Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

20 Strategi Perang Kerajaan Sunda yang Membuat Majapahit Gagal Menjajah Sunda

Kegagalan Majapahit dalam melakukan penjajahan pada Kerajaan Sunda tentu dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor baiknya mutu pengetahuan Raja dan Segenap Prajurit Kerajaan Sunda terhadap strategi perang. 

Strategi perang yang digunakan Kerajaan Sunda pada akhirnya dapat menangkis gempuran dari Majapahit, baik gempuran yang berkaitan dengan oprasi militer, intelejen ataupun gempuran dalam bentuk diplomasi yang dilancarkan Majapahit guna melemahkan Kerajaan Sunda.

Pararaton mencatat, bahwa ketika Gajah Mada diangkat menjadi Mahapatih Amangkubhumi pada tahun 1334 Masehi, ia bersumpah akan menaklukan Nusantara, dan salah satu negeri di Nusantara yang bakal ditaklukannya adalah "Sunda", namun sumpah itu belakangan tidak terlaksana, mengingat hingga kewafatanya pada tahun 1364 Masehi Gajah Mada belum dapat menaklukan Sunda. 

Sebetulnya, ketika menjabat sebagai Mahapatih Amangkubhumi, Gajah Mada dengan segala daya dan upayanya, melakukan beberapa kali oprasi militer ke Kerajaan Sunda. 

Kidung Sunda mencatat, bahwa Gajah Mada pernah memerintahkan Tentara Majapahit yang dipimpin oleh dua orang Panglima tempur bernama Les dan Baleteng untuk menyerbu Sunda, akan tetapi serbuan tersebut digagalkan oleh Kerajaan Sunda, bahkan kedua panglima tempur andalan Gajah Mada itu tewas mengenaskan, bukan itu saja, seluruh prajurit Majapahit yang dikirim untuk melakukan invasi ternyata dihabisi oleh tentara Sunda.

Baca Juga: Mantri Les dan Baleteng Panglima Perang Majapahit dalam Invasi Ke Sunda

Kidung Sunda mencatat, bahwa manakala Gajah Mada sudah tak sanggup menaklukan Sunda dengan oprasi Militer, ia mencoba menaklukan Sunda dengan jalan diplomasi dan taktik penyergapan pada Raja dan Putri Sunda yang datang ke Majapahit, akan tetapi cara ini juga gagal, sebab Raja dan Putri Sunda serta segenap pengiringnya lebih memilih mati dalam medang pertempuran ketimbang harus mengaku takluk pada Majapahit. 

Pada akhirnya, meskipun Prabu wangi dan Putrinya Dyah Pitaloka gugur dibubat, Gajah Mada tetap saja tidak bisa menuntaskan sumpahnya untuk dapat menjajah Sunda. 

Selepas terbunuhnya Raja dan Putri Sunda di Bubat, Sunda rupanya tidak tinggal diam, tercatat ada beberapa serangan yang dilancarkan kerajaan Sunda pada Majapahit, sehingga menyebabkan beberapa daerah Majapahit lulu lantak, hal ini dapat dipahami pada kandungan teks Prasasti Horen yang ditemukan di Kediri.

Baca Juga: Serangan Kerajaan Sunda Ke Majapahit Selepas Perang Bubat

Ilustrasi Perang

Strategi Perang Kerajaan Sunda

Kerajaan Sunda pada saat Gajah Mada menjabat sebagai Mahapatih hingga kewafatanya, adalah Kerajaan yang terletak dibagian barat pulau Jawa, Kerajaan Sunda waktu itu wilayahnya mencakup Galuh dan Pakuan (Sunda-Galuh Bersatu), sementara Raja yang memerintah adalah Sanghyang Maharaja Linggabuana atau juga dikenal dengan julukan Prabu Wangi yang memerintah dari tahun 1350 hingga 1357 Masehi.

