Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kemakmuran dan Kejayaan Kerajaan Kediri Menurut Berita Cina dan Lokal

Kerajaan Kediri menurut berita Cina adalah Kerajaan Kuat dan Kaya, waktu itu didunia ada 3 Kerajaan yang kuat dan Kaya, yaitu Abasiyah yang berpusat di Arab, Sriwijaya yang berpusat di Sumatra dan Kediri yang berpusat di Jawa, begitulah berita yang disampaikan Chou Ku-fei pada tahun 1178.

Sementara menurut berita lokal, munculnya Kediri di Nusantara membuat ketar-ketir Sriwijaya, keduanya bahkan sempat saling serang namun untuk menghindari kehancuran dan penderitaan rakyat maka dibuatlah kemudian perjanjian damai Kediri-Sriwijya, dalam perjanjian ini disepakati mengenai pembagian wilayah kekuasaan kedua Kerjaan, keduanya berjanji tidak saling menggangu satu sama lain.

Menurut berita Cina sebagaimana yang tertulis dalam kitab “Ling-wai-tai-ta” karya Chou Ku-fei yang ditulis tahun 1178 diterangkan bahwa “Dalam kehidupan sehari-hari orang-orang di Kerajaan Kediri memakai kain sampai di bawah lutut. Rambutnya diurai. Rumah-rumah mereka bersih dan teratur, lantainya ubin yang berwarna kuning dan hijau. Dalam perkawinan, keluarga pengantin wanita menerima mas kawin berupa emas. Rajanya berpakaian sutera, memakai sepatu, dan perhiasan emas. Rambutnya disanggul ke atas. Kalau bepergian, Raja naik gajah atau kereta yang diiringi oleh 500 sampai 700 prajurit”.
Ilustrasi Gambar : catatanrochmansyahrochmani.wordpress.com
Selin itu masih menurut Chou Ku-fei bahwa "Kerajaan Kediri kekuasaanya sangat luas dan kaya raya, di  Dunia katanya waktu itu ada 3 kerajaan kaya, yaitu Kerajaan Abasiyah yang berkuasa di Arab, Kerajaan Sriwijaya yang menguasai bagian barat Nusantara dan Kerajaan Kediri yang menguasai Bagian Timur Nusantara”.

Masih menurut Chou Ku-fei bahwa "Kerajaan Kediri mempunyai beberapa wilayah jajahan yaitu, Pai-hua-yuan (Pacitan), Ma-tung (Medang), Ta-pen (Tumapel, Malang), Hi-ning (Dieng), Jung-ya-lu (Hujung Galuh, sekarang Surabaya), Tung-ki (Jenggi, Papua Barat), Ta-kang (Sumba), Huang-ma-chu (Papua), Ma-li (Bali), Kulun (Gurun, mungkin Gorong atau Sorong di Papua Barat atau Nusa Tenggara), Tan-jung-wu-lo (Tanjungpura di Borneo), Ti-wu (Timor), Pingya-i (Banggai di Sulawesi), dan Wu-nu-ku (Maluku)".

Demikian salah satu berita Cina mengenai kerajaan Kediri. Dalam berita lokal sendiri disebutkan bahwa Kehidupan Kerajaan Kediri teratur. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian yang penting adalah pertanian dengan hasil utamanya padi. Pelayaran dan perdagangan juga berkembang.

Hal tersebut ditopang oleh Angkatan Laut Kediri yang cukup tangguh. Armada laut Kediri mampu menjamin keamanan perairan Nusantara. Di Kediri telah ada Senopati Sarwajala (panglima angkatan laut). Bahkan Sriwijaya yang pernah mengakui kebesaran Kediri, yang telah mampu mengembangkan pelayaran dan perdagangan. Barang perdagangan di Kediri antara lain emas, perak, gading, kayu cendana, dan pinang. Kesadaran rakyat tentang pajak sudah tinggi. Rakyat menyerahkan barang atau sebagian hasil buminya kepada pemerintah.

Dalam berita lokal lainnya, kemajuan Kerajaan Kediri yang semula sebagai kerajaan yang bercorak agraris menjadi Maritim pada kemudiannya menghadapi hambatan dari Sriwijaya, oleh karena itu Kediri beberapa kali menghancurkan Armada Sriwijaya dilaut Jawa Barat (Sunda) yang kala itu masuk sebagai wilayah jajahan Sriwijaya.

Perang Kediri dan Sriwijaya ini kemudian berakhir dengan gencatan senjata dan pembagian wilayah kedua kerajan, keduanya sepakat tidak menggangu wilayah kekuasaan masing-masing. Inisiatif gencatan senjata yang kemudian menghasilkan perdamaian itu adalah kekaisaran Cina. Sementara tempat berlangsungnya perundingan dilakukan di Sunda.

Baca Juga : Perang Kediri Vs Sriwijaya 

Majunya Kerajaan Kediri hingga kemudian menjadi Kerajaan yang besar dan kaya raya diawali oleh peristiwa berdarah-darah, perang saudara antara Samarawijaya yang berkuasa di Panjalu dan Panji Garasakan yang berkuasa di Jenggala. Mereka tidak dapat hidup berdampingan.

Pada tahun 1052 M terjadi peperangan perebutan kekuasaan di antara kedua belah pihak. Pada tahap pertama Panji Garasakan dapat mengalahkan Samarawijaya, sehingga Panji Garasakan berkuasa. Di Jenggala kemudian berkuasa raja-raja pengganti Panji Garasakan. Tahun 1059 M yang memerintah adalah Samarotsaha. Akan tetapi setelah itu tidak terdengar berita mengenal Kerajaan Panjalu dan Jenggala. Baru pada tahun 1104 M tampil Kerajaan Panjalu sebagai rajanya Jayawangsa. Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri dengan ibu kotanya di Daha.

Tahun 1117 M Bameswara tampil sebagai Raja Kediri Prasasti yang ditemukan, antara lain Prasasti Padlegan (1117 M) dan Panumbangan (1120 M). Isinya yang penting tentang pemberian status perdikan untuk beberapa desa. Pada tahun 1135 M tampil raja yang sangat terkenal, yakni Raja Jayabaya.

Ia meninggalkan tiga prasasti penting, yakni Prasasti Hantang atau Ngantang (1135 M), Talan (1136 M) dan Prasasti Desa Jepun (1144 M). Prasasti Hantang memuat tulisan panjalu jayati, artinya panjalu menang. Hal itu untuk mengenang kemenangan Panjalu atas Jenggala.

Jayabaya telah berhasil mengatasi berbagai kekacauan di kerajaan. Di kalangan masyarakat Jawa, nama Jayabaya sangat dikenal karena adanya Ramalan atau Jangka Jayabaya. Pada masa pemerintahan Jayabaya telah digubah Kitab Baratayuda oleh Empu Sedah dan kemudian dilanjutkan oleh Empu Panuluh.

Sumber Bacaan;
Kemdikbud RI. 2014. Sejarah Indonesia. Jakarta: Kemendikbud RI

Posting Komentar untuk "Kemakmuran dan Kejayaan Kerajaan Kediri Menurut Berita Cina dan Lokal"