Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Wafatnya Pangeran Bratakelana

Kisah menarik dari Pangeran Bratakelana putra Sunan Gunung Jati dari Syarifah Bagdad adalah kisah mengenai kewafatanya, sebab beliau wafat selepas terlibat pertarungan yang sengit di atas kapal dengan segerombolan bajak laut. 

Pangeran Bratakelana atau yang mempunyai nama lain Pangerang Gung Anom menurut Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari adalah anak Syarifah Bagdad yang tak lain merupakan adik dari Syarif Abdurahman (Pangeran Panjunan I). Tokoh Syarifah Bagdad dalam Naskah Mertasinga disebut dengan nama Nyimas Rara Jati putri dari Syekh Datuk Kahfi. 

Dari pernikahannya dengan Syarifah Bagdad, Sunan Gunung Jati memperoleh dua anak yaitu (1) Pangeran Jayakelana dan (2) Pangeran Bratakelana, dengan demikian Pangeran Bratakelana adalah adik dari Pangeran Jayakelana. 

Menurut Sulendraningrat (1978), Pangeran Bratakelana lahir pada Tahun 1489, setelah menuju remaja, Pangeran Bratakelana kemudian dinikahkan dengan Ratu Nyawa Putri Raden Fatah, Sultan Demak pertama. 

Kisah kewafatan Pangeran Bratakelana disinggung dalam banyak naskah sejarah  asal Cirebon, seperti Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Naskah Mertasinga, Naskah Babad Cirebon dan lain sebagainya. 

Dikisahkan, ketika menikah dengan Ratu Nyawa, maskawin yang diajukan oleh Pangeran Bratakelana adalah mati Syahid. Sang Pangeran sangat terobsesi menjadi pejuang dan wafat dalam medan perjuangan. 

Suatu ketika, di Demak Pangeran Bratakelana merasa kangen dengan keluarganya, dari itulah beliau meminta izin kepada istri dan mertuanya untuk pulang ke Cirebon.  

Daripada melalui jalan darat, Pangeran Bratakelana lebih memilih jalur laut untuk pulang ke Cirebon, sehingga sang Pangeranpun memutuskan menaiki sebuah kapal pribadi dari Demak menuju Cirebon. 

Perjalanan dari Demak menuju Cirebon pada mulanya berjalan dengan baik, akan tetapi manakala kapal yang ditumpangi Pangeran Jayakelana memasuki perairan Gebang beliau dikejar oleh beberapa kapal yang dikendalikan oleh Bajak laut atau perompak. 

Ilustrasi

Kejar-kejaranpun terjadi diantara dua kapal tersebut, sehingga akhirnya salah satu kapal perompak berhasil menghalangi laju kapal Pangeran Bratakelana. 

Setelah mampu menghentikan kapal incaranya, para perompak menaiki dek kapal dan langsung menyerang, dalam peristiwa itu, para pengawal Pangeran Bratakela memutuskan untuk menghadapi perompak, bahkan dalam peristiwa itu Pangeran Bratakelana terjun dalam medan pertempuran. 

Mulanya, para perompak yang menyerbu kapal dapat dipatahkan oleh Pangeran Bratakela dan pengawalnya, sehingga banyak perompak yang mati. Akan tetapi, karena perompak jumlahnya banyak dan datang terus menerus, para pengawal sang Pangeran kwalahan, selain itu, banyak diantara mereka yang gugur.

Disisi lain, mendapati para pengikutnya banyak yang gugur, Pangeran Bratakelana dengan gagah berani terus berjuang melawan para perompak sekuat tenaga, dan berkat kepiawaiannya dalam berperang, Pangeran Bratakelana mampu membunuh beberapa Bajak Laut. 

Dalam pertempuran tersebut satu persatu para pengawal Pangeran Bratakelana tewas, sehingga dua pengikut Pangeran Bratakelana yang masih tersisa mengajak sang Pangeran untuk menjeburkan diri ke laut menyelamatkan diri, sebab jumlah Bajak Laut sangat banyak sehingga tidak mungkin dihadapi bertiga.

Pangeran Bratakelana menyuruh pengikutnya untuk menyelamatkan diri sementara sang Pangeran berniat terus melawan para perompak, karena sebetulnya sang Pangeran menginginkan mati Syahid. 

Dalam baberapa babad disebutkan bahwa Pangeran Bratakelana sulit ditaklukan, beliau bahkan tidak mempan senjata sehingga dalam pertarungan itu banyak bajak laut yang mati. 

Salah satu pimpinan Bajak Laut yang terbilang sakti mempunyai cara khusus untuk dapat membunuh Pangeran Bratakelana. Ia membunuh anjing yang ia bawa dikapalnya kemudian mengoleskan darahnya ke senjata yang ia bawa. 

Benar saja, dengan senjata yang sudah berlumur darah anjing, Pangeran Bratakela dapat mempan ditebas senjata, sehingga sang Pangeran akhirnya roboh bersimbah darah. 

Oleh para perompak, mayat Pangeran Bratakelana dilemparkan ke laut, jasadnya kemudian ditemukan oleh nelayan di pesisir Mundu. 

Dua pengawal Pangeran Bratakelana yang selamat kemudian melaporkan peristiwa itu kepada Sultan Cirebon yang tak lain sebagi ayah sang Pangeran. 

Murka atas peristiwa itu, Sunan Gunung Jati memerintahkan Ki Gede Bungko yang kala itu menjabat sebagai Laksamana Kesultanan Cirebon untuk menumpas para bajak laut. 

Oleh Sunan Gunung Jati, mayat anaknya dikuburkan di Mundu, kini makam Pangeran Bratakelana dapat dijumpai disitus pemakaman Pangeran Bratakelana satu komplek dengan situs pemakaman Ki Lobama. 

Penulis: Bung Fei

Baca Juga: Ki Lobama, Murid Syekh Abdul Qadir Jailani Berdakwah di Cirebon

Posting Komentar untuk "Wafatnya Pangeran Bratakelana"