Kerajaan Sunda dari Generasi ke genarasi dikenal sebagai Kerajaan yang tentram dan aman, karena kerajaan ini tidak suka mencampuri urusan dalam mengeri Kerajaan lain, walaupun demikian Kerajaan Sunda juga tercatat sulit ditaklukan sebab memiliki pertahanan dan strategi perang yang mapan guna mempertahankan kerajaannya dari kemungkinan serangan dari Kerajaan tetangga, sebab itulah dari zaman ke zaman Kerajaan Sunda sulit ditaklukan oleh lawan-lawannya.

Ada banyak strategi perang yang  diaplikasikan Kerajaan Sunda  dalam memeprtahankan kerajaannya, Strategi ini bahkan kemudian dibukukan oleh Raja Sunda setelahnya guna dijadikan sebagai pedoman dalam mempertahankan wilayahnya.

Pada masa Sri Baduga Maharaja / Prabu Siliwangi (Cucu Prabu Wangi) strategi-strategi perang yang digunakan oleh luhurnya itu diajarkan secara rahasia kepada para pangeran, dan petinggi kerajaan untuk kemudian dibagikan kepada para Prajurit Kerajaan. 

Adapun kitab yang dimaksud, dimana didalamnya mengandung strategi perang yang digunakan oleh leluhur Kerajaan Sunda itu adalah Kitab "Sangyang Siksakandang Karesian".

Kitab Sangyang Siksakandang Karesian (SSK) mulanya kitab Rahasia negara yang didalamnya berisi 30 lembar halaman, ditulis pada tahun 1518, di dalamnya terkandung nilai-nilai strategi kemiliteran. 

Kitab atau Naskah itu kini disimpan di Museum Nasional dengan nomer kode Kropak 630 (Manuskrip Sunda B).

Didalam Kitab Sangyang Siksakandang Karesian (SSK), setidak-tidaknya terdapat 20 strategi militer yang biasa digunakan dan diaplikasikan oleh Kerajaan Sunda (Baik Sunda Galuh atau Sunda Pajajaran) dalam mempertahankan kejayaan kerajaan, yaitu ;

