Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dikte Belanda Dalam Penobatan Amangkurat I

Bertahun-tahun VOC Belanda dibuat stress oleh gebrakan-gebrakan Sultan Agung, bahkan hampir-hampir saja Batavia yang kala itu sebagai pusat bercokolnya Belanda dilumat habis oleh Kesultanan Mataram jika saja keberuntungan tidak berpihak pada Belanda.

Tapi waktu itu VOC Belanda tidak sanggup menandingi kebesaran Mataram, oleh karena itu dalam rangka menghancurkan kewibawaan Mataram, Belanda menempuh jalan lain, mereka memupuk rencana jauh-jauh hari agar bagaimana caranya selepas kemangkatan Sultan Agung, Mataram diperintah oleh Raja yang tak becus mengurus Negara.

Pilihan Belanda itu akhirnya jatuh pada Raden Syahidin, Anak Ratu Wetan yang sebenarnya tidak berhak atas tahta Kesultanan Mataram. Raden Syahidin yang kelak menjadi Pengganti Sultan Agung itu atau yang kemudian dikenal dengan Amangkurat I ini, dalam pandangan Belanda adalah seorang bringas yang cocok di Rajakan demi kebangkrutan Kesultanan Mataram. Dinobatkannya Amangkurat I mengantikan ayahnya ini merupakan bagian dari rencana jahat Belanda.

Selama hidupnya, Sultan Agung mempunyai dua Permaisuri, yaitu Permaisuri I yang disebut sebagai Ratu Kulon dan Permaisuri II yang disebut Ratu Wetan. Ratu Kulon ini merupakan Putri Panembahan Ratu I, Sultan Cirebon kedua, dari Ratu Kulon Sultan Agung mendapatkan Putra yang kelak diberi nama  Raden Mas Syahwawrat (dikenal juga dengan nama Pangeran Alit). Putera inilah yang ditetapkan sebagai Putra Mahkota oleh Sultan Agung jauh-jauh hari.

Sementara dari perkawinannya dengan ratu Wetan, Sultan Agung mendapatkan putra Raden Syahidin, Ratu Wetan ini secara silislah lebih rendah dari Ratu Kulon yang anak seorang Sultan Cirebon, Ratu Wetan hanya anak dari seorang Tumenggung Upasanta, yang kemudian diangkat menjadi Bupati Batang. Oleh sebab itu anak dari Ratu Wetan ini tidak dijadikan sebagai Putra Mahkota meskipun anak yang lahir dari Ratu Wetan ini umurnya lebih tua dari anak yang dilahirkan Ratu Kulon.

Dalam catatan H.J De Graff (1986:301), peristiwa pengangkatan Raden Syahidin menjadi Sultan Mataram menggantikan ayahnya didahului oleh peristiwa pergeseran status Putra Mahkota, Ratu Wetan berhasil mempengaruhi Sultan Agung yang kala itu sedang sakit keras untuk memaksa memberi keputusan agar anaknya menggantikan kedudukan Raden Mas Syahawarat sebagai Putra Mahkota, dalam hal ini Sultan Agung yang kala itu sudah tidak berdaya akhirnya menyetujuinya.

Ada upaya dan dukungan VOC Belanda terhadap dirajakannya Pangeran Syahidin, mereka menyokong secara diam-diam gerakan Ratu Wetan untuk merajakan anaknya, bahkan jauh-jauh hari, dikisahkan orang-orang Belanda telah lama mendekati dan mempengaruhi Ratu Wetan.

Dalam pendekatannya ini orang-orang Belanda sering menghadiahkan barang-barang mahal kepada Ratu Wetan dan keluarganya, Bahkan sejak kecil Amangkurat I, sering diberikan mainan yang belum pernah dilihatnya oleh orang-orang Belanda (Abimayu, 2016:394).

Pendekatan-Pendekatan Belanda dengan memanjakan Ratu Wetan dan anaknya inilah yang kemudian memberikan kesan pada Ratu Wetan dan Amangkurat I bahwa orang Belanda itu bersahabat dan enak untuk diajak berteman. Hubungan semacam ini terus dipelihara Belanda hingga Amangkurat I menuju dewasa dan siap di Rajakan.

Keputusan Belanda untuk mendikte agar tahta Mataram selanjutnya jatuh ke tangan Amangkurat I ini sepertinya bukan tindakan main-main, akan tetapi melalui penelitian yang Panjang, Dalam Pantuan dan penilaian orang-orang Belanda, Amangkurat I sejak kecil sudah tergambar sifat kebringasannya, beringas tanpa pertimbangan, sebab dilihat dari kebiasaannya, manakala ia keluar dari Istana, ia selalu dikawal dan mengadakan perkelahian dengan rakyatnya, sehingga mereka berfikir Raja Bringas semacam inilah yang cocok untuk meruntuhkan kewibawaan Mataram, sebab tidak memiliki sifat seperti ayahnya Sultan Agung yang dikenal keras namun penuh perhitungan.

Baca Juga: Biografi, Watak dan Rupa Sultan Agung Menurut Sumber Lokal dan Asing

Pengangkatan Amangkurat I menjadi Raja Mataram terjadi pada tahun 1649, yaitu tepat setelah Sultan Agung Wafat, dalam acara pengangkatannya sebagai Sultan digambarkan sangat mencekam, mengingat Para Abdi Kerajaan di tahan agar tidak melakukan kerusuhan. Semua gerbang di tutup, dan Prajurit disiapkan untuk menjaga keamanan Raja baru mereka, sementara orang-orang yang dicuriagi memihak Ratu Kulon disandera tidak boleh meninggalkan Kerajaan.

Begitulah rangkain dan usaha Belanda dalam mendikte Penobatan Amangkurat I menjadi Raja Mataram. Belakangan Rencana Jahat Belanda untuk melunturkan kewibawaan Mataram ini berhasil, sebab dimasa Amangkurat I memerintah,  Mataram diguncang berbagai macam Pemberontakan, karena Raja ini dianggap tidak becus memerintah, ia banyak diberontak orang, mulai diberontak mertuanya, adiknya, bahkan oleh anaknya Sendiri.

Kelak pada masa Raja inilah Mataram yang dahulu dikenal sebagai Kerajaan besar anti VoC Belanda menjadi berkawan dengan Belanda, selain itu nantinya dalam masa Raja ini pula Kesultanan Mataram menjadi hilang wibawanya sehingga  kemudian menjadi Kerajaan yang tercabik-cabik karena Perang Sudara. Amangkurat I sendiri kelak wafat dalam pelarian, setelah Istana Kerajaannya direbut Pemberontak.

Baca Juga: Letak Kerajaan Mataram Islam

Posting Komentar untuk "Dikte Belanda Dalam Penobatan Amangkurat I"