Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Riwayat Raden Husain Adik Raden Fatah

Raden Husain atau dalam pelafalan orang Jawa disebut “Raden Kusen” adalah adik tiri Raden Patah, pendiri kesultanan Demak, sebab ibu dari kedua tokoh tersebut sama yaitu seorang wanita Champa, ada juga yang menyebutnya seorang wanita Cina. Ibunya bernama Banyowi.

Dahulu, ketika Palembang menjadi bagian dari kekuasaan Majapahit, Kerajaan Majapahit menempatkan Arya Damar untuk menjadi Adipati Palembang. Karena prestasinya yang dianggap berhasil memajukan Palembang. Raja Majapahit (Brawijaya V) menghadiahkan selirnya yang bernama Banyowi kepada Arya Damar.

Pada saat dihadihakan kepada Arya Damar, rupanya Banyowi dalam kondisi mengandung muda, anak dalam kandungan itu kelak dalam sejarah dikenal dengan nama Raden Patah atau Jin-Bun. Sementara hasil perkawinan antara Arya Damar dengan Banyowi melahirkan Raden Kusen atau Kin-San.

Baca Juga: Arya Damar Ahli Mesiu Majapahit

Meskipun dalam beberapa babad  Raden Kusen disebut sebagai anak Arya Damar, Naskah Mertasinga dari Cirebon mengisahkan berbeda. Dalam naskah itu dikisahkan bahwa Arya Damar dimasa sepuhnya tidak juga kunjung mempunyai anak laki-laki, sehingga ia kebingungan mengenai calon penggantinya. Sampai suatu ketika datanglah seorang Panglima Cina yang mengabdikan diri di Palembang.

Panglima Cina tersebut dalam catatan Naskah Mertasinga kemudian dinikahkan dengan anak Arya Damar, sehingga iapun kemudian dijadikan Adipati Palembang menggantikan kedudukan Arya Damar. Panglima Cina itu kemudian dikenal dengan nama Arya Palembang. Pada saat pelantikannya menjadi Adipati di Palembang Prabu Brawijaya menghadiahkan selirnya Banyowi.

Raden Kusen Merantau Ke Jawa

Perantauan Raden Kusen ke Jawa terekam dalam Naskah Kronik Cina Kuil Sam-Po-Kong Semarang. Menurut naskah tersebut, Raden Kusen merantau ke Jawa mengiringi kakaknya Raden Patah. Mula-mula Raden Kusen dan kakanya mendarat di Semarang.  Keduanya dikisahkan mengunjungi masjid yang dahulu dibangun Cheng-Ho, akan tetapi keduanya kecewa selepas mendapati Masjid yang didirikan Cheng Ho telah berubah fungsi menjadi kuil pemujaan Cheng-Ho.

Baca Juga: Tangisan Raden Patah di Kuil Sam-Po-Kong Semarang

Selepas beberapa lama di Semarang, Raden Kusen dan Raden Patah berpisah, Raden Patah melanjutkan perjalanan ke Ampel untuk berguru ke Sunan Ampel di Surabaya, sementara Raden Kusen mendatangi pusat Kerajaan Majapahit untuk mengabdi kepada Raja Majapahit.

Raden Kusen Menjadi Adipati Terung

Ketika mengabdi di Majapahit, Raden Kusen dikisahkan menjadi salah satu pejabat yang berprestasi, oleh karena itu, Brawijaya menugaskannya ke Kadipaten Terung untuk menjabat sebagai Pechut Tandha (Pemungut Pajak).

Pengabdian Raden Kusen sebagai Pechut Tandha di Kadipaten Terung rupanya memuaskan sang Raja, hingga akhirnya, Raden Kusen diangkat menjadi Adipati di Terung, maka mulai selepas itu Raden Kusen lebih dikenal dengan nama Adipati Terung/Teterung.

Konflik Majapahit-Demak dan Sikap Politik Raden Kusen

Dalam sumber-sumber babad, disebutkan bahwa pada 1478 terjadi perang antara Majapahit dan Demak yang mengakibatkan runtuhnya Majapahit. Raden Patah dikisahkan memboyong perlengkapan Kerajaan dari Majapahit ke Demak. Tahun itu pula dalam catatan babad ditandai sebagai tahun runtuhnya Majapahit.

