Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengulas Sejarah Peteng Cirebon

Sejarah Peteng Cirebon merujuk pada pristiwa sejarah yang masih gelap, dinyatakan demikian karena ada potongan-potongan sejarah Cirebon yang masih misteri karena sengaja digelapkan oleh pihak-pihak tertentu agar jangan diketahui oleh orang banyak.

Peteng dalam bahasa Cirebon bermkasud gelap, oleh karena itu istilah sejarah peteng memang istilah yang banyak diajukan leh banyak pihak sebagai sejarah yang masih berlum terungkap kepermukaan kecuali hanya dugaan dan desas-desus belaka, tidak ada catatan yang memadai untuk dijadikan sebagai reverensi bacaan.

Bagi sebagaian orang, pada bagian-bagian tertentu dalam sejarah Cirebon memang sengaja dikaburkan dan digelapkan oleh pihak keraton dan orang-orang yang berkepntingan, sebab apabila sejarah tersebut dibuka maka dipercayai akan meruntuhkan martabat keraton. 

Masa Kepemimpinan Dalam Sejarah Cirebon yang dianggap Peteng

Sejarah Cirebon yang dianggap peteng oleh banyak pihak adalah dimulai dari menjabatnya Sultan Matangaji (Shafiudin) Kasepuhan pada tahun 1773 hingga 1786 Masehi. Pada era ini sejarah Cirebon dikaburkan oleh pihak-pihak tertentu, sehingga  sejarah yang muncul kepermukaan pada masa Sultan Matangaji tidak jelas.

Sultan Matangaji adalah Sultan yang menggagas pengusiran Belanda dari Cirebon, beliau merupakan Sultan yang mula-mula menghendaki perjanjian antara Kesultanan Cirebon, khususnya Kasepuhan dengan VOC Belanda dibatalkan. Pada masa Sultan ini, Kasepuhan berupaya menyingkirkan Belanda dari Cirebon.

Akibatnya, Belanda dengan kekuatannya tentu memerangi Kasepuhan, akan tetapi berkat kepiawaian Sultan Matangaji beliau sengaja menyingkir dari Keraton agar Keraton tidak menjadi sasaran amuk Belanda. Sultan Matangaji melakukan upaya penyingkiran Belanda dengan membuat markas-markas perjuangan yang ada di seluruh wilayah Kesultanan Kasepuhan. Pada akhirnya upaya Sultan Matangaji tersebut gagal, sebab beliau dapat ditangkap oleh Belanda dalam sebuah perundingan, sebelum akhirnya wafat sebagai tahanan politik. 

Perjuangan Sultan Matangaji dari 1773 hingga 1786 Masehi dalam menentang Belanda sama sekali tidak dicatat dalam dokumentasi Kesultanan Kasepuhan, sepertinya kisah mengenai Sultan Matangaji haram dituliskan karena memang hal tersebut sebagai perintah langsung dari Belanda, sebab kalau tercatat tentu perjuangan Matangaji dapat menginspirasi orang-orang Cirebon dalam melawan VOC Belanda.

Meskipun begitu bukan berarti catatan mengenai Sultan Matangaji tidak ada sama sekali, ada catatan tentang Sultan Matangaji dalam beberapa dokumentasi Keraton, akan tetapi Keraton mencitrakannya sebagai seorang Raja yang gila, banyak menyebabkan orang terbunuh dan hal-hal lainnya yang buruk-buruk. 

Selain itu, tahta di Kesultanan Kasepuhan dalam catatan Keraton dilanjutkan oleh adik sang Sultan yang berhak (Ki Muda), padahal dalam desas-desus sacara lisan, orang yang menjabat sebagai Sultan Kasepuhan selanjutnya adalah orang yang bukan ahli waris, problem soal semacam ini bahkan hingga kini masih menjadi polemik di Kesultanan Kasepuhan Cirebon.

Baca Juga : Ki Muda, Sultan Kasepuhan Cirebon Ke VI

Tidak berbeda dengan Kasepuhan, di Kanomanpun demikian mengenal juga sejarah petengnya, para Sultan yang memerintah Kanoman dianggap sebagai seorang yang tak berhak menduduki tahta, terutama selepas dilucutinya Pangeran Raja Kanoman (Kelak Menjadi Sultan Kacirebonan) karena diidentifikasi oleh Belanda ikut serta dalam pemberontakan yang dikomandoi Bagus Rangin pada 1802-1808.

Baca Juga : Sejarah Terbentuknya Kasultanan Kacirebonan 

Lemahnya Para Penggugat

Sebetulnya ada beberapa upaya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh di Cirebon untuk mengungkap sejarah peteng di Cirebon, hanya saja umumnya referensi yang mereka ajukan sangat lemah sekali, sehingga pada akhirnya mereka kalah dan tidak dipedulikan. Bahkan para penggugat itu tidak jarang dianggap sebagai perusak sejarah dan kewibawaan Keraton di Cirebon.

Baca Juga: Sultan Matangaji Kasepuhan Cirebon

Posting Komentar untuk "Mengulas Sejarah Peteng Cirebon"