  1. Makarabihwa. Yaitu Strategi perang, yang dirancang untuk mengalahkan musuh tanpa berperang, melainkan dengan menggunakan kekuatan pengaruh; yaitu merusak kekuatan musuh dari dalam, sehingga mereka sudah kalah sebelum berperang.
  2. Katrabihwa. Yaitu strategi perang, yang diaplikasikan dalam pembagian posisi prajurit saat menyerang, ada dari atas dengan senjata panah; ada dari bawah dengan senjata tombak dan berkuda.
  3. Lisangbihwa. Strategi perang yang dilakukan sebelum perang dilakukan, Hulu Jurit (Panglima Perang) mengumpulkan pasukan untuk memberi motivasi dan membakar semangat juang, agar punya semangat mengalahkan lawan meskipun kekuatan pasukan seadanya.
  4. Singhabihwa. Strategi perang dengan teknik mengalahkan musuh dengan memasukkan tim kecil penyusup ke barisan musuh. Tim kecil berisi 5 orang ini bekerja mempengaruhi mental musuh, sehingga musuh bisa hancur oleh pikirannya sendiri.
  5. Garudabihwa. Strategi perang dengan jalan memecah kekuatan pasukan pada titik-titik yang tersebar. Setiap titik berjumlah sekitar 20 orang. Saat menyerang dilakukan secara serentak, kemudian setelah itu menyebar kembali seperti semula, hingga dilancarkan serangan berikutnya. 
  6. Cakrabihwa. Menyusup ke wilayah musuh secara rahasia, untuk menyembunyikan senjata. Senjata dibutuhkan untuk peperangan suatu saat nanti. Penyusup haruslah prajurit yang terlatih dan sangat mengenal medan.
  7. Sucimuka. Upaya pembersihan sisa-sisa kekuatan musuh, setelah perang berakhir. Biasanya musuh masih ada yang bersembunyi dan berlindung diri. Upaya ini dilakukan agar musuh kalah secara total, dengan tidak mampu membangun kekuatan kembali.
  8. Brajapanjara. Mengambil kekuatan musuh untuk dididik dan dilatih menjadi orang kepercayaan. Nantinya dia dikembalikan ke asal daerahnya untuk menjadi mata-mata; guna melaporkan kekuatan musuh, senjata yang dipakai, dan strategi perangnya.
  9. Asumaliput. Kemampuan mencari persembunyian yang tidak diketahui oleh musuh.
  10. Meraksimpir. Bila pasukan berada di daerah rendah, dan musuh berada di daerah tinggi; maka strateginya adalah menggunakan tombak dan kuda.
  11. Gagaksangkur. Bila musuh berada di daerah rendah, dan pasukan berada di daerah tinggi; maka dilakukan serangan seperti meloncat atau sergapan.
  12. Luwakmaturut. Gerakan pasukan mengejar musuh yang melarikan diri, sampai ditemukan tempat persembunyiannya.
  13. Kudangsumeka. Bila menyusup ke daerah musuh harus bisa menyembunyikan pedang yang dibawa, atau membawa pedang ukuran kecil.
  14. Babahbuhaya. Cara menghimpun pasukan ketika terdesak, misalnya dengan memotivasi mental, semangat; diarahkan ke mana harus melarikan diri, memilih tempat berlindungi, menghindari pengejaran, dan lainnya. 
  15. Ngalinggamanik. Prajurit yang terlatih dipersenjatai dengan senjata rahasia atau senjata aneh kerajaan, dan dilatih mengendalikannya sebaik mungkin.
  16. Lemahmrewasa. Cara berperang di hutan, ketika posisi terdesak, dengan menggunakan sarana-sarana senjata seadanya seperti batu dan batang pohon.
  17. Adipati. Teknik melatih prajurit komando Khusus, dimana strategi ini digunakan untuk mencetak para prajurit yang memiliki kemampuan handal, melebihi kemampuan prajurit biasa.
  18. Prebusakti. Prajurit diberi latihan kesaktian, dengan cara supranatural (menggunakan kekuatan makhluk ghaib); agar memiliki kemampuan melebihi pasukan biasa.
  19. Pakeprajurit. Prajurit pilihan ditugaskan berunding untuk mencapai perdamaian, karena raja menitahkan tidak menempuh cara perang; meskipun komandan pasukan ingin berperang.
  20. Tapaksawetrik. Cara-cara berperang di air, menggunakan senjata di air, mengelabui musuh, mendekati musuh melalui jalur air.
Keduapuluh strategi perang Kerajaan Sunda tersebut tercatat cukup gemilang dalam mempertahankan kerajaan, terbukti dari kegagalan Majapahit dalam upaya melakukan penjajahan terhadap kerajaan Sunda. Hingga runtuhnya Majapahit pada 1527 kerajaan tersebut tidak sanggup menaklukan Majapahit. 

Kekalahan Kerajaan Sunda Oleh Cirebon dan Banten

Selepas runtuhnya Majapahit, praktis kekuasaan atas Pulau Jawa bagian timur jatuh ke tangan Demak, pada masa itu di pulau Jawa bagian barat justru makin solid seiring naik tahtanya Prabu Siliwangi menjadi Raja di seluruh tanah Sunda, pada masa ini, Ibu Kota kerajaan seluruh tanah Sunda dipindahkan dari Kawali (Galuh) menuju Pakuan Pajajaran. 

Pada masa Prabu Siliwangi itulah segala kebijaksanaan para pendahulunya dibukukan, termasuk mengenai strategi Perang yang telah diwarisi dari kebijaksanaan Raja-Raja Sunda terdahulu. Namun kitab itu bersifat rahasia dan hanya bisa dibaca oleh para Brahmana dan Kesatrian (Bangsawan). 

Pada masa Prabu Siliwangi memerintah (1482-1521), juga jelas hanya kalangan dari Kasta Brahmana dan Kesatria saja yang mendapatkan pendidikan yang memadai, karenanya kebanyakan rakyat, seperti dari kalangan kasta Waisa dan Sudra hanya sedikit saja yang bisa membaca. Dari itu meskipun pengetahuan mengenai strategi perang sudah dibukukan, rakyat jelata bagaimanapun tidak akan sanggup membaca dan memahaminya, maka dapat ditarik pula kesimpulannya, jika pengetahuan mengenai strategi perang pada masa itu hanya diketahui segelintir orang saja. 

