Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perang Salib VIII dan Perang Salib IX

Tidak lama setelah Perang Salib VII berakhir, Peta Islam telah berubah. Dinasti Ayyubiah di Mesir telah berakhir pada tahun 1250, tidak lama setelah Perang Salib VII berakhir. Dinasti Mamlukiah menjadi kekuatan Islam terkuat di Timur Tengah yang menguasai wilayah Dinasti Ayyubiah. Louis IX kembali berinisiatif untuk mengobarkan Perang Salib VIII (1270). Keadaan Yerusalem yang dikuasai Dinasti Mamlukiah bukan lagi daerah yang tepat untuk diserang.

Pasukan Salib bukan tandingan Dinasti Mamluk, karena tentunya kekuatanya lebih besar. Dibuktikan dalam Kekalahan di era Perang Salib VII yaitu dengan ditawannya Louis IX di Damietta dan Fariskur, yang saat itu sedang melawan Dinasti Ayyubiah, Dinasti Ayyubiah  dibbantu oleh kaum Mamluk  dari segi kekuatan militer.

Louis IX sebenarnya ingin membalas kekalahan di Perang Salib VII dan ingin berlayar menuju Siprus, namun atas desakan saudaranya, Charles, jika Louis IX mendaratkan pasukannya di Tunis, maka pasukan Salib akan mendapatkan keuntungan karena Tunis dikuasai Dinasti Hafshidiah yang secara kekuatan militer masih dapat dikalahkan oleh pasukan Salib. Dengan menaklukkan Tunis, pasukan Salib mempunyai bekal berharga untuk menginvasi Mesir karena membawa perlengkapan dan kebutuhan militer yang cukup, dan selanjutnya menaklukkan Yerusalem.

Pada Juli 1270, pasukan Salib tiba di Chartage. Selanjutnya mulai bersiap mengepung Tunis, sebagai pusat pemerintahan Dinasti Hafshidiah, Pengepungan tersebut melahirkan perjanjian damai dan Prancis diperbolehkan berdagang di Tunis.

Ketika Louis IX wafat pada tanggal 25 Agustus 1270 akibat penyakit disentri beserta pasukanya. Pasukan Salib akhirnya harus melupakan menaklukkan Mesir. keberadaan Louis IX diketahui oleh Baibars, Sultan Dinasti Mamluk. Baibars berencana menyerang Louis IX di Tunis sebelum Kematian Louis IX dan kembalinya pasukan Salib dari Tunis menyerang Kairo.

karena wabah disentri membuat Baibars membatalkan rencana menyerang Tunis Jadi pada Perang Salib VIII tidak pernah terjadi pertempuran fisik, dan Louis IX tercatat sebagai raja yang kalah dua kali berturut-turut; berjuang sendirian dengan pasukannya tanpa dibantu pasukan dari kerajaan di Eropa yang lain.

Perang Salib IX (1271-1272)

Pengantar Gerbang Keruntuhan Kerajaan Surga Di wilayah Timur Tengah muncul kekuatan baru yaitu pecahan Kerajaan Mongol yaitu Dinasti Ilkhan yang berpusat Tabriz. Pendiri Dinasti Lkhan bernama Hulagu Khan yang sukses menghancurkan Baghdad pusat pemerintahan Dinasti Abbasiah. Pada waktu terjadi Perang Salib IX, Pasukan Salib mendapat bantuan Dinasti Ilkhan yang pada waktu itu belum menjadikan Islam sebagai agamanya. Pemimpin Dinasti Ilkhan pada waktu terjadi Perang Salib IX adalah Abaqa Khan.

Abaqa Khan merupakan pemeluk Agama Budha, jadi secara segi agama Perang Salib IX tidak hanya diikuti oleh Kristen dan Islam. Partisipasi Dinasti Ilkhan pada Perang Salib IX adalah untuk membalas kekalahan terhadap Dinasti Mamluk pada Pertempuran di Ain Jalut pada tahun 1260.

Kemenangan Dinasti Mamlukiah pada tahun 1260 atas Mongol membuka kesempatan besar untuk menaklukkan pemerintahan Kristen di Timur Tengah. Pada tahun 1268, pemerintahan Kristen di Antiokhia yang berdiri sejak 1098 berhasil ditaklukkan Mamlukiah Selanjutnya Dinasti Mamlukiah ingin menaklukkan pemerintahan Kristen di Tripoli. Jatuhnya Antiokhia membuat pemerintahan Kristen di Tripoli dan Kerajaan Yerusalem di Acre meminta bantuan kepada pasukan Salib di Eropa untuk mengirimkan bantuan militer untuk melindungi invasi Mamlukiah.

Sebenarnya Perang Salib IX berkaitan dengan Perang Salib VIII. Sesuai rencana sebelumnya, Louis IX dari Prancis telah bersepakat dengan Putra Mahkota Kerajaan Inggris, Edward, untuk memulai Perang Salib dari Tunis selanjutnya menuju Mesir dan diteruskan ke Yerusalem. Pangeran Edward terlambat datang untuk membantu Louis IX.

Kabar meninggalnya Louis IX membuat Pangeran Edward melanjutkan perjalanannya ke Acre dan sampai di kota itu pada 9 Mei 1271. Edward tidak sendirian, tetapi dibantu oleh saudara Louis IX, Charles, yang ikut bagian dalam Perang Salib IX. Kehadiran Edward membuat Tripoli terhindar dari invasi Mamlukiah di bawah kepemimpinan Baibars karena Baibars mengubah rencana untuk tidak melanjutkan persiapan menyerang Tripoli.

Pada 4 September 1271, pasukan Salib mendapat bantuan militer dari Abaqa Khan, Raja Dinasti Ilkhan. Sebulan kemudian, pasukan Abaqa Khan sampai ke Syams dan telah siap berperang melawan Dinasti Mamlukiah.

Bantuan militer dari Dinasti Ilkhan membuat Dinasti Mamlukiah kewalahan. Dinasti Mamlukiah akhirnya menerima kekalahan setelah armada lautnya dikalahkan pasukan Salib, terutama oleh armada pasukan Salib dari Siprus. Pada Mei 1272, diadakanlah Perjanjian Caesarea yang menyepakati perjanjian damai selama 10 tahun 10 bulan 10 hari antara pihak pasukan Salib dengan Dinasti Mamluk. Dengan Perjanjian Caerasea, Edward kembali ke Inggris dan dinobatkan menjadi raja pada tahun 1274 menggantikan ayahnya, Henry III, yang telah meninggal dunia.

Perang Salib IX yang dimenangkan pasukan Salib justru membuat Kerajaan Surga di Timur Tengah seluruhnya jatuh ke tangan Islam dan tidak ada Perang Salib selanjutnya. Kerajaan Kristen yang tersisa di Timur Tengah hanyalah Kerajaan Siprus di Pulau Siprus yang mempunyai armada laut yang kuat. Pada tahun 1289, pemerintahan Kristen di Tripoli dikalahkan Dinasti Mamlukiah di bawah kepemimpinan Sultan Qalawun. Dan pada tahun 1291, Kerajaan Yerusalem yang berpusat di Acre dikalahkan oleh Dinasti Mamlukiah di bawah kepemimpinan Sultan al-Asyraf Khalil. Pada tahun 1291, pemerintahan Kristen di Timur Tengah telah berakhir.

Penulis : Anisa Anggraeni Saldin
Editor  : Sejarah Cirebon

Posting Komentar untuk "Perang Salib VIII dan Perang Salib IX"