Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Teluh Menjangan Wulung dan Bruang Adus

Kisah Teluh atau guna-guna yang pernah menimpa Cirebon era Sunan Gunung Jati memang sangat terkenal dalam legenda masyarakat Cirebon, Teluh yang dimaksud adalah Teluh Menjangan Wulung, kisah mengenai Menjangan Wulung juga dipercayai sebagai sebab-sebab dilaksananya adzan 7 di Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon pada setiap hari Jumat. 

Selain kisah Teluh Menjangan Wulung sebenarnya ada lagi satu kisah yang serupa, akan tetapi peristiwa Teluh terjadi ketika Cirebon diperintah oleh Panembahan Ratu I. Teluh yang dimaksud namanya Bruang Adus. 

Masjid Sang Cipta Rasa 1900an

Teluh Menjangan Wulung

Menjangan Wulung secara bahasa bermaksud Rusa berwarna Biru Kehitam-Hitaman, meskipun maksudnya demikian akan tetapi dalam legenda yang ada, bahwa Menjangan Wulung ini merupakan nama seseorang. Nama lengkapnya Aji Menjangan Wulung. 

Aji Menjangan Wulung merupakan rakyat Talaga, ia merupakan warga negara yang sangat berbakti pada Rajanya (Pucuk Umun Talaga). Dalam sejarah, Talaga merupakan nama Kerajaan bawahan Pajajaran yang letaknya di Kabupaten Majalengka sekarang. 

Ketika terjadi peperangan antara Cirebon dan Pajajaran (1527-1531), Talaga termasuk negeri bawahan Pajajaran yang ikut memerangi Cirebon, akan tetapi Talaga pada akhirnya dapat ditaklukan Cirebon, selepas itu Talaga menjadi jajahan Cirebon.

Jatuhnya Talaga dibawah kekuasaan Cirebon membuat Aji Menjangan Wulung murka, dan karena beliau memiliki ilmu hitam (Teluh), maka sebagai warga negara Talaga yang terjajah, ia menggunakan ilmunya untuk melakukan teror terhadap orang Cirebon melalui Teluh (santet). 

Teror yang dilakukan Menjangan Wulung pada akhirnya sampai di Ibu Kota Kerajaan Cirebon, ia memasang Teluh di atas memolo (Kubah) Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, akibatnya banyak orang Cirebon yang menjadi sakit ketika beribadah di Masjid. Menjangan Wulung melancarkan aksinya berbulan-bulan sehingga Masjid Agung ditinggalkan para jamaahnya. 

Mendapati ada yang tidak beres, Sunan Gunung Jati akhirnya melakukan berbagai cara untuk menyingkirkan Teluh, salah satunya dengan cara menetapkan 7 orang Muadzin sebagai pelantun adzan secara bersama-sama pada Adzan Shalat Jum'at. 

Pada akhirnya, puncak pengusiran Teluh Menjangan Wulung dilakukan dengan cara melantunkan dzikir berjamaah didalam masjid yang dihadiri oleh keluarga Sunan Gunung Jati. Dzikir diadakan dari Magrib hingga Subuh. 

Pada saat hampir memasuki waktu Subuh, efek dzikir berjamaah mulai kelihatan, Teluh Menjangan Wulung yang hinggap di memolo masjid mulai kepanasan dan kemudian meledak, Menjangan Wulung hancur kemudian menghilang. 

Walaupun Menjangan Wulung telah binasa, ada dua orang dekat Sunan Gunung Jati yang wafat pada peristiwa itu, yaitu Nyi Dalem Pakungwati, Istri Sunan Gunung Jati dan Adik perempuan Sunan Kalijaga, keduanya dikisahkan wafat ketika menjalankan dzikir di dalam masjid. Keduanya wafat akibat serangan gaib Menjangan Wulung. 

Teluh Bruang Adus

Gedeng Anis merupakan pejabat Kerajaan Mataram yang ditugaskan untuk memantau negara-negara diluar Mataram, ia bertanggung jawab atas gerak-gerik negara-negara sahabat dan bawahan Mataram, bilamana ada tanda-tanda pemberontakan ataupun gejala-gejala yang menjurus ke arah itu maka Gedeng Anis adalah orang pertama yang mencegah dan menghancukannya.

