Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kisah Perjumpaan Sunan Gunung Jati Dengan Nabi Muhamad SAW

Kisah Perjumpaan Sunan Gunung Jati Dengan Nabi Muhamad SAW diceritakan dalam Naskah Mertasinga Pupuh V.13 s/d V.22, kisah ini sebenarnya rentetan dari kisah pengembaraan Syarif Hidayatullah muda setelah beliau menemukan kitab usul kalam yang ditemukannya di Gedong Agung  Istana Banisrail. 
Kitab tersebut dikisahkan ditulis dengan menggunakan tinta emas dan didalamnya membahas mengenai hakikat Nabi Muhammad dan menjelaskan mengenai Dzat Allah yang maha suci. 

Setelah membaca kitab tersebut, Syarif Hidayatullah muda begitu kuat hatinya ingin berjumpa dengan Nabi Muhamad. Waktu itu Syarif Hidayatullah berumur 12 Tahun. 
Penggalan Translit Naskah Mertasinga Tentang Perjumpaan SGJ Dengan Nabi Muhamad SAW
Sebelum itu ayah Syarif Hidayatullah penguasa mesir dan Palestine (Sultan Hud) telah mangkat. Maka diputuskanlah kemudian yang menjadi penerus tahta adalah Syarif Hidayatullah karena beliau merupakan anak laki-laki pertama dari Sultan Hud dan Ratu Nyimas Larasantang (Nama Larasantang diganti menjadi Sayarifah Mudaim setelah beliau menjadi Ratu).

Baca Juga
    Akan tetapi sebelum penobatan Syarif Hidayatullah sebagai Sultan dilaksanakan, Syarif Hidayatullah muda mengutarakan isi hatinya supaya di ijinkan mengembara mencari Nabi Muhamad SAW kepada ibunya. Alangkah terkaget-kagetnya Ibunda Syarif Hidayatullah, dalam keadaan itu kemudian Ibunda Syarif Hidayatullah berkata “Wahai anaku bukankah Nabi Muhamad telah wafat dan dikuburkan di Madinah, Anaku, bagaimana mungkin ananda bisa berjumpa dengan beliau?, sudahlah anaku, janganlah engakau pergi!” 

    Mendapati gelagat aneh dari anaknya itu, Ratu Nyimas Larasantang merasa khawatir dan memberitahukan kepada patihnya yang bernama Patih Onka. 

    Sang Patih kemudian membujuk Syarif Hidayatullah muda, bujuknya agar jangan mengembara, sebab Nabi Muhamad sudah wafat dan telah dikuburkan di Madinah lagipula penobatan Syarif Hidayatullah sebagai penguasa Banisrail segera dilaksanakan. 

    Namun Syarif Hidayatullah sudah kuat hatinya, ingin mengembara mencari Nabi Muhamad, demikian katanya terhadap Sang Patih “Paman aku tidak mengangap beliau telah wafat, karena itu adalah urusan Allah yang bersifat maha pengasih. Apakah Paman pernah mendengar ada orang yang telah wafat kemudian datang menemui orang hiidup?, memang Allah itu maha kuasa. Susah atau  mudahnya kita serahkan kepada Allah, begitu tambah Syarif Hidayatullah dengan keyakinan penuh”

    Stelah peristiwa itu, kemudian Syarif Hidayatullah muda meninggalkan Istana dan mengembara mencari Nabi Muhamd SAW. Dalam pengembaraanya itu Syrif Hidayatullah dikisahkan mengunjungi Makam Nabi Sulaiman di Pulau Majeti. 


    Beliau juga kemudian terdampar di Jabal Kahfi, dan dalam perjalanan selanjutnya dimana Syarif Hidayatullah Muda dalam keadaan lelah setelah seratus hari seratus malam tak kunjung menemukan Nabi Muhamad SAW, Syarif Hidayatullah dibawa kedalam alam dimensi lain, beliau melihat alam nyawa dimana tempat berkumpulnya nyawa orang-orang yang telah wafat dalam perang sabil berada. 

    Dalam alam Nyawa itu, Syarif Hidayatullah kemudian didatangi oleh Nabi Khidir, dan beliau mengabarkan kabar gembira kepada Syarif Hidayatullah, bahwa keinginannya untuk dapat bertemu Nabi Muhamad akan terlaksana, Sang Nabi Khidirpun kemudian mengangkat Syarif Hidayatullah menjadi Waliullah.

    Dengan menunggangi Kuda yang bernama Kuda Sembrani, Nabi Khidir kemudian membawa Syarif Hidayatullah melesat bagaikan kilat, tenggelam dalam ketidaktahuan arah, utara-barat-timur maupun selatan. Alam menjadi gelap gulita hingga akhirnya sampailah kepada suatu tempat yang terang benerang keduanya tiba di Gunung Mirah Wulung.

    Setelah Syarif Hidayatullah muda turun dari kudanya, kemudian Nabi Khidir meninggalkan beliu sambil berpesan, “Engkau tunggulah disini dengan sabar, nanti aka ada yang datang kepadamu, nanti akan kau lihat sendiri” 

    Selang beberapa lama setelah masa penantian, datanglah seekor burung putih keluar dari puncak gunung mendatangi Pemuda Syarif dan kemudian membawanya naik kepuncak gunung Mirah Wulung. Syarif Hidayatullah muda dibawa ke Masjid Kumala.

    Tanpa diketahui kedatangannya, kemudian terlihat Rasullalah, cahayanya menyilaukan memancar menerangi alam sekelilingnya. Syarif Hidayatullah lalu menghambur untuk bersujud dihadapan Nabi, akan tetapi bahunya segera diangkat oleh Nabi, dan Sabdanya “Nanti kamu Kafir kalau menyembah sesama manusia.!, sebab sejak awalnya sujud itu hanya kepada Allah”
     
    Pemuda Syarif kemudian berkata “Hamba mohon Syafaat, baiat kepada sejatinya, semoga selamat dunia samppai akhirat”

    Kemudian Rasul Bersabda :
    Alih Aksara Naskah Mertasinga Sabda/Nasihat Nabi Kepada SGJ
    Artinya: “(Hai anak muda, yang akan menjadi pengganti diriku. Ingatlah kamu selalu kepada sesama hidup. Karena hidup itu tidak berbeda, tidak bisa dibunuh karena sukmanya itu Allah. Jangan sampai nanti terlambat, hanya ada satu tak ada duanya, yaitu itulah engkau adanya. Namun lahir harus memaki Tirai, untuk meramaikan Negara, berikan petunjuk kepada hamba Allah, berhati-hatilah dalam tutur kata. Sempurnakanlah amal syariat yang utama dengan berbakti kepada ayah dan bunda, dan kunjungilah Ka’bah Allah, carilah guru yang saleh dan janganlah meninggalkan adat dunia, hanya itulah nasihatku)”
    Maka selesai sudah baitanya Rasullallah. Syarif Hidayatullah pun kemudian bersukur karena tercapai sudah keinginanya yaitu berjumpa dengan Nabi Muhamad SAW. Setelah peristiwa itu kemudian Syarif Hidayatullah muda kembali ke Istana. Menemui Ibunya yang lama beliau tinggalkan. 

    Akan tetapi ketika beliau berada di Istana, beliau selalu teringat akan nasihat Nabi agar supaya beliau menunaikan Haji dan mencari guru yang mulia, beliau pun kemudian berkelana kembali, sampai pada suatu hari beliau bertemu dengan 10 orang Yahudi. Kisah mengenai pertemuan itu, dikisahkan dalam artikel kami yang berjudul "Kisah  Sunan Gunung Jati Dan 10 Orang Yahudi"