Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Wafatnya Sunan Gunung Jati

Wafatnya Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidyatullah dalam buku History Of Java disebutkan pada tahun 1428 Saka (1509 M) dalam usia sangat lanjut. 

Kabar dan tahun wafatnya Sunan Gunung Jati yang dikisahkan dalam History Of Java jelas dibantah oleh para Sejarawan Cirebon, mengingat ketika peristiwa perang Galuh-Cirebon (1527-1530), Sunan Gunung Jati masih berperan dan lagipula kejadian perang Galuh-Cirebon tersebut terjadi setelah peristiwa yang diduga kematian Sunan Gunung Jati dalam buku History Of Java.
Makam Sunan Gunung Jati
Menurut catatan Kesultanan Cirebon, sebagaimana yang tertulis dalam Negarakertabumi dan Purwaka Carita Caruban Nagari, Sunan Gunung Jati Wafat pada Tanggal 11 Kresnapaksa Bulan Badramasa Tahun 1490 Saka (1568). 

Adapun mengenai kisah kewafatan Syarif Hidayatullah sebenarnya diceritakan juga dalam Naskah Mertasinga Pada Pupuh LVI.13-LVIII.06, uraian mengenai kisah ringkasannya adalah sebagai berikut:

Dimasa sepuhnya, Sunan Gung Jati menghabiskan waktunya di Gunung Kentaki (Sebelah Barat Gunung Sembung yang sekarang dijadikan Pemakaman Beliau), di gunung ini beliau menyendiri dan hari-harinya dihabiskan untuk bertafakur.

Sebelum beliau Wafat Sunan Gunung Jati Mengirimkan Surat untuk Anaknya Raden Sabakinkin yang menjadi Sultan di Banten, yang isinya memerintahkan agar Raden Sabakingkin memerintahkan anaknya yang bernama Kapil (Maulana Muhammad) untuk melaksanakan Ibadah Haji. 

Sunan Gunung Jati wafat di atas pembaringannya, tikarnya terbuat dari daun Rundamala, sementara bantalnya dari Batu. 

Pada saat meninggal umur Sunan Gunung Jati mencapai 120 Tahun. Adapun yang terlibat dalam menguburkan beliau adalah, Sunan Kali Jaga, Syekh Datuk Kahfi (Putra Syekh Nurjati/ Syekh Datuk Kahfi II) dan Pangeran Makdum.

Dalam naskah Mertasinga sebenarnya selain telah dijelaskan sebagaimana ringkasan cerita di atas, juga terdapat hal-hal mistis didalamnya, hal tersebut dapatlah dimaklumi karena nakah Cirebon pada umumnya ditulis dengan tembang dan juga didalamnya memuat nilai-nilai mistis. 

Nilai-nilia mistis dalam cerita tersebut yang terkandung dalam naskah Mertasinga diantaranya "Proses Pengiriman Surat Wasiat Sunjan Gunung Jati kepada anaknya di Banten dengan menggunakan Keris Sangyang Naga yang melesat sambil membawa surat. Jasad Sunan Gung Jati Sirna ke langit dijemput para malaikat, yang tertinggal hanya Jubah dan Tasbihnya saja". 

Demikianlah kisah wafatnya Sunan Gunung Jati. Wali ternama dari 9 Wali yang menebarkan Islam di tanah Jawa.