Suatu waktu, ketika Gedeng Anis memeriksa kondisi Cirebon, ia menemukan bahwa Cirebon masih menjadi pusat Islam di Jawa, meskipun waktu itu Cirebon sudah ditinggal wafat Sunan Gunung Jati, orang-orang dari berbagai negara menuntut ilmu di Cirebon, bahkan banyak anak-anak Raja, atau Adipati yang dititipkan di Cirebon untuk dididik.

Kondisi Cirebon yang seperti itu rupanya membuat khawatir Gedeng Anis, ia takut lama-kelamaan Cirebon akan lebih dihormati ketimbang Mataram, oleh karena itu, untuk menanggulangi hal itu, Gedeng Anis mencoba untuk membuat Cirebon tidak lagi menjadi pusat pengajaran agama Islam.
Caranya adalah dengan memasang guna-guna di Masjid Agung Cirebon, sehingga orang yang belajar agama di Masjid Kasultanan itu lari dan tidak betah untuk belajar.

Guna-guna yang dipakai Gedeng Anis untuk melancarkan misinya itu rupanya bukan guna-guna biasa, ia meletakan guna-guna Bruang Adus (Bruang Mandi) yang dikenal ampuh dizamannya. Guna-guna itu dipasang di Petaka (Kubah) Masjid Agung Cirebon.

Selepas dipasangnya Guna-guna itu, maka benar saja, orang-orang yang ibadah dan belajar di Masjid Agung Cirebon menjadi tidak betah, sebab manakala mereka memasuki masjid, mereka merasa terbakar kepanasan, ada juga yang merasa kedinginan hingga menggigil.

Lambat laun, Masjid Agung Cirebon kemudian menjadi sepi, ditinggal oleh para Jama’ahnya, mendapati hal semacam itu Gedeng Anis bahagia hatinya, sebab kini Cirebon tidak lagi dianggap sebagai Negara bawahan yang membahayakan Mataram.

Dilain pihak, Panembahan Ratu merasa sedih hatinya, melihat kondisi Masjid yang semacam itu, meskipun demikian beliau waktu itu tidak dapat berbuat apa-apa karena tidak mampu menanggulanginya.

Ruang Dalam Masjid Agung Cirebon
Selepas melakukan perenungan mendalam, Panembahan Ratu akhirnya ingat, bahwa ia masih memiliki Nenek di Tegal, neneknya itu merupakan Waliullah wanita yang kharismatiknya kurang lebih sama dengan Buyutnya Sunan Gunung Jati. Panembahan Ratu-pun kemudian berangkat ke Tegal untuk meminta bantuan. Nenek Panembahan Ratu yang dikenal sebagai waliullah wanita dari Tegal itu bernama Nyi Tegal Pengalang-ngalang.

Selepas menghadap Nyi Tegal-Pengalang-ngalang dan mengutarakan maksud dan tujuannya, Panembahan Ratu akhirnya pulang ke Cirebon besama neneknya untuk menangulangi guna-guna aneh yang menghantam masjid Agung Cirebon.

Sesampainya di Cirebon, Nyi Tegal Pengalang-ngalang kemudian langsung meninjau Masjid Agung Cirebon, mulanya ia mengamat-amati masjid itu dari luar, kemudian memasukinya, tanpa ada satu orangpun yang mengikutinya.

Setelah beberapa lama didalam masjid, Nyi Tegal Pengalang-ngalang rupanya melantunkan Adzan dengan pekikan yang sangat keras, bersamaan dengan dilantunkanya Adzan itu, terjadilah peristiwa aneh, sebab kubah masjid yang dipasangi guna-guna bruang adus itu meledak, memercikan bara api yang dahsyat hingga dentumannya mengagetkan seisi istana. Selepas peristiwa itu keadaanpun kembali seperti sediakala.

Penulis  : Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon

Posting Komentar untuk "Kisah Teluh Menjangan Wulung dan Bruang Adus"