Belakangan, selepas ditemukannya bukti-bukti baru seperti Prasasti Jiyu dan Petak serta Naskah Kronik Cina Kuil Sam-Po-Kong serta berita dari Portugis, diketatahui bahwa ternyata pada tahun tersebut Brawijaya V selaku ayah Raden Patah dikudeta oleh Giriwardana, sehingga menyebabkan ketidak stabilan Majapahit. Ibukota Kerajaan Majapahit selepas itu dipindahkan dari Majakerta (Trowulan) ke Daha (Kediri).

Berpindahnya kekuasaan Majapahit kepada Giriwardana, menimbulkan Goncangan, Raden Patah beserta Walisongo yang dahulu patuh terhadap Majapahit mulai membangkang, hingga akhirnya mereka mendirikan Kerajaan Islam Demak dengan mengangkat Raden Patah sebagai Sultannya. Konflik antara Majapahit dan Demakpun kemudian pecah.

Dalam kondisi semacam itu, Raden Kusen rupanya mengambil sikap politik tetap setia pada Majapahit, bahkan manakala terlibat bentrokan fisik antara Majapahit Vs Demak, Raden Kusen tampil sebagai Panglima Perang Kerajaan Majapahit.

Dalam catatan Naskah Mertasinga, Raden Kusen dalam laga perang pertama melawan pasukan Demak terjun ke medan laga dengan gagah berani, bahkan selain membuat porak poranda pasukan Demak Raden Kusen juga berhasil membunuh Panglima Perang Demak, kala itu Panglima perang Demak diemban oleh Sunan Ngundung ayah dari Sunan Kudus.

Kekalahan Majapahit dan Akhir Hayat Raden Kusen

Dalam Naskah Kronik Kuil Sam-Po-Kong, pada 1517 Raden Patah berhasil menaklukan Majapahit, untuk kemudian menjadikan Majapahit sebagai Keadipatian bawahan Demak. Peristiwa tersebut juga sebenarnya identik dengan perang Majapahit Vs Demak yang terekam dalam beberapa babad.

Sebagaimana yang dikisahkan dalam Babad Tanah Jawi, bahwa selepas kekalahan Demak dalam perang yang pertama dengan Majapahit. Demak kemudian melancarkan serangan kedua, kali ini yang menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak adalah Sunan Kudus, sementara pada pihak Majapahit, masih mempercayakan Raden Kusen sebagai Pangliama Perangnya.

Dalam perang yang kedua, babad tanah Jawi maupun Naskah Mertasinga mengabarkan kekalahan telak Majapahit, Majapahit dapat dikuasai, sementara Raden Kusen sendiri ternyata berhasil menyelamatkan diri.

Mengenai akhir hayat Raden Kuesen, Naskah Mertasinga mengisahkannya cukup Rinci, dalam naskah tersebut disebutkan bahwa, selepas raden Kusen berhasil meloloskan diri, Sunan Kudus mengirimkan surat kepada Raden Kusen agar menyerahkan diri ke Demak, Sunan Kudus berjanji akan mengampuninya serta tidak akan menuntut balas atas kematian ayahnya.

Raden Kusen kemudian menjawab surat Sunan Kudus dengan cara menyerahkan diri dihadapan Sultan Demak yang juga sebagai kakak tirinya sendiri. Pengampunanpun kemudian dianugrahkan Raden Patah dan Sunan Kudus kepadanya.

Setelah itu Raden Kusen kemudian dikisahkan memilih meninggalkan Terung dan merantau ke Cirebon berguru pada Pangeran Drajat hingga kewafatannya. Raden Kusen menetap dan wafat di Palakaran, hingga kemudian dikenal juga dengan nama Pangeran Palakaran.

Baca Juga: Perang Majapahit Vs Demak

Penulis: Bung Fei
Editor: Sejarah Cirebon

1 komentar untuk "Riwayat Raden Husain Adik Raden Fatah"

Berkomentarlah yang terarah dan jelas agar dapat dipahami dan dibalas admin.