Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mataram Islam, Kerajaan Yang Lahir Dari Amuk Gunung Merapi

Bukan perkara susah sebenarnya bagi Kerajaan Pajang untuk membungkam Keadipatian Mataram yang memberontak. Mataram hanya memiliki 1000 prajurit terlatih, sementara sisa prajurit lainnya diisi oleh para petani yang tak tau apa-apa soal perang. Maka dengan 10.000 prajurit terlatih, Jaka Tingkir selaku Raja Pajang dengan bangganya menaiki Gajah kebesaranya menuju Mataram untuk menghukum Adipati Mataram. 

Rencananya 1000 prajurit Mataram cukup dihadapi dengan 1000 Prajurit Pajang, sementara yang 9000 lainnya menonton dari kejauhan sambil sesekali menakut-nakuti dengan teriakan, harapanya 1000 tentara Mataram itu dibantai sementara sisa nya melarikan diri kocar-kacir karena takut teriakan musuh. Tapi itu rencana awal, rencana yang di impikan Jaka Tingkir, tapi nyatanya yang terjadi justru sebaliknya, Jaka Tingkir tersungkur ambruk ke tanah dari Gajah tunggangannya. 

Tergopoh-gopoh pengawal setianya menyelamatkan Rajanya, kemudian tentara yang banyak itu meninggalkan medan perang dengan rasa malu. Sorak teriak mengejek dari tentara Mataram justru yang bergema. "Mataram menang…..!!!!, Mataram menang…..!!!", begitulah ceritanya. Tapi rupanya kekalahan Pajang itu bukan kerena 1000 tentara Mataram yang minim pengalaman tempur itu, akan tetapi karena amuk gunung merapi. 
Ilustrasi Rakyat Mataram

Latar Belakang Pemberontakan Mataram

Pada tahun1587 Ngabehi Danang Sutawijaya mantan Adipati Mataram mengangkat dirinya sebagai Raja Mataram ke I, dan untuk kemudian Mataram dijadikannya sebagai pusat Kerajaan yang membawahi bekas wilayah Kerajaan Pajang. Hal tersebut dilakukan setelah Mataram mampu menaklukan Pajang.


Latar belakang pemberontakan Mataram ke Pajang muncul berkenaan dengan harga diri orang Mataram. Dikisahkan Tumenggung Mayang Adik Ipar Sutawijaya, mempunyai seorang anak bernama Pangeran Pabelan, dikenal tampan tapi suka menggoda wanita. 

Dasar anak tak tau di untung, Rupanya Pangeran Pabelan ini menggoda hingga bermain cinta dengan Sekar Kedaton, Putri Sultan Pajang. Terang saja perbuatan Pangeran Pabelan membuat murka Sultan Pajang. Pangeran Pabelan kemudian diseret ke muka Raja. Ia kemudian dihukum mati. 

Mendapati anaknya dihukum mati, Tumenggung Mayang sebenarnya menerima begitu saja, sebab memanng kelakukannya tidak senonoh. Mengangkangi putri Rajanya sendiri. Tapi rupanya Amarah Jaka Tingkir tidak terkontrol, Tumenggung Mayang yang tak tahu apa-apa dengan perbuatan bejad anaknya justru kena getahnya, jabatan Tumenggung Mayang dilucuti, ia kemudian direncanakan di buang ke Semarang yang kala itu merupakan tempat terasing, meski tidak adil Tumenggung Mayang hanya pasrah menerima murka Rajanya. 
Ilustrasi Pengamanan Tempo Dulu
Jika Tumenggung Mayang menerima hukuman begitu saja, maka tidak demikian dengan Sutawijaya, sebagai kakak Ipar ia tidak terima saudranya direndahkan oleh Sultan Pajang. Maka rencana pembebasan Tumenggung Mayang pun kemudian di tetapkan. 

Ketika tentara Pajang mengantar Tumenggung Mayang ke tempat pembuangan, mereka dicegat oleh tentara Mataram, setelah adu golok yang terbilang sengit, Tentara Mataram kemudian berhasil membebaskan Tumenggung Mayang. Sang Tumenggung kemudian dibawa ke Mataram.

Peristiwa pembebasan Tumenggung Mayang oleh Mataram ini membuat Murka Pajang, Jaka Tingkir beranggapan bahwa hal tersebut merupakan pengumuman pemberontakan. Maka stelah peristiwa itu kemudian konflik Pajang dan Keadipatan bawahannya meledak. 

Pada tahun 1582 dengan 10.000 prajurit terlatihnya Pajang menyerang Mataram. Tapi bersamaan dengan itu, rupanya alam berpihak pada Mataram, Gunung Merapi meletus. Abu Vulkanik dari letusannya menghalangi jarak pandang tentara Pajang. Sementara di medan Perang Prajurit Mataram yang jumlahnya sedikit bergerak dengan efektif, hingga mampu membuat gajah yang ditunggangi Jaka Tingkir mengamuk, dan melemparkan Rajanya ke Tanah. 

Jaka Tingkir luka parah. Perang kemudian selesai setelah 10.000 pasukan Pajang memilih pulang karena mendapati Rajanya sekarat. Dan 6 Tahun setelah peristiwa peperangan itu, Mataram kemudian mampu menaklukan Pajang. Mataram pun kemudian mengumumkan diri sebagai Kerajaan Berdaulat ditanah Jawa Pengganti Kerjaan Pajang.

Begitulah kelahiran Mataram Islam, lahir karena amukan Gunung Merapi. Maka tidak mengherankan jika anak cucu Kerajaan Mataram, atau Kerajaan-kerajaan pecahan Mataram Islam pada hari ini begitu amat menaruh hormat pada Gunung Merapi atau bahkan mengkultuskannya, sebab demikian, amukan Gunung Merapi sangat berjasa pada pendirian Kerajaan itu.