Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Jaya Simhavarman III, Raja Champa yang Berpermaisurikan Putri Jawa

Kerajaan Champa begitu familier dalam sejarah Jawa, terutamanya dalam sejarah kerajaan Majapahit.  

Negeri Champa disebut sebagai asal-usul dari beberapa Istri Raja Majapahit bahkan juga disebut sebagai asal Sunan Ampel, salah satu anggota Walisongo terkemuka yang kemudian hari dianggap sebagai anggota keluarga Raja Majapahit. Tokoh tersebut nantinya juga sukses menyebarkan Islam di Jawa.

Hubungan baik kerajaan Champa dan beberapa Kerajaan Hindu-Budha di Jawa tidak hanya tercatat dalam sejarah Jawa saja, Sejarah Vietnam yang dahulu menjadi tempat berdirinya kerajaan Champa juga mencatat tentang itu, bahkan Jaya Simhavarman III, Raja dari kerajaan Champa tercatat berpermaisurikan putri Jawa.

Jaya Simhavarman III, atau Pangeran Harijit naik tahta pada tahun 1288 hingga 1307 Masehi, pada saat naik tahta ia menjadikan Ratu Tapasi sebagai permaisurinya. Dari kedua pasangan inilah kemudian melahirkan raja-raja Champa setelahnya.

Menurut Agus Sunyoto, perkawinan Jaya Simhavarman III dengan Ratu Tapasi berkaitan dengan Ekspedisi “Nusantara” yang pernah dijalankan oleh Raja Kertanegara dari Singasari, ia juga menambahkan bahwa Ratu Tapasi merupakan adik kandung Raja Kertanegara.

Raja Kertanegara adalah Raja Singasari terkahir yang bertahta dari tahun 1268 hingga 1292, dalam sejarah Indonesia disebutkan bahwa pada tahun 1270 hingga 1286 Raja Kertanegara dari Singasari melancarkan Ekspedisi Pamalayu/ Nusantara yang tujuannya menyatukan kerajaan-kerajaan di Nusantara untuk melawan Kekaisaran Mongol yang kala itu bernafsu besar untuk menaklukan kerajaan-kerajaan di Nusantara.

Kerajaan Champa oleh Raja Kertanegara dimasukan kedalam wilayah Nusantara, sehingga dengan kerajaan ini, Singasari membangun relasi yang kuat dengan tujuan utama menghalang-halangi invasi militer Mongol pada Kerajaan-Kerajaan di Nusantara. 

Menurut sejarah Vietnam, pada tahun 1282, Kubilai Khan melakukan invasi ke Champa, sebabnya karena kerajaan itu menolak tunduk dibawah Kekaisaran Mongol, pada saat itu Champa diprintah oleh Raja Indravarman V, dalam invasi itu Champa dapat ditaklukan, mereka juga menahan Raja Indravarman V, meskipun demikian, Pangeran Harijit berhasil lolos dan melarikan diri ke pegunungan bersama pengikutnya.

Kondisi Champa yang carut marut karena invasi Mongol membuat Raja Kertanegara simpati hingga mengirimkan bantuan kepada Pangeran Harijit. 

Bantuan Singasari dapat membebaskan Champa dari cengkraman Mongol, sehingga pada 1288 pasukan Mongol betul-betul telah terusir dari Champa.

Selepas mengusir Mongol melalui bantuan Singasari, Pangeran Hajirit naik tahta menjadi Raja baru Champa dengan gelar Jaya Simhavarman III. Adapun untuk membangun hubungan baik dengan kerajaan Singasari yang turut serta mengusir Mongol, raja Jaya  Simhavarman III mengawini Ratu Tapasi, adik kandung Raja Kertanegara.

Dikemudian hari, meskipun Singasari runtuh pada 1292 akibat pemberontakan Jaya Katwang, hubungan baik antara Champa dan Jawa tidak putus, terutama hubungan dengan Kerajaan Majapahit yang dianggap sebagai penerus Kerajaan Singasari. 

Kedua kerajaan saling mengirimkan putri Raja mereka masing-masing untuk dikawinkan dengan putra mahkota di kedua kerajaan. Terbukti dari adanya catatan sejarah mengenai Putri Champa (dalam bahasa Jawa disebut Putri Cempo) yang menjadi istri dari beberapa Raja Majapahit yang pernah bertahta.

Menurut Agus Sunyoto, “Sunan Ampel adalah salah satu tokoh peranakan Champa dan Jawa, juga merupakan keturunan dari Ratu Tapasi, oleh karena itu, ketika ia menuju ke Majapahit dianggap keluarga”. 

Karenanya, tidaklah mengherankan jika dalam sejarah wali Songo disebutkan bahwa Sunan Ampel dianugerahi tanah bebas pajak di Ampel Denta oleh Raja Majapahit ketika ia memutuskan tinggal di Jawa.

3 komentar untuk "Jaya Simhavarman III, Raja Champa yang Berpermaisurikan Putri Jawa"

  1. Ada bagusnya jika dicantumkan referensinya, sehingga bisa ditelusuri oleh orang lain atau dikonfirmasi orang lain. Kyai Agus Sunyoto adalah peneliti dari NU yang mantap, dan saya pikir belum ada penerusnya. Kalau tulisan ini ada referensi-nya insya allah akan menumbuhkan budaya menulis secara obyektif dan bukan subyektif

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju. Beberapa ulama Nusantara tidak meyakini adanya Walisongo, mereka menganggap Walisongo hanya cerita rakyat belaka, Perlu adanya referensi yang jelas yang bisa memperkuat kehadiran Walisongo.

      Hapus

Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.