Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perjalanan Hidup Pangeran Walangsungsang

Pangeran Walangsungsang dalam sejarah Cirebon dikenal memiliki beberapa nama, akan tetapi nama yang paling masyhur selain nama aslinya adalah Cakrabuana dan Ki Kuwu Carbon.

Pangeran Walangsungsang merupakan anak Prabu Siliwangi dengan Nyimas Ratu Subanglarang. Beliau merupakan anak pertama dari keduanya.

Baca Juga: Prabu Siliwangi, Raja Sunda Ternama

Meskipun ayahnya seorang Raja Sunda dan sudah tentu beragama Hindu-Budha, akan tetapi Pangeran Walangsungsang lebih memilih agama Ibunya Islam, sebab Ibunya selain anak seorang pembesar di Mertasinga juga merupakan santri Syekh Qura Karawang.

Menurut Naskah Purawaka Caruban Nagari, Pangeran Walangsungsang keluar dari Istana Pajajaran dan memilih menjadi pengembara selepas kewafatan ibundanya. Pangeran Walangsungsang mendapat perlakukan buruk dari ibu tiri dan saudara tiriya selepas ditinggal wafat ibunya dari itulah ia memilih keluar Istana.

Sementara menurut Naskah Mertasinga, Keluarnya Pangeran Walangsungsang dari Istana setelah Ibunya diusir, alasanya karena tetap memeluk Islam dan mengamalkan ajaran Islam dalam Istana padahal menurut aturan kerajaan tidak boleh mengamalkan ajaran Islam didalam lingkungan istana.

Setelah diusir, Nyimas Subang Larang diasingkan ke Banten. Oleh karena itu Walangsungsang memilih keluar Istana bersama adiknya Nyimas Rara Santang untuk mengembara mencari Guru Agama Islam di Gunung Sembung (Sekarang Bagian dari Gunung Jati Cirebon).

Baca Juga: Subang Larang, Istri Prabu Siliwangi Yang Dibuang

Di Gunung Sembung Walangsungsang bersama adiknya belajar agama kepada Syekh Nurjati, keduanya ditempa dengan ilmu-ilmu keislaman hingga akhirnya Sang Guru memerintahkan keduanya pergi ke Mekah untuk menunaikan Ibadah Haji.

Ketika keduanya melaksanakan Ibadah Haji di Mekah, adik Pangeran Walangsungsang dilamar oleh seorang Penguasa Mesir yang dikisahkan baru ditinggal wafat oleh istrinya.

Dari Mekah Pangeran Walangsungsang menuju Mesir untuk menyertai adiknya menikah, selepas beberapa Bulan di Mesir beliaupun kembali lagi ke Pulau Jawa tanpa di sertai adiknya.

Di Pulau Jawa, Pangeran Walangsungsang lebih memilih hidup di Sembung bersama gurunya, akan tetapi dikemudian hari beliau menetap di Desa Caruban yang didirikan oleh Ki Danusela, seorang Syah Bandar Pelabuhan Muara Jati.

Pada mulanya Walangsungsang merahasiakan ke Pangerananya kepada Ki Danusela, beliau tetap hidup Mandiri di Caruban dengan berprofesi sebagai Nelayan pencari Rebon (Udang Kecil) sambil sesekali mendakwahkan Islam disana.

Waktu itu yang menjadi Kuwu di Caruban adalah Ki Danusela. melihat tingkah laku Pangeran Walangsungsang yang giat, jujur, pintar dan berwawasan, Ki Danusela tertarik pada Walangsungsang, beliaupun masuk Islam atas petunjuk Walangsungsang.

Selain itu, Ki Danusela juga menikahkan Walangsungsang dengan anak perempuannya. Tidak sampai situ saja Walangsungsang juga diberi jabatan sebagai Raksa Bumi di Caruban. Sebab itulah beliau kemudian dikenal dengan nama Ki Cakrabuana, maksudnya seseorang yang mengemban jabatan Raksabumi yaitu suatu jabatan dalam struktur pemerintahan desa kala itu yang  mengurusi tata kelola tanah/Bhumi.

Setelah Ki Danusela meninggal, Pangeran Walngsungsang mewarisi jabatan sebagai Kuwu Caruban, ia menjadi Kuwu ke II Caruban.

Karena sejak kecil Pangeran Walangsungsang memang orang terpelajar yang biasa hidup di Istana, maka tata kelola pemerintahan Desa Caruban beliau kelola dengan professional, sehingga tidak terlampau lama Caruban menjelma menjadi sebuah desa yang maju, bahkan menjadi Kota Pesisir utara yang ramai dikunjungi orang.

Majunya Caruban ditangan Walangsungsang menarik perhatian pusat Kerajaan Pajajaran, sehingga penyelidikan tentang Caruban oleh Kerajaanpun kemudian dilakukan.

Betapa terkaget-kagetnya utusan Kerajaan Pajajaran setelah mengetahui bahwa Kuwu Caruban merupakan anak Prabu Siliwangi yang telah lama keluar dari Istana.

Utusan Kerajaan Pajajaran kemudian melaporkan pada rajanya. Mendapati laporan dari bawahanya, Prabu Siliwangi merasa bangga pada anaknya karena sukses memakmurkan wilayah. 

Dikemudian hari, Walangwungsang diangkat menjadi penguasa Caruban dengan gelar Sri Manggana.

Pada masa Walangsungsang, Caruban berubah menjadi Kota yang ramai, Caruban juga berangsur-angsur disebut Cirebon karena pelafan orang. Selain disebut Cirebon, Caruban juga dikenal dengan nama Grage, kependekan dari Nagara 'Gede (Kota Besar).

Setelah menjadi penguasa Cirebon,  Walangsungsang berhasil mengislamkan mayoritas penduduk Cirebon.

Selain itu, Walangsungsang juga membangun istana sebagai tempat pemerintahan, Istana dinamai "Pakungwati", nama yang dambil dari salah satu anak perempuannya.

Cirebon semakin bertambah terkenal, setelah Walangsungsang kedatangan keponakannya Syarif Hidayatullah dari Mesir, anak adik perempuannya yang dahulu menikah saat Ibadah Haji di Mekah.

Menjelang masa sepuhnya, Walangsungsang tidak kunjung dikaruniai pewaris tahta, 8 anak yang telah dilahirkan semuanya perempuan.

Menimbang ketiadaan penerus tahta, Walangsungsang menikahkan anak kesayangannya Nyimas Pakungwati dengan keponakannya Syarif Hidayatullah, beliaupun kemudian mengundurkan diri sebagai penguasa Cirebon dan mengangkat keponakannya menjadi penguasa Cirebon yang baru. Meskipun demikian setelah itu Wlangsungsang dikaruniai dua orang anak laki-laki.

Baca Juga : Daftar Ketrunan Pangeran Cakrabuana Dari Istri-Istrinya 

Selepas Prabu Siliwangi Mangkat hubungan Cirebon dan Pajajaran menjadi buruk, hingga kemudian Cirebon memproklamirkan merdeka dari Pajajaran dan membentuk Kerajaan Islam Cirebon, Kerajaan pertama dan tertua di Pasundan.

Baca Juga: Kerajaan Cirebon, Masa Pendirian, Kejayaan dan Kemunduran

Pangeran Walangsungsang wafat di Cirebon, jasadnya dimakamkan di komplek pemakaman Sunan Gunung Jati Cirebon.

Posting Komentar untuk "Perjalanan Hidup Pangeran Walangsungsang"