsa Arab zaman Sebelum datangnya islam.

Tujuan pendidikan bangsa Arab zaman Sebelum datangnya islam secara ringkas bertujuan untuk mempersiapkan diri untuk berkembang (maju) yang secara aksiomatik bertujuan untuk menjaga keberlangsungan hidup mereka.

Maka seorang anak akan dilatih untuk melakukan pekerjaan ayahnya agar dikemudian nanti ia mampu bekerja untuk mendapatkan penghidupan (pangan), memiliki pakaian (sandang) dan memiliki ruamh (papan), dan agar mereka siap dan mampu menghadapi musuh-musuhnya dan mampu mengalahkan tantangannya.

Tujuan pendidikan seperti itu di era sekarang diarahkan untuk menghasilkan sebuah produk dan pendidikan profesi, seperti teknik, kedokteran, arsitektur, seni patung, pertukangan dan jurusan-jurusan lainnya dipandang mampu menghasilkan rezeki dan meringankan beban hidup.

Di atas segalanya, bahwa tujuan pendidikan pada masa Arab Sebelum datangnya islam bertujuan untuk menyebarkan tradisi baik dan menanamkan sifat-sifat akhlaqiyah yang terkenal pada masa Arab dulu.

Keluarga merupakan perantara utama dalam pendidikan bagi bangsa Arab Baduy. Keluarga biasanya mengambil seorang istri dari orang yang memiliki hubungan nasab dan keterkaitan kekerabatan untuk menjalankan pendidikan, atau memilih wanita yang dipadang paling tua dalam keluarga.

Ketika seorang anak diambil dari keluarga dan ibunya, wanita (pendidik) itulah yang mengajarkan kepada anak tersebut untuk mampu membuat pakaian atau membangun rumah, darinya diperoleh pengetahuan tentang cara-cara menjauhkan diri dari musuh dan mempelajari beberapa pengetahuan praktis lainnya.

Beberapa cabang ilmu yang populer itu diantaranya: berburu, melempar, membidik, mempersiapkan alat-alat tempur, membuat kerajinan bejana, menyamak kulit, memintal wol, merajut pakaian, dan belajar berjalan.

Jika dibandingkan dengan pendidikan modern, pendidikan masa itu dapat dibilang unggul. Pendidikan di zaman sekarang dapat dikategorikan kepada dua kelompok: tingkat dasar (ibtida) dan tingkat tinggi (aliyah). Dari kategorisasi ini diperoleh pemahaman bahwa diperlukan pembelajaran dan penguasaan khusus atas keduanya.

Anak pada tingkat pendidikan dasar belajar mengeja, muthala’ah, ilmu hitung dan kaidah-kaidah bahasa. Sedangkan pada tingkat tinggi diajarkan ilmu-ilmu teknik ilmiah, ilmu falak, kedokteran, arsitektur, melukis, kebudayaan dan ilmu sejarah.

Berkenaan dengan kurikulum dan silabus pembelajaran pada masyarakat Arab Baduy zaman sebelum datangnya islam secara umum tidak ditemukan adanya kurikulum dan silabus yang khusus, baik dalam pendidikan keterampilan maupun peradaban.

Mereka berpegang kepada peradaban, etika, dan pengetahuan melalui taqlid atau berdasarkan nasihat dan pepatah dari ayah, ibu atau orang-orang pandai cendikia dari kalangan kerabat dekat atau para tetokoh masyarakat.

Terkadang mereka juga memperolehnya melalui jalan kontemplasi melalui intuisi yang tajam tentang makna-makna yang luhur, pemikiran yang kuat dan daya imajinasi yang mendalam.

Di era modern, pendidikan mengacu kepada objek-objek khusus dan kurikulum-kurikulum yang sudah ditentukan, hanya saja seringkali tidak memberikan pemahaman yang bagus dan hasil yang bermutu. Pendidikan pada bangsa Arab masa sebelum datangnya islam bersifat individu, dengan demikian seorang pendidik memiliki waktu dan kesempatan khusus untuk melaksanakan proses penddiikannya.

Dalam mengajarkan teknik menulis, seorang pendidik dia menggunakan “malmul” (besi/papan yang dicetak/dilukis: semacam stempel), dengan alat itu ia menuliskan materi pelajarannya pada papan tulis yang terbuat dari tanah lembut, kemudian memadatkannya dan menyerahkannya kepada muridnya setelah itu murid menyalin cetakan (hasil gurunya) pada papan tulis miliknya. Para peneliti telah menemukan alat-alat tulis tersebut di sisa-sisa reruntuhan kota mereka.

Berkenaan dengan keberadaan sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan pada masa Arab Sebelum datangnya islam, tidak ada sumber informasi yang mengakui keberadaanya. Yang ada bahwa pada masa arab Sebelum datangnya islam ada beberapa tempat dimana masyarakat berkumpul dan berhimpun di tempat itu.

Tempat itu adalah pasar dan majlis-majlis kebudayaan. Pada majlis kebudayaan bangsa Arab berkumpul untuk saling mengumandangkan syair-syair dan berpidato, saling bertukar informasi dan melakukan diskusi (pembahasan) bersama berkaitan dengan kejadian-kejadian tertentu. Mereka menyebutnya dengan “anadiyah” (club), dimana salah satu dari bagiannya adalah “nadi al-Quraiys” (Club bangsa Arab Quraisy).

Sedangkan pasar berfungsi sebagai tempat berkumpulnya masyarakat pada waktu-waktu tertentu untuk mengadakan jual beli. Saat itulah bangsa Arab hadir di pasar dengan segala kemegahannya, menyanyikan syair-syair, menyampaikan orasi dan saling berbalas.