Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Putra Sunan Gunung Jati yang Lahir dalam Liang Kubur

Pada tahun 1492 Masehi, Istri Sunan Gunung Jati yang dikenal piawai dalam tata kelola Keraton wafat, malangya ketika wafat beliau sedang dalam keadaan mengandung besar. 

Peristiwa itu membuat Sunan Gunung Jati berduka, karena selain kehilangan istri, beliau juga kehilangan anak yang masih dalam kandungan. 

Ketika jenazah Istri Sunan Gunung Jati itu hendak dikebumikan, rupanya terjadi peristiwa yang mencengangkan, sebab anak dalam kandungan tersebut lahir. Anak itu lahir ketika Ibundanya hendak dimasukan ke dalam liang kubur. 
Ilustrasi
Putra Sunan Gunung Jati yang lahir dalam liang kubur pada Tahun 1492 Masehi itu nantinya diberi nama "Muhamad Arifin" dan karena lahir didalam liang kubur, putra Sunan Gunung Jati yang satu ini dijuluki "Pangeran Pasarean". 

Kata Pasarean, dalam Bahasa Cirebon berasal dari kata "Sare" yang diberi akhiran "an". Kata tersebut maknanya banyak diantaranya "Kuburan/Makam/Liang Kubur/Liang Lahat". Bisa juga bermakna tempat tidur (Maksudnya tempat tidur abadi (Kuburan))

Ibunda Pangeran Pasarean

Pangeran Pasarean, atau Muhamad Arifin lahir dari seorang perempuan yang bernama "Rara Tepasan atau Rara Tepasari". 

Rara Tepasan adalah cucu dari Raja Majapahit, sementara bapaknya orang yang menjadi penguasa di suatu daerah bawahan Majapahit yang bernama Tepasan.

Rara Tepasari datang ke Cirebon dengan membawa harta yang banyak dan diiringi oleh para pengawal serta dayang-dayang. 

Rara Tepasari datang ke Cirebon untuk meminta suaka kepada Kerajaan Cirebon, sebab pada tahun 1490 an, Majapahit diguncang peperangan yang berlarut-larut. Majapahit sendiri pada akhirnya runtuh pada tahun 1527 Masehi. 

Karena cucu seorang Raja, Rara Tepasari diperlakukan sebagai tamu kehormatan di Cirebon, dan bahkan dinikahi oleh Sunan Gunung Jati. 

Pernikahan Rara Tepasari dengan Sunan Gunung Jati berlangsung pada tahun 1490, dari perkawinan keduanya melahirkan dua orang anak, anak pertama berjenis kelamin wanita yang nantinya diberi nama Ratu Ayu Wanguran, sementara anak yang kedua adalah seorang Putra yang lahir di liang kubur, yaitu Pangeran Pasarean. 

Pangeran Pasarean Diangkat Menjadi Raja Muda

Pangeran Pasarean sebetulnya bukan putra Sunan Gunung Jati yang tertua, meskipun demikian pada akhirnya beliau diangkat menjadi Putra Mahkota, bukan itu saja bahkan selama 18 tahun, Pangeran Pasarean pernah menjadi Raja Muda mendampingi ayahnya memerintah Cirebon. 

Diantara sebab Pangeran Pasarean diangkat menjadi Putra Mahkota adalah karena Putra Sunan Gunung Jati tertua, yaitu Maulana Hasanudin menjadi Sultan Banten, sementara dua kakak Pangeran Pasarean yang lainnya, yaitu Pangeran Jayakelana dan Bratakelana telah wafat mendahului. 

Selama menjadi Raja Muda, Pangeran Pasarean menjalankan roda pemerintahan mewakili ayahnya, mengingat pada waktu itu Sunan Gunung Jati juga sibuk dalam berdakwah menyebarkan agama Islam di Pelosok tanah Sunda. 

Istri dan Anak Pangeran Pasarean

Selama hidupnya, Pangeran Pasarean pernah menikah dua kali, yaitu dengan Ratu Dewi anak dari Ki Arya Kedung Soka, dan menikah dengan Ratu Nyawa, anak Pangeran Trenggono, Sultan Demak ke tiga.

Dengan Ratu Dewi Pangeran Pasarean tidak dikaruni anak, akan tetapi pernikahannya dengan Ratu Nyawa dikaruniai 6 orang anak, yaitu:
  1. Pangeran Kasatrian
  2. Pangeran Losari
  3. Pangeran Sedang Kemuning/Swarga (Berjuluk Dipati Carbon I)
  4. Ratu Bagus
  5. Ratu Mas Tuban
  6. Pangeran Raju

Wafatnya Pangeran Pasarean

Cirebon merupakan sekutu rapatnya Demak, maka tidak heran Sunan Gunung Jati dan para Sultan Demak mengikat tali kekerabatan dengan erat, caranya dengan menjodohkan anak-anak Sultan Cirebon dan Demak. 

Pangeran Bratakelana tercatat menikah dengan Putri Raden Fatah, sementara Pangeran Pasarean menikah dengan Putri Sultan Trenggono. 

Hubungan kekerabatan antara Demak dan Cirebon yang begitu kuat tersebut menjadikan keduanya saling dukung dalam segala hal termasuk soal politik. 

Pada masa Sunan Prawoto memerintah, terjadi Pemberontakan di Demak, Arya Penangsang memproklamirkan diri sebagai Raja Demak yang berkedudukan di Jipang. Hal ini menyebabkan terjadi bentrokan yang hebat antara Pasukan Arya Penangsang dan Sunan Prawoto. 

Sebagai sekutu Demak, Cirebon berkewajiban membantu Demak, oleh karena itu, Sunan Gunung Jati mengutus Pangeran Pasarean untuk mempertahankan Sunan Prawoto dari serangan para pemberontak. Dalam peristiwa itulah Pangeran Pasarean gugur. Pangeran Pasarean wafat di Demak pada Tahun 1546, Jenazahnya kemudian dibawa ke Cirebon dan dimakamkan di Gunung Sembung. 


Penulis : Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon

Posting Komentar untuk "Kisah Putra Sunan Gunung Jati yang Lahir dalam Liang Kubur"