Sebagai bahan perbandingan, bahwa Ketika Indonesia Merdeka di tahun 1945, seperti tercatat dalam buku Haji Agus Salim (1884-1954): Tentang Perang, Jihad, dan Pluralisme (2004), angka buta huruf masih 90 persen. Sekolah hanya bisa dinikmati 10 persen penduduk saja. Karenanya tidak mengherankan jika angka buta huruf pada abad 15-16 (zaman Prabu Siliwanagi) dikalangan masyarakat, khususnya masayarakat Sunda masih sangat tinggi.

Karena masayarakat awan di zaman Prabu Siliwangi mayoritasnya buta huruf, maka meskipun kebijaksanaan Raja termasuk didalamnya soal pengetahuan strategi perang hanya dapat dipahami oleh kalangan bangsawan saja yang memang diperuntukan untuk mewarisinya. Dan salah satu bangswan yang dikemudian hari mewarisi pengetahuan strategi perang kerajaan Sunda adalah "Pangeran Walangsungsang" yang tak lain sebagai anak Prabu Siliwangi.

Menurut Carita Purwaka Caruban Nagari, bahwa Pangeran Walangsungsang ketika menjadi penguasa Cirebon digelari dengan "Sri Mangana" gelar tersebut bermaksud Kepala Pemerintah Otonom Cirebon dan Juga Panglima Perang Pajajaran yang berkedudukan di Cirebon.

Hal itu, mengindikasikan jika Pangeran Walangsungsang betul-betul seorang Pangeran yang piawai dalam berperang sekaligus juga mewarisi serta memahami pengetahuan strategi perang Kerajaan Sunda dari pendahuluinya melalui pendidikan yang didapat selama hidup di Keraton. 

Selepas mangkatnya Prabu Siliwangi, pajajaran diprintah oleh Snghyang Surawisesa, adik Tiri Pangeran Walangsungsang, pada masa inilah antara Pajajaran dan Cirebon berperang (1527-1530). Dalam catatan sejarah Cirebon, bahwa peperangan demi peperangan yang berlangsung diantara keduanya, apabila pasukan Cirebon dipanglimai oleh Pangeran Walangsungsang, Cirebon tidak pernah kalah perang, sebab segala strategi perang yang digunakan Pajajaran dapat dipatahkan oleh Cirebon.


Pendeknya, runtuhnya Pajajaran pada masa-masa setelahnya, adalah karena yang menjadi musuh dari Pajajaran itu adalah para Pangeran dari kalangan Kerajaan Sunda sendiri yang mewarisi strategi perang leluhur mereka. 


Dalam hal ini, Cirebon dan Banten memahami betul strategi perang yang dimainkan Pajajaran, karenanya tidak begitu mengherankan segala upaya Pajajaran dalam menghadapi Cirebon dan Banten gagal. Hal lain yang menyebabkan kalahnya pajajaran oleh Cirebon dan Banten adalah karena mereka memiliki persenjataan yang lebih mutakhir dibandingkan pajajaran, mereka mendapatkan pasokan meriam dari Demak, sementara disisi lain, Pajajaran waktu itu terlembat mendapatkan pasokan senjata mutakhir dari Portugis. 

Bahwa intinya, kekuatan Pajajaran dengan strategi perangya itu hanya dapat dipatahkan oleh mereka yang juga menguasai strategi perang yang sama, dalam hal ini Cirebon dan Banten adalah dua negara yang menguasai Strategi perang orang Sunda yang diwarisi dari leluhur mereka Raja-Raja Sunda. 


Penulis: Bung Fei
Editor : Sejarah Cirebon

Posting Komentar untuk "20 Strategi Perang Kerajaan Sunda yang Membuat Majapahit Gagal Menjajah Sunda"