Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tragedi Kucir 1913 Part III

Baba Kig Seng mengejar Raden Sanusi, Durajak menghadangnya, lalu menggampar Baba King Seng hingga tersungkur. Baba King Wan menolong temannya sambil membawa Klewang

Baba Tiyang Wi menembaki para santri. Sejumlah prajurit Cina lainnya membantu, mereka turut menyerang dengan menggunakan tombak, pedang dan panah. Num para santri tidak sedikitpun gentar.

Baba Sing Wat menyerang Ki Tarmidi dari atas, menaiki seutas kawat. Ki Tarmidi membaca "Sumum Bukmun Fahum Laya'qilun" ia terjatuh dari atas kawat dengan posisi kepala di bawah, lalu bangkit menyerang kmbali. 

Oleh Durajak, Baba Sing Wat dilempar ke atas genteng. Bala Cina dan Bala Santri saling lempar prabotan rumah. Ki Suhemin menembaki seisi rumah yang didalamnya terdapat orang-orang Cina. 

Akibatnya, banyak orang-orang Cina yang tewas, serpihan botol, mangkok, piring dan kaca berserakan dimana-mana, bahkan rumahpun roboh.

Kerusuhan terjadi lagi antara orang Cina dan Ulama dari Slaur sampai Celeng. Orang-orang Cina bersenjatakan golok cabang, belati, walat, tombak dan panah. Namun para Ulama tidak gentar. 

Mereka saling serang. Tidak seikit orang-orang Cina yang gugur, sebagian ada yang melarikan diri, bersembunyi isemak-semak. Ada pula yang kebingungan mencari sanak saudaranya. Rumah-rumah orang Cina ditinggalkan begitu saja.

Nyonya-Nyonya Cina melamun, bersedih hati ada pula yang menangis sejadi-jadinya. Mereka lalu pergi ke Indramayu Kota menghadap kepada Bupati untuk memohon pertolongan. 

Tetapi, mereka justru dimasukan ke penjara karena tidak segera melapor saat kejadian, bahkan dengan kekayaannya mereka dianggap terlalu sombong berani melawan pemerintah dan tidak mau mengakui kedudukan Bupati. 

Oleh Upas, mereka digiring ke penjara. Selama di penjara, sandang pangannya dijamin. Setelah masa kurungan selesai mereka keluar dari penjara. 

Bagi kaum laki-laki, sebelum meninggalkan penjara kucirnya wajib dipotong. Namun demikian mereka dilarang kembali di Celeng harus tinggal di Kota Indramayu.

Dikisahkan, para ulama dan santri bermusyawarah, dipimpin oleh Kiai Tarimadi. Haji Brahim juga turut hadir. 

Usai bemusyawarah sekerumunan bala santri, kiai dan haji berjalan dari desa Cangkring, melewati Larangan, Langut sampai ke Pangkalan. Sepanjang jalan mereka berzikir, suaranya bergemuruh.
Kucir Orang-Orang Cina
Mendengar kabar para santri mau memotong kucir orang-orang Cina, Baba Su Yang dan teman-temannya bersiap menghadang. 

Mereka dibekali berbagai macam persenjataan, mulai dari Bedil, Tombak, Pedang, Keris, Belati, Klewang, Patrembomo dan lainnya. 

Ki Mandaka dihajar dengan menggunakan linggis oleh Baba Hong Kih hingga terjatuh. Tapi ia bangkit kemudian balik menempeleng dan menghantamnya. 

Baba Sing Wat menolong temannya dengan menembaki lawan, tapi malah dilempar oleh Ki Mandaka. Pedang Baba Ke Cang ipatahkan menjadi dua oleh Ki Mandaka, saat mau menyerangnya.

Para Santri bergerak menuju Jangga, melewati desa Pangkalan dan Desa Rancagunda. 

Disana Baba Tang Kin, Heng Lin, Keng Yan, Heeng Kih, Swan Ho dan Heng Yu bersiap menyambut. 

Senjata yang mereka gunakan adalah pedang, bedil, kuli-kuli, tombak, klewang dan linggis. Baba Ki Sang yang baru saja datang dari Jawa (Jawa Tengah-Timur) turut membantu teman-temannya sambil membawa pentungan. 

Mendengar suara Adzan yang diikuti suara tembakan, Prajurit Cina mulai merapatkan barisan meskipun agak gemetar. Nyonya-nyonya hanya histeris menangis karena takut.

Perang terjadi di beberapa ruas jalan, mulai dari Desa Krimun, Pendawa, Jangga, Pangkalan Rancagunda, Puntang, Sukawera, Karanggandok sampai Losarang Kulon. 

Nyonya-nyonya yang menangis ketakutan segera menghadap Demang dan Ngabehi (Bupati) untuk memohon pertolongan. 

Mereka tidak peduli lagi dengan harta bendanya yang berserakan. Sementara prajurit Cina dikepung dari segala arah oleh kaum santri sehingga mereka menyerah. Lalu datanglah Ki Demang, Upas, Ngabehi beserta bala tentaranya, berpura-pura mau mengejar santri dan ulama. 

Orang-orang Cina kemudian dimasukan ke Paseban, lalu satu persatu kucirnya dipotong. Mereka kemudian diwajibkan tinggal di Kota Indramayu.

Di Desa Parean, orang-orang berkumpul, sebagian diantaranya Cina Karangsinom. Sementara para santri di rumah Anjun. Diantara yang turut hadir adalah Ki Tarmidi, Haji Harun dan Orang Arab. Ki Ramadi menyampaikan bahwa pada hari Jumat tanggal 3 akan bergerak.

Cina Parean bersiap siaga menghadapi para Santri, segala macam senjata telah disiapkan. Pimipnannya adalah Baba Ke Cang, kepada pengikutnya ia menjelaskan sesembahan orang Cina itu lebih luhur dari para santri.

Suatu hari Raden Sanusi masuk kedalam toko Sang Bih, milik orang Cina, berpura-pura membeli baju. Nyonya Cina nan cantik pemilik toko dipeletnya, sehingga ia mengikuti Radn Sanusi dari belakang. 

Tidak terima istrinya digoda, Baba Ke Cang mengejarnya sembari menenteng pedang. Sanusi ditebas dengan pedang, tapi pedangnya ditangkap, lalu dilemparkan. Baba Ke Cang lalu ditendang hingga tersungkur.

Kisah Selanjutnya Baca : Sejarah Kucir 1913 Part IV

Posting Komentar untuk "Tragedi Kucir 1913